"Lo!"
Mendengar semua keributan yang datang dalam waktu sepersekian detik membuatku refleks menyentuh dadaku dan merasakan detak jantungku yang berjalan dengan amat sangat tidak normal.
Aku syok dan hampir saja menangis jikalau sebuah headphone yang tersambung pada sebuah mp3 tidak dipasangkan ketelingaku.
Kulihat siapa pelakunya dan dia adalah Alvin yang sekarang sudah sibuk berdebat dengan Sofia masalah tempat duduk.
Sambil mencoba memejamkan mataku dan menikmati alunan musik yang menggema melalui Headphone, aku mulai menenangkan pirikanku yang sempat kalut dan gelisah karena keributan tadi.
.......
Ketika semua orang sibuk mendirikan tenda mereka masing - masing, hanya aku yang tidak melakukan apapun.
Tidak!.
Bukannya aku tidak melakukan apapun, tapi aku tidak tau sama sekali apa saja yang harus kulakukan.
Anggap saja aku aneh, selama belasan tahun aku hidup dan selama itu pula aku tidak pernah menjalani perkemahan sekalipun.
"Gak bakalan jadi tenda kalo elo cuman berdiri kayak patung selamat datang" omel Elang sambil menyerobot tas berisi tenda yang tadinya kupegang dengan malas.
"Gue gak ngerti caranya" jawabku terlampau jujur. Dengan nada terlampau malas.
Aku memang tidak mengerti. Dan aku terlalu malas untuk mengerti.
Tiba - tiba ada sebuah tangan yang menepuk kepalaku dua kali, dan mulai membantu pekerjaan Elang. Dari punggung itu aku tau kalau dia adalah Alvin.
Satu yang bercekol dipikiranku. Kapan Elang dan Alvin baikan? Bukankah Alvin masih kesal dengan Elang tempo hari?.
"Haniah!" Teriak Alvin saat melihat aku masih saja berdiri tanpa bergerak ataupun membantunya.
"Bantuin kita!!!"
Senyum sinis Alvin mengembang "Atau lo emang pengen jadi patung selamat datang beneran?" Alvin melirik Elang dengan senyuman yang mengerikan.
"Lang bantu gue nyirem itu anak pake semen" .
Perkataan terakhir Alvin membuatku langsung berlari kearah mereka yang sejak tadi sibuk mengerjakan tendaku.
Tendaku memang terlihat nyaris rampung dalam beberapa menit karena Alvin dan juga Elang memang sudah sangat hafal dengan cara memasang tenda -itu yang dapat kusimpulkan-.
Biasanya mereka bertiga, Alvin, Elang dan Zandar.
Mereka adalah tiga pasukan utama dalam hal seperti ini.
Tanpa sadar aku mengedarkan pandanganku nyaris 360 derajat. Ketika aku mengingat nama Zandar aku refleks mencarinya kesana dan kemari. Dan setelah belasan detik pencarian, aku menemukannya.
Zandar sedang memakan apel sambil tiduran diatas dahan pohon. Lipatan didahiku muncul ketika aku sadar bahwa aku selalu memikirkan Zandar akhir - akhir ini.
Padahal aku sudah merumuskan hidupku, bahwa Zandar itu sama dengan masalah. Jadi aku harus berhenti berinteraksi dengannya.
Tapi hal itu malah membuatku terus memikirkan bagaimana caranya menghindari Zandar dan malah berujung aku tidak pernah absend untuk tidak memikirkan Zandar bahkan untuk sehari saja.
........
Saat aku sudah selesai memasukkan barang - barangku kedalam tenda, yang aku inginkan hanyalah berbaring sebentar untuk menghilangkan penat.
Tapi yang terjadi malah sebaliknya, bunyi sirine polisi malah dibunyikan oleh dewan guru selaku panitia dan itu berarti bahwa seluruh siswa dan siswi harus berkumpul.
"Anak - anak" guru olah raga dengan peluit yang menggantung dileher beliau a.k.a bapak Rezal mulai berbicara.
"Kita akan mengadakan permainan bertahan hidup, dan akan dilaksanakan per-angkatan yang akan ditentukan dengan undian"
Umum pak Rezal sambil mengambil satu dari tiga bola "dan yang akan melakukan permainan itu pertama kali besok adalah" tangan pak Rezal sibuk mengeluarkan kertas yang bersarang didalam bola yang beliau ambil.
"Kelas sebelas!!" Pengumuman yang beliau ucapkan sontak membuat sorak sorai bahagia bagi mereka yang satu angkatan denganku atau dengan kata lain para murid kelas sebelas
"Va kita emangnya mau ngapain?" Tanyaku pada Iva yang sejak tadi ikut bersorak - sorak.
"Kita mau main 'permainan bertahan hidup'" ucap Iva ceria.
Tapi yang terpikir olehku saat ini tentang permainan bertahan hidup adalah permainan dimana kami akan mengelilingi hutan lebat dibelakang kami untui mencari makan dan dilarang membawa makanan instan.
Jadi untuk apa aku membawa banyak makanan instan jika kami akan melakukan permainan bertahan hidup? .
"Cewek tukang rumus! Jangan bilang lo mikir kita disuruh buat bertahan hidup didalam hutan"
Ucap seseorang yang entah sejak kapan berdiri disamping kiriku, Seseorang yang menjulang dan berwajah datar. "emang" jawabku enteng membuatnya langsung menatapku terkejut .
"Dasar lebay" Zandar menjitak kepalaku "itutu permainan bodoh yang waktu berlangsungnya tergantung kemampuan peserta".
"Gue tetep gak ngerti, dan yang ada dibayangan gue tetep permainan dimana kita disuruh masuk kehutan dan berburu" aku menatap Zandar sambil menggaruk dahiku.
Zandar mengacak rambutnya kesal, "ini itu semacam permainan perang - perangan, kalo elo kena tembak itu artinya elo mati dan harus dihukum!"
"Kalo gue gak mati?" Tanyaku refleks.
"Lo gak bakal dapet hukuman" Zandar menatapku jengah "ini otak dalem kepala lo kok jalannya lamban bener ya" tangannya menjitak dahiku .
"Baiklah anak - anak, kalian sudah mendengar oeraturannya kan?" Tanya ibu Vie dengan senyuman khasnya membuatku langsung menatap Zandar horor.
"Apaan?"
Pertanyaan Zandar langsung kuhadiahi pelototan. Karena bicara dengan Zandar aku malah jadi tidak fokus mendengarkan apa yang dikatakan ibu Vie.
"Besok kalian akan melakukan permainan bertahan hidup pada jam sembilan pagi" umum ibu Vie masih dengan senyuman lebarnya "baiklah kalian boleh bubar".
.....
....
Maaf karena lambat up ...
YOU ARE READING
INTROVERT
Teen Fiction#16 in introvert #19/01/2019 #18 in Introvert #06/06/2019 Credits Beautiful pic from Anna Abola Art -when a introvert girl fall in love- -a same love that's will changing her self and it started when she's get a papercranes - by '22yuniyu' ...
Chapter 8
Start from the beginning
