Satu

19.6K 805 83
                                    

Pertemuan pertamalah yang menjadi kesan pertama kita menilai seseorang.

❤❤❤

Aku melangkahkan kakiku menginjakkan kaki di depan gerbang sekolah yang akan menjadi sekolahku untuk tiga tahun ke depannya ini. Sekali lagi aku menyumpah serapah kesekian kalinya karena tasku robek di bagian ujung bawah.

Apakah ini sebuah kesialan di hari pertama sekolah?

Intinya saat ini aku sudah sangat begitu kesal dengan situasiku saat ini. Masa di hari pertama aku sekolah di sekolah ini sudah sesial ini sih? Bagaimana untuk ketiga tahunnya kalau masih begini?

Jadi?

Balik ke rumah lagi untuk mengganti tas atau terus saja ya? Kalau terus saja nanti robekan di ujung bawah tasku semakin merajalela. Sepertinya mau tidak mau aku harus kembali ke rumah mengganti tas sekolahku ini.

Masa-masa MOS sudah kulewati dengan damai sentosa, tapi mengapa di saat setelah MOS malah sial begini? Ah, begitu menyebalkannya hidup ini di saat seperti ini.

Dan,

Aku kembali ke rumah untuk mengganti tasku ada kemungkinan aku bakal telat lima belas menit. Hari pertama sekolah yang sungguh indah kan? Ya, indah banget pake banget super banget.

15 menit kemudian...

Udah lima belas menit nungguin bus yang biasanya menuju ke sekolah baruku, tapi sayangnya tidak ada tanda-tanda bus lewat sampai saat ini. Apa kataku tadi kan? Sepertinya aku bakalan telat melebihi lima belas menit kali ini.

Sial.

Huft...

20 menit kemudian...

Akhirnya ada bus yang lewat dan sekarang sudah jam tujuh lewat tiga puluh lima menit. Genaplah sudah keterlambatanku di hari pertamaku bersekolah di SMA.

Bagus.

Mantap.

Sial.

Pasti kepala sekolah maupun guru-guru sudah memberi tanda merah namaku. Ya, pasti mereka sudah memberi tanda merah. Aku terlambat di hari pertamaku bersekolah di sekolah yang akan menjadi sekolahku tiga tahun ke depan. Apalagi yang lebih sempurna dari itu?

"Hei!"

Ada juga murid yang terlambat sama kayak aku, tapi ogah amat aku mau gabung sama dia nanti di cap sebagai murid nggak benar. Kelihatan banget dari gayanya, troublemaker sejati.

"Hei, lo telat juga?"

Dia bicara sama aku? Oh tidak jangan di gubris, Vara! Bisa kiamat reputasimu untuk menjadi murid baik-baik di sekolah ini bila kau membalas percakapannya.

"Hei dibilangin malah diam. Lo tuli apa?"

Emang, "Siapa lo?"

Dan mulutku dengan begitu sangat bodohnya dan idiotnya menjawab kata-kata cowok yang sepertinya troublemaker akut super tingkat dewa neptunus ini.

"Gue ehm... Gue telat, lo juga kan?"

Ketahuan banget ini orang beneran troublemaker, buktinya identitas diri sendiri aja nggak mau di beritahu. Emang dia kira dia agen rahasia mata-mata FBI apa? Songong plus sombong banget nih cowok.

Ubah topik pembicaraan pula! Aih malas bicara sama orang kayak gini nih. Tanda-tanda aku bakalan sial plus super sial bila berada di dekatnya. Haruskah aku melarikan diri dan melapor kepada polisi kalau ada orang jahat ingin memaksaku kenal padanya?

Tunggu, sejak kapan bahasaku jadi super sok dramatis begini? Ah apa kataku tadi, berada di dekat orang ini bisa membuatku sial dan hidupku serasa berada di dalam ancaman dan bahaya yang sangat besar.

"Hei, lo telat kan? Serius lo mau masuk lewat pintu gerbang di depan?" tanyanya.

Oke, tarik napas dan buang secara baik-baik...

"Iya, emang kenapa?"

"Dengan guru-guru yang sebanyak itu? Serius lo?!"

"Iya, kenapa?"

"Aduh mending jangan deh. Ikut gue aja lo, kita lewat gerbang di samping atau nggak lompat pagar aja,"

Tapi benar juga kata-katanya, lewat di gerbang depan sama seperti injak ranjau di kandang sendiri. Haruskah aku mempercayai kata-katanya? Tapi kalau ketahuan gimana?

"Tapi kalo ketahuan gimana?"

"Jadi lo mau ikut gue nih?"

"Y-ya... Itu sih, apa boleh buat..."

"Tenang aja, yang penting lo ikut kata-kata gue dan beres semuanya,"

"Hah?"

"Ayo!"

Njir! Tanganku!!! Tanganku yang masih suci dan tidak pernah ternodai ini! Jangan seenaknya megang tanganku woy! Tangan anaknya orang nih!!!

"Woy lepasin," ucapku.

"Sabar ya gue naik duluan buat taruh kursi buat lo turun. Pagarnya kan ketinggian dan elo kependekan,"

"Lo nyindir kependekan gue ya?!"

"Udah ah bukan saatnya untuk bahas itu, intinya sabar gue duluan oke?"

"Tunggu! Lo nggak ninggalin gue kan?"

"Nggaklah!"

"Awas lo kalo coba ninggalin gue!"

Eh?

Apa-apaan ini? Perasaan aku belum lama kenal sama dia, kok udah berasa seperti kenal dekat ya? Aku tidak mau mempercayainya saat ini, soalnya kami baru saja ketemu. Lagian namanya aja aku nggak tau.

"Sini naik!" serunya.

"Gimana naiknya? Pagarnya ketinggian!"

"Sabar, tunggu disitu gue kesitu sekarang!"

"Gimana caranya?" tanyaku.

"Naik," ucapnya sambil menunjukkan pundaknya.

Tunggu! Jangan bilang aku harus naik ke pundaknya gitu? No!!! Badanku yang masih suci dan tidak pernah ternodai begini menyentuh pundaknya?! No! No! No!

"Nggak!"

"Trus gimana lo masuk kalo nggak mau?"

"Nggak ada cara lain apa?"

"Cara mana lagi? Nggak ada,"

"Aih,"

Terpaksa.

Naik.

Kepundaknya.

Katakan selamat tinggal pada diriku yang tidak pernah menyentuh cowok kecuali soal ayahku, kakakku dan saudara-saudaraku yang cowok.

❤❤❤

Happy reading, dan jangan lupa berikan vote dan comment kalian ya, gue perlu vote dan comment kalian semua...

Written by: @PenulisTampan

13 Juli 2016

Bad Boy's Girlfriend [UP 1 PART FOR A WEEK]Where stories live. Discover now