"Ya... anytime."

***

Ketika keadaan sudah sedikit sepi, Javier mendatangi Kara yang duduk tak jauh dari tempatnya berdiri. Kara bangkit berdiri, ia tersenyum lega ketika akhirnya suami yang amat dicintainya itu mendatanginya.

"Lama menunggu?"

Kara menggeleng pelan. "Tidak juga.."

"Si junior kita? Bagaimana?" Javier menurunkan tangannya ke perut buncit Kara. "Semoga dia nyaman berada didalam sana.." Javier memindahkan tangannya ke pipi Kara, ia mengusapnya pelan.

Junior adalah panggilan sementara yang disematkan Javier pada anak dalam kandungan Kara. Beberapa bulan lalu saat USG dinyatakan bahwa jenis kelamin bayinya adalah laki-laki. Mendapat kabar yang super membahagiakan itu, bahkan Papa Jodi sudah menyumbangkan satu nama untuk cucu laki-laki penerus keluarganya. Tidak ketinggalan Ibu Mirna juga.. Banyaknya daftar nama membuat Javier kebingungan sendiri menentukan nama mana yang mau dipakainya. Alhasil.. untuk mempermudah komunikasinya dengan bayi dalam kandungan Kara, dia menyebutkan bayinya Junior.

Ia seringkali bercakap-cakap dengan juniornya. Hal yang tak pernah dilakukannya dulu selagi Marsha ada dalam kandungan Kara.

Seperti:

Junior, Papa berangkat shooting dulu ya. Jangan lasak. Jagain Mama.

Papa sudah pulang, Junior. Hari ini nggak bandel, kan?

Percakapan-percakapan ringan itu dilakukan sebelum dan sesudah pergi bekerja, sambil mengelus perut Kara dan menempelkan telinganya disana.

Atau pernah juga dia mengatakan begini..

Kamu kalau sudah besar jangan ikutin Papa ya. Papa ini nggak ada bagus-bagusnya, kasihan Mama kamu. Nanti calon istri kamu jadinya kasihan juga. Junior, kamu harus lebih baik dari Papa. Kalau gantengnya jangan melebihi Papa deh, nanti Mama kamu lebih cinta sama kamu lagi daripada sama Papa.

Kalau sudah begitu, Kara hanya bisa tergelak geli. Memangnya dia apa? Pedofil? Dan biasanya Kara akan ikut menyahut sambil mengelus perutnya...

Kalau Papa nggak sudi kamu jauh lebih ganteng dari dia, yaudah kamu tiruin muka Mama aja ya sayang... Biar aja tuh orang-orang ngira kalau Junior bukan anaknya Javier Reynardi.

Yang akan segera dibalas Javier dengan menarik lembut hidung mancung Kara. Hingga obrolan pun menjadi terfokus kepada mereka berdua.

"Kalau bercanda yang bagus sedikit dong, Sayang. Masak anaknya sama sekali tidak ada mirip-miripnya sama Papanya? Ya minimal adalah sedikit duplikat Papanya... entah matanya, hidungnya, alisnya... kan gitu adil."

"Ya iya... makanya jangan sembarangan ngomong ya, Boo.. jelas-jelas ini anakmu.. kalau tidak seganteng Papanya memang mau mirip siapa lagi?"

Mereka pun hanyut dalam tawa.

Dan kalian harus tahu ini... Javier mencintai keluarganya yang sekarang. Sangat malah.

***

Saat mereka bersiap untuk pulang dan berjalan ke parkiran, seseorang menghalangi langkah mereka. Laki-laki dengan perawakan tinggi, tampan dan bergaya casual. Seorang diri pula. Javier mengernyit heran, menebak-nebak siapakah gerangan pria ini. Apakah salah satu wartawan? Tapi ditangannya dia tidak membawa kamera atau perlengkapan wawancara apapun. Apakah seorang sutradara yang ingin menawarkan kontrak kerjasama? Jelas bukan. Potongannya sama sekali tidak menandakan ke arah sana. Dia bahkan masih terbilang muda, masih kuliah barangkali. Ah atau mungkin fansnya? Yaya.. melihat potongan tubuhnya sih begitu. Apalagi melihat kertas karton berukuran polio digenggaman tangannya dan sebuah spidol. Javi mengira mungkin si fans ini mau minta tanda tangan. Sebenarnya, hal yang jarang dilakukan untuk fans di jaman sekarang. Mereka biasanya minta foto bersama ketimbang tanda tangan.

Broken WingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang