Bab 2 : Filosofi Strawberry Cake

3.9K 108 22
                                    

"Perasaan yang menyiksa. Saat ingin sekali bertemu, tapi tak bisa. Lalu dada terasa sakit seperti teriris sembilu. Dan kau sadar, bahwa itu rindu."

***

Dengan lincah, gadis berhijab biru bunga-bunga itu, membawakan sepiring fettucini bolognese dan secangkir moccacino di atas nampan.

Ia lantas tersenyum sambil meletakkan di meja seorang pelanggan.

Bukannya kembali ke dapur, Hanin justru mengambil tempat duduk di hadapan pelanggan. Lalu, dengan akrabnya mereka mulai mengobrol apa saja.

Dari percakapan absurd sejenis mengapa celana dalam Superman harus dipakai di luar, hingga percakapan intelektual seperti penyebab inflasi yang semakin lama semakin tinggi.

Begitulah, Hanin tertawa mendengar argumen Neil. Lalu Neil membalas dengan lelucon lain sambil menikmati makan siangnya.

Suara lelaki muda berdarah Belanda-Turki-Jawa yang lumayan bising itu, mau tak mau membuat pengunjung lain mendengar.

Bagi pengunjung laki-laki, suara itu sangat mengganggu. Tentu mereka akan menoleh untuk memasang wajah yang seolah berkata hentikan-ceritamu-yang-konyol-itu-atau-kulempar-minuman-ke-wajahmu-yang-sok-tampan-itu-sekarang-juga.

Sebaliknya, pengunjung perempuan yang ada, malah ikut tertawa. Tawa yang diatur semanis mungkin sambil mencuri-curi pandang. Entah memang benar merasa lucu, atau sekadar mencari perhatian dari si pemilik mata almond.

Neil melempar senyum manisnya saat melihat Nora muncul dari balik dapur. Nora yang kikuk, hanya membalas dengan anggukan seadanya sebelum menuju sebuah meja.

Ia segera kembali masuk dapur, setelah meletakkan pesanan zuppa soup milik pelanggan. Bahkan tanpa menoleh ke arah Neil yang sudah bersiap tersenyum lagi. Membuat Neil menelan senyumnya, mentah-mentah.

"Kak Hanin, kakak itu kerja di sini juga?" tanyanya setelah Nora hilang dari pandangan.

Hanin menoleh ke arah dapur, memastikan situasi, sebelum berbisik...

"Ssttt... Dia bosku, yang punya kedai ini. Meski penampilan agak nggak meyakinkan, dia orang yang jago masak seperti yang kubilang tadi."

Neil mengerutkan kening, "Kok di sini aneh? Bosnya yang kerja, anak buah malah duduk-duduk..."

"Aku nggak duduk aja ah! Aku lagi nemenin ngobrol pelanggan setia kedai," belanya asal. "Lagipula kita bicara tentang bisnis. Eh, obrolan kita tadi, jadi kan?"

Neil mengangkat alisnya kocak, lalu mengangguk.

"Ngomong-ngomong, aku akan buktikan kalau aku nggak suka makan gaji buta." Hanin bangkit berdiri. "Nanti akan kuberi tahu kabar selanjutnya," tambahnya sebelum benar-benar menjauh.

Neil mengikuti gerak langkah Hanin, penasaran tentang pembuktian anti gaji buta.

Lantas ia tersenyum geli melihat gadis itu kini sudah sibuk melayani pengunjung kedai yang baru datang.

***

"Ngajarin bikin cake ?" Nora mengulang perkataan Hanin.

Malam itu, kedai sudah mau tutup. Nora sibuk membersihkan permukaan kompor dari sisa masakan hari ini, sementara Hanin menyapu lantai.

"Iya, ngajarin Neil, yang punya distro depan..." jawabnya. "Itu dibayar loh, Ra! Lumayan buat nambahin pemasukan kedai, kan?!"

Mencintaimu Diam Diam [ON MY OWN]Where stories live. Discover now