#13

3.7K 180 1
                                    

Judulnya aku ganti ya Guys

Happy Reading

.
.
.

"Masih ingat rumah ternyata."

Hendra terkesiap. Dia hapal suara itu. Suara milik Papanya. Tapi, bukannya sekarang masih jam empat sore? Kenapa sekarang ada di rumah?

"Papa gak ke kantor?"

"Papa pikir kamu lupa sama rumah kamu, Alva."

Untuk pertama kalinya, seumur hidupnya Hendra mendengar Anto menyebut nama itu.

"Papa kenapa bilang kayak gitu? Aku mana mungkin lupa sama rumah aku."

"Mungkin aja kamu lupa. Karena kamu sudah betah tinggal di rumah Ibu kamu."

"Maksud Papa apa?"

"Papa rasa kamu tau maksud Papa."

Tapi, Hendra benar-benar tidak tahu apa maksudnya. Kalau dilihat, sepertinya Anto tidak suka kalau Hendra bertemu Ibunya kembali. Tapi, kenapa tidak suka?

"Pa, aku gak mau berdebat sama Papa. Jadi kalau mau ngomong langsung ke intinya aja, gak usah berbelit-belit. Papa tau kan aku habis pulang kerja dan aku capek. Kalau Papa bersikap kekanak-kanakkan seperti ini--"

"Papa cuma mau kamu hargai Mama kamu." Anto memotong ucapan Hendra. Dan Hendra semakin tidak tau kemana arah pembicaraan Papanya.

"Maksud Papa apa sih? Selama ini aku menghargai Mama--"

"Kalau kamu menghargai Mama kamu, harusnya kamu gak perlu susah payah bertanya siapa kamu, siapa saudara kamu, dan siapa ibu kamu. Bahkan kamu gak perlu memburu alamat rumah ibu kamu."

Oke, sekarang Hendra baru mengerti kemana arah pembicaraan Papanya.

"Apa aku melakukan kesalahan? Apa aku salah kalau aku tau siapa aku, siapa saudara aku, dan siapa ibu aku? Apa itu salah? Papa bayangin, dua puluh empat tahun aku baru tau kalau ternyata aku bukan anak kandung Mama...

Dua puluh empat tahun, aku baru tau kalau aku ini punya saudara kembar yang sekarang udah meninggal. Coba kalau Ibu atau Papa gak egois, menyimpan rahasia ini. Pasti aku bisa ketemu saudara aku, Pa. Bahkan mungkin aku membantu mengobati sakitnya...

Mungkin buat Papa itu semua gak penting. Tapi buat aku ini penting. Aku hargai usaha kalian yang sudah merahasiakan semua ini dari aku dan Alvi--"

"Cukup, Hendra!" Anto sudah tidak tahan mendengarnya. Tapi Hendra belum selesai mengeluarkan uneg-unegnya.

"Papa harusnya bersyukur Papa masih punya aku. Sementara Ibu, meski Ibu punya anak dari suaminya yang sekarang, tapi aku yakin Ibu sangat kehilangan Alvi. Dan sekarang aku mau menggantikan posisi Alvi supaya Ibu gak merasa kehilangan lagi, apa itu salah? Dan aku juga tetap menganggap Mama seperti mama kandungku sendiri, meski nanti aku akan bersama Ibu. Itu kan yang Papa khawatirin? Papa khawatir, aku bakal ngelupain jasa Mama selama ini. Kalau Papa masih berpikir seperti itu, berarti Papa gak percaya sama aku."

Hendra beranjak menuju kamarnya. Anto terdiam, hatinya masih di rundung kekhawatiran. Anto masih khawatir kalau ucapan Hendra tak sesuai kenyataan.

[2] After You're Gone [END]Where stories live. Discover now