12. Mimpi Buruk

21.8K 1.4K 4
                                    

Ketakutan terbesarmu, itulah yang akan menjadi mimpi burukmu.

Mereka berdua sedang menikmati waktu makan malam bersama-sama. Bagi Kara, ini adalah saat yang membahagiakan. Jarang-jarang dia menjumpai moment seperti ini di setiap harinya.

"Bagaimana? Enak tidak?" Dia masih belum mencicipi makanannya, sejak tadi ia sibuk mengamati Javier yang dengan lahapnya menikamati makanannya.

Javier hanya mengangguk saja, mulutnya penuh makanan. Kara tersenyum puas. Tidak sia-sia dia jadi juru masak selama di panti asuhan. Ada gunanya juga sekarang.

"Shooting film mu kapan selesai, Jav?" Kara mulai mencicipi makanannya.

"Sekitar satu atau dua bulan lagi."

Kara mengangguk. Entah mengerti, entah tidak. Memang tahu apa dia tentang shooting? Toh selama ini Javier tidak pernah sekalipun menjelaskan tentang seluk beluk dunia perfilman.

Javier kemudian meletakkan sendok dan garpunya, ia menenggak habis air mineral yang ada dihadapannya. Kemudian menyeka mulutnya dengan serbet kering.

"Bagaimana galerimu?"

Kara hampir tak percaya mendengarnya. Jarang-jarang Javier menanyakan tentang pekerjaannya. Maka, dengan semangat ia menjelaskannya.

"Baik. Sangat baik. Kau tahu.. lukisanku bahkan akan dibeli oleh orang Singapore!"

"Oh? Begitukah?"

"Hmm. Aku senang sekali, Jav. Kau harus tahu itu.." Kara melebarkan senyumnya. Sebenarnya yang membuat kebahagiaannya berkali lipat karena ada Javier dihadapannya sekarang.

"Kau bahagia sekali, ya?"

"Tentu saja! Istrimu ini akan jadi pelukis go international, Jav!" Begitu semangat ia menjelaskannya sampai-sampai ia menamai dirinya sebagai istri Javier. Mendengar itu, Javier justru kikuk sendiri. Risih rasanya, meski sudah setahun mereka menikah, namun dia sendiri tidak pernah menyebut dirinya sebagai suami. Dia berdeham untuk meredam kekikukannya, "Syukurlah." Pada akhirnya hanya kalimat itu yang bisa dikatakannya.

Sibuk dengan perbincangan ringan itu, tanpa mereka sadari sebuah ringtone handphone mengalun memenuhi ruangan. Itu suara ringtone handphone Javier, lagu Animals nya Maroon Five mengalun darisana. Untungnya, Kara segera mengingatkan bahwa handphonenya berbunyi. Papa? Papa is calling...

"Ya. Pap?" Sapa Javier.

Mendengar nama Papa disebut, Kara menghentikan aktifitas makan malamnya. Ia memasang pendengarannya, ada apa Papa menelpon?

"Jam berapa, Pap? Oh.. jam tujuh malam. Ya Besok, tentu saja aku tidak akan melupakannya, Pap. Baiklah.. baiklah aku akan mengajak Kara. Apa? Ya ya.. tenang saja, Pap. Okay.. akan ku sampaikan salam Papa. Take care, Pap," seperti itulah Javier berbicara dengan Papanya. Kara tentu saja tidak mengerti, hanya kalimat Javier yang didengarnya, tapi tidak dengan suara mertuanya.

"Ada apa?" Kara tidak dapat menahan rasa penasarannya saat Javier memutuskan sambungan teleponnya.

"Papa titip salam padamu."

"Oh? Katakan padanya aku merindukannya."

Kara memang terbilang cukup dekat pada mertuanya itu.

"Sebaiknya kau sampaikan sendiri saja padanya. Besok. Papa ulangtahun besok, dan yah... kita tentu harus hadir, kan?"

Wajah Kara seketika terlihat bergairah, bersemangat dan berseri-seri.

"Ah ya! Aku hampir melupakannya. Papa ulangtahun, ya? Hmm.. sebaiknya kita beri hadiah apa ya, Jav?" Ia mulai memikirkan ini-itu. Hadiah apa yang kira-kira bisa membahagiakan mertua konglomeratnya itu.

Broken WingsTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon