[17] Sweet Chocolates

Mulai dari awal
                                    

Tapi lalu memangnya cinta mesti punya alasan? Selama ini, sepengetahuanku cinta adalah sesuatu yang mengalir. Mungkin kalau suka iya, gue suka dia abis dia ganteng baik pengertian bla bla bla bla. Tapi Cinta?

Kata Agnes Mo juga cinta ini kadang-kadang tak ada logika kan?

"Hot chocolate extra marshmallow, selamat menikmati"

Lamunanku buyar ketika seorang pelayan mengantarkan pesananku sambil tersenyum ramah. Berterima kasih.

Malam ini, aku memang sedang berada di salah satu kafe tak jauh dari kompleks perumahan tempatku tinggal. Memikirkan bagaimana sebenarnya perasaanku sekarang, dan bagaimana aku harus bersikap kedepannya. Mungkin sebagian kalian menganggap aku berlebihan dalam hal ini, but believe me, aku nggak akan bisa tidur sebelum masalah ini clear.

"Is this seat taken?"

Aku mengangkat wajah dan seketika tersentak. Terkesiap. Terpaku. Regen berdiri di depanku dengan cangkir coklat yang sama dan menatapku lekat-lekat. Tersenyum. Apakah aku pernah melihat senyumnya yang seperti itu sebelumnya? Apakah dia pernah tersenyum seperti itu kepada orang lain? Apa suasana hatinya sedang baik?

Aku menautkan alis lalu mengangkat bahu.

"Sebenernya itu punya cowok gue sih, tapi, duduklah" Entah kenapa, melihat Regen membuat jantungku bisa berpacu di luar kecepatan normal dan perutku melilit.

Tapi disatu sisi berada di samping Regen juga membuatku merasa aman. Ada sesuatu di diri Regen yang membuat aku merasa bisa menghadapi apapun asal ada di sampingnya.

Regen duduk di seberangku dan meletakkan cangkir coklatnya.

"Lo lagi nunggu cowok lo? Dia nggak jadi dateng?"

Keningku mengernyit. Tawaku seketika berderai sampai sudut mataku basah karena air mata. Regen mengucapkan pertanyaan itu seolah-olah pernyataanku tadi serius. Tiba-tiba sesuatu membuatku tercenung, Cowok gue, aku menunggu cowokku dan Regen muncul. Can you tell me what the meaning of it?

"Lo percayaan amat dah Reg, lagian Shawn Mendes nggak bakal ke Indo cuma buat nemenin gue minum coklat kali," Ucapku, Regen hanya mengangguk-angguk.

Hening. Aku bingung harus membahas apalagi dan melempar lelucon garing apa lagi. Akhirnya, aku memilih untuk menikmati coklatku seperti Regen yang sudah menyesap coklatnya. Aku mendekatkan cangkir itu ke hidung dan mencium aroma khas coklat yang bisa membut badanku rileks dalam sekejap. Menenangkan.

"Lo punya kebiasaan nyium aroma coklat dulu sebelum minum ya?"

Aku meminum coklatku seraya menatap Regen. Membiarkan rasa hangat dari coklat itu menjalar ke kerongkonganku lalu ke seluruh tubuh. Dan rasa hangat yang diberikan Regen lewat tatapannya.

Mata itu. Mata setajam elang yang bisa menenggelamkan, misterus, tapi ternyata bisa juga memberi rasa hangat. Misalnya, sekarang ini.

"Gue suka semua tentang coklat. Harumnya, rasanya.."

Regen meletakkan cangkirnya sambil masih menatapku.

"Lo pernah denger nggak, istilah Life is a box of chocolates, you never know what you're gonna get?" Tanya Regen, mengutip salah satu kutipan foviritku di film Forrest Gump.

"Pernah dong, gue setuju"

"Kenapa?"

"Because life is like a box of chocolates. Kita nggak pernah tau kan, rasa apa yang bakal kita dapet? Bisa aja manis seperti selayaknya coklat, atau bahkan terlalu manis, sampai jatohnya malah jadi pait"

Regen mengangguk-angguk lagi. Ada binar di matanya yang tidak pernah aku lihat sebelumnya, membuat jantungku mencelos, naik, mencelos, dan terus seperti itu sampai rasanya menimbulkan degum yang cukup keras. Aku takut dia mendengarnya dan malah menertawaiku yaampun.

Sekaliii aja nggak malu-maluin di depan Regen.

"Karena hidup yang terlalu manis juga nggak baik" ucapnya.

"Jatohnya pait"

"Semuanya harus dengan komposisi yang pas"

"Kalo coklat batang, tetep butuh kacang mente"

Regen tiba-tiba berhenti menimpali, membuat sejenak aku berpikir aku salah ucap. Matanya menuju mataku, dan wajahnya menampakkan ekspresi yang sulit dijelaskan.

Sampai kemudian senyumnya terukir,

"Karena dalam hidup, kita tetap butuh perpaduan berbagai rasa dengan komposisi dan presisi yang pas. We need sweet taste, but not over"

Senyumku langsung mengembang bahkan menciptakan kikikan kecil yang akhirnya menjadi tawa. Hari ini, ya, aku akan selalu ingat hari ini.

With two cup of chocolates, with our smile, and with my, or our, feeling.

***

A/n

Semoga ini nggak kemanisan,

-A
5/4/16

Aku dan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang