2. Roti.

118 4 1
                                    

Sephia- Chapter two

Jika saja mengubah hati seseorang itu semudah kamu mendapatkan 3 point, pasti aku tidak akan sesulit ini. Kamu tentu tahu apa hal yang paling dibutuhkan oleh siswa baru seperti aku ini, Vin. Jawabannya sederhana, sesederhana diriku ini, aku hanya butuh teman. Tapi hingga hari ketiga pasca insiden Cindy mendeklarasikan Donghae sebagai suaminya, Rara dan Cindy belum juga berbaikan. Dari pada dituduh memihak salah satu dari mereka, aku lebih milih membiarkan keduanya.

Kamu tentu tahu bahwa aku bukanlah tipikal cewek yang mudah bergaul -diluar dari tampang jutek yang selalu aku tunjukkan ke kamu. Maka siang itu berakhirlah aku duduk sendirian di meja kantin. Felli sedang berbicara dengan guru olahraga kita mengenai keikutsertaannya pada ekstra taekwondo, sedangkan Tina dia tersangkut di gerombolan Bella saat kami menuju kantin. Kamu masih ingat Bella? Bella yang kamu bilang masuk ke daftar dream girl -mu itu. Aku benar-benar patah saat kamu mengatakannya secara gamblang di depanku. Dan untuk alasan tak jelas itu, hampir 2 tahun aku membencinya. Itu karena kamu. Maka jangan tanyakan lagi padaku apa alasannya.

Aku masih terduduk diam sambil membaca buku Laskar Pelangi yang aku pinjam dari perpustakaan sekolah. Selama sekolah hanya ada dua tempat yang sering aku kunjungi, kantin dan perpustakaan. Jangan cap aku kutu buku, karena kamu tak tahu jika aku lebih sering menumpang ngadem dari pada membaca buku. Sesekali juga numpang main game yang terdapat di komputer perpustakaan. Dua hal yang tak kamu tahu.

Aku tak menyalahkanmu akan ketidaktahuanmu mengenai fakta tersebut, karena pada prakteknya aku sering berpura-pura membaca novel tebal ketika kamu masuk ke ruang perpustakaan. Tanpa sadar aku selalu berusaha tampil sebagai cewek baik di depanmu. Ada apa denganku, Vin?

Kamu harus tahu bagaimana totalitasnya aktingku hingga aku meminjam 2 novel tebal siang itu. Salah satunya adalah buku yang sedang kubaca di kantin waktu itu. Laskar Pelangi. Buku yang kamu bilang terlalu cewek dan bikin ngantuk. Tapi siapa sangka buku yang kamu bilang bikin ngantuk itu berakhir dengan kamu curi dari dalam tasku dan parahnya lagi aku harus membayar denda keterlambatan karena lebih dari dua minggu buku itu bermalam di rumahmu.

"Woi..." tak perlu menurunkan novel yang kubaca untuk tahu siapa yang memanggilku. Karena cuma kamu yang selalu memanggilku seperti itu.

Aku hanya diam dan mencoba tetap fokus pada tulisan Andrea Hirata yang berhasil membawaku ke dalam dunia Ikal dan Arai. Aku bahkan tidak sadar jika kamu duduk di depanku sampai Pak Danang mengantarkan soto pesananmu.

"Mbak, tumben sendirian, yang lain ke mana?" Kamu mengangkat wajahmu dari mangkuk soto. Mungkin kamu bertanya - tanya kenapa aku bisa dekat dengan Pak Danang. Tapi ini sungguh tidak seperti yang kamu katakan saat itu. Kami akrab karena aku dan teman-temanku selalu memesan dalam partai besar. Kamu tahu itu beberapa hari kemudian.

"Biasa Pak, pada nyangkut ke mana-mana."

"Dan Mbak, nyangkutnya sama Mas satu ini, ya?"

Mataku membulat sempurna. Mata yang sering kamu bilang cuma segaris itu kini tak ubahnya seperti mata sapi. Bukan telur mata sapi loh, Vin. Tapi sapi beneran. Kamu mungkin tak melihatnya, karena kamu masih dengan santainya menikmati soto ayammu. Walau pada akhirnya aku tahu jika itu hal yang biasa terjadi padamu. "Enggaklah Pak, orang ini aja nggak kenal sama saya," sanggahku cepat. Kamu langsung mengangkat wajahmu. Seolah kamu ingin membantahnya tapi kamu malas mengatakannya. Dirimu sekali, Vin.

"Oh, saya kira ehem... gitu. Mau pesen apa Mbak? Kalau nggak pesen apa-apa nanti bisa diusir kakak kelas loh, Mbak. Tahu 'kan gimana garangnya kakak kelas yang kelaparan tapi nggak kebagian tempat duduk."

Aku meringis. Iya sih, kakak kelas memang begitu adanya. Sudah kodratnya kali. "Pesen minum kayak biasa deh, Pak. Airnya dikit, esnya banyak." putusku kemudian.

Sephia : Sepenggal Kisah di Masa LaluUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum