#09

3.8K 196 7
                                    


Ehem, sebelumnya aku mau bilang. Chapter ini Mamanya Ira muncul sebentar.

Apa ada yang kangen sama Mamanya Ira???

***

Kamu tau gak Fi, ternyata anak kecil yang pernah kita temui itu juga sakit Ataxia. Sekarang dia udah pakai kursi roda. Namanya Liana. Dia cantik dan memiliki semangat yang sama seperti kamu dulu.

Aku mau jadi obat Ataxia untuk Liana. Aku akan terus menjaga dia dan membuat dia seperti semula, sama seperti saat pertama kali bertemu dulu....

Ira berhenti menulis begitu mendengar pintu kamarnya diketuk. Ira meletakkan pulpen dan menutup bukunya sebelum beranjak membukakan pintu.

Saat pintu di buka, Ira mendapati Bik Surti berdiri di sana.

"Bik Surti?"

"Maaf Non kalau Bibik mengganggu...."

"Oh nggak kok, Bik. Kebetulan aku belum tidur. Ada apa?"

"Anu ... Tuan dan Nyonya sudah pulang dari Surabaya. Katanya mau ketemu sama Non Ira."

"Oh." Ira kemudian keluar dari kamarnya. Dan beranjak menuju ruang keluarga, tempat kedua orang tuanya berada. Sebenarnya Ira malas bertemu orang tuanya, apalagi Mamanya. Karena setiap kali Mamanya pulang, pasti mulutnya akan mengajukan pertanyaan yang sama sejak tiga tahun yang lalu.

Saat tiba di sana, Ira memilih posisi jauh dari kedua orang tuanya.

"Ada apa, Ma, Pa?" tanya Ira singkat, padat, dan terdengar sakartis.

"Lho kok gitu sih? Mama sama Papa kan kangen sama kamu," jawab Nyonya Wijaya.

"Oh...."

Kemudian, suasana mendadak hening. Ira tak mau membicarakan hal apapun pada orang tuanya. Karena percuma saja Ira bicara, toh ending-nya Ira yang kalah.

"Ira, kapan kamu menikah?" tanya Nyonya Wijaya. Ira mendengus. Tuh kan, selalu itu yang di tanyakan!

"Apa aku harus ulang lagi jawabannya--"

"Ira, kamu itu harus cepat-cepat menikah. Kamu ini sekarang janda. Apa kamu suka kalau tetangga selalu menjelekkan kamu?"

"Kenapa Mama harus peduli kata orang? Lagian, aku ini masih istrinya Alvi!"

"Sadar Ira! Dia sudah meninggal! Sebelum dia meninggal juga dia tidak meninggalkan bekas apapun. Pernikahan kalian hanya sebatas di atas kertas. Kalian belum pantas di sebut suami istri!"

"Mama!" seru Tuan Wijaya, ia tidak suka dengan ucapan istrinya. Sementara Ira yang mendengar ucapan itu keluar dari mulut Mamanya hanya bisa tertawa hambar, meski kedua bola matanya memanas.

"Mama, wanita yang melahirkan aku ternyata tega mengucapkan kalimat itu ... ya, Mama emang gak pernah tau apa artinya cinta dan kasih sayang. Dua hal yang harus aku dapatkan dari kalian, tapi ternyata ... aku justru mendapatkan itu dari laki-laki yang sekarang raganya sudah gak ada," ujar Ira. Matanya yang sudah berair memandang kedua orang tuanya,

"Asal Mama tau, dua hal itu yang Alvi tinggalin buat aku. Dua hal itu masih membekas sampai sekarang. Dan kenapa Mama bilang kalau pernikahan ini cuma di atas kertas, padahal ... Mama yang meminta aku menikah sama Alvi kan? Mama masih ingat kan? Aku harap Mama masih ingat."

Ira kemudian beranjak ke kamarnya dan mengunci rapat pintu kamar. Nyonya Wijaya menghela napas. Selalu seperti ini ending-nya jika Ira dan Mamanya bertemu.

"Mama kali ini sudah keterlaluan. Ira pasti sangat tersinggung gara-gara ucapan Mama! Mama gak seharusnya bilang begitu. Kasian Ira. Lagian Ira menjadi janda karena salah kita kan. Coba dulu kita langsung memberikan restu, pasti Ira sudah menjadi istrinya Alvi dengan baik!"

Nyonya Wijaya kehabisan kata-kata. Ia tak mungkin melawan ucapan suaminya yang hampir selalu benar.

♡♡♡♡

"Mas, Hendra kok belum pulang juga ya!" untuk kesekian kalinya Mayang berkata seperti itu. Sudah hampi jam sepuluh malam, wajar saja jika Mayang menanyakan keberadaan anaknya. Tidak biasanya Hendra pergi tanpa kabar.

"Kamu tau gak tadi dia pergi sama siapa?" tanya Anto.

"Aku tadi gak sempet nanya. Tadi Hendra cuma bilang dia mau pergi sebentar."

"Coba kamu telepon Anita. Siapa tau Hendra lagi sama Anita."

"Iya Mas." Mayang meraih handphonenya yang diletakkan di atas nakas. Kemudian Mayang mencoba menghubungi Anita.

"Hallo Anita, kamu lagi sama Hendra?"

"...."

"Terus dia kemana sekarang?"

"...."

"Oh gitu ya. Ya udah makasih ya."

"Apa katanya?" tanya Anto setelah Mayang menutup teleponnya.

"Tadi Hendra memang pergi sama Anita. Tapi tiba-tiba Hendra pergi gitu aja. Pas Anita tanya, katanya ada urusan."

"Kemana itu anak! Apa kamu sudah tanya ke rumah sakit?"

"Sudah Mas, tapi mereka bilang malam ini Hendra gak praktek."

Tring! Tiba-tiba Handphone milik Anto berdering. Ada satu SMS dari Hendra. Anto segera membaca SMS itu.

Pa, aku lagi di rumah ibu sekarang. Jangan cari aku.

Setelah membaca SMS itu, Anto geram. Tangannya mengepal kuat. Mayang bingung melihat sikap suaminya.

"Mas dapet SMS dari siapa? Kok Mas sepertinya kesal," tanya Mayang.

"SMS dari Hendra. Dia bilang sekarang dia ada di rumah ibunya."

Mayang tersentak, "Maksud Mas, Hendra sekarang ada di rumah Mbak Marissa?"

Anto tak menjawab. Ia memilih menelepon Hendra. Namun sudah dua kali Anto mencoba menghubungi anaknya, tidak ada respon sama sekali.

"Sudah Mas, mungkin Hendra sudah tidur. Biarkan dia bersama Ibunya," ujar Mayang. Anto menghela napas.

♡♡♡♡

#09
02 Maret 2016

Edit
19 Juli 2016

***

Chapter selanjutnya

Sambil menggaruk-garuk tengkuknya, Hendra mengacak dasboar mobilnya. Mencari obat untuk menghilang gatal-gatalnya.

***

[2] After You're Gone [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang