Javier memainkan gelas cocktailnya yang tinggal berisi satu tegukan cocktail lagi saja, ia menggoyang-goyang gelasnya untuk mengguncang pelan isinya sambil satu tangannya bertumpu pada dahinya, "Kau benar. Ia sudah tahu." Javier mengingat kejadian malam itu, saat Kara protes akan kehadiran seorang penguntit yang mengawasi gerak-geriknya.

"Lalu bagaimana, Bos? Apa kita hentikan saja?" Zack terlihat cemas.

Javier mendesah berat. Dihentikan katanya? Kalau dihentikan itu sama saja memberi akses seluas-luasnya bagi Kara.

"Jangan. Kau sebaiknya tetap jalankan tugasmu. Aku tidak peduli ia sudah menyadarinya atau tidak."

"Tapi, Bos..."

"Tidak ada tapi-tapi, Zack. Kau ku bayar untuk ini, bukan?" Javier  mengeluarkan satu buah amplop coklat tebal dari saku celana jeans nya. Melihat hal itu, bisa dipastikan kedua mata Zack berseri-seri. Memang untuk ini ia datang ke tempat ini, untuk menerima upah.

"Lakukan saja apa yang ku perintahkan! Kalau memang dia menyadari bahwa kau mengikutinya, itu semakin menguntungkan buatku..." Javier tersenyum licik.

"Menguntungkan? Bukankah kita bisa dilaporkan ke polisi, Bos? Karena sudah mengancam kenyamanan hidup oranglain?" Kini Zack nampak seperti kebingungan.

Javier tertawa. Tawanya pecah membuat bartender yang sejak tadi sibuk membersihkan gelas dengan lap bersihnya menoleh heran padanya. Namun, Javier tidak peduli. Sekali lagi, ia menenggak cocktailnya, kali ini hingga tandas.

"Kara tidak akan melakukannya. Ia terlalu mencintaiku, jadi tidak mungkin ia mempermalukanku dengan melaporkanku. Percayalah!" Katanya sambil menepuk bahu Zack, "Lagipula... kalau ia menyadari kau menguntitnya, itu artinya kedepannya ia akan lebih hati-hati dalam berurusan dengan Damian atau lelaki manapun itu."

Zack mengangguk mengerti, ia mengusap dagunya seperti orang sedang berpikir. Melihat tingkahnya, Javier jadi bertanya-tanya.

"Ada apa?"

"Sekarang aku baru percaya, Bos. Ternyata rasa cemburu itu memang bisa membuat seseorang bertindak protektif."

Javier mengangkat sebelah alisnya, "Apa? Cemburu katamu?"

"Ya. Bos dengan Nyonya pastilah karena Bos mencintainya jadi... Bos tidak ingin si pengacara itu mendekatinya." Zack yang tidak tahu apa-apa berkata dengan polosnya. Hal itu tentu saja membuat kegeraman dalam diri Javier, cinta katanya?!

"Tapi, ku rasa itu hal yang wajar, Bos. Seorang suami sudah selayaknya begitu pada wanita yang dicintainya, kan?" Zack mengulanginya lagi.

Spontan Javier bangkit berdiri. Ia menarik kasar kerah kemeja Zack. Membuat Zack mendekat paksa ke arahnya. Lalu, dengan tatapan tajam ia menatap Zack, "Jangan bicara soal cinta padaku! Sebaiknya lakukan saja tugasmu dan jangan mencampuri urusan pribadiku!!" Ia berkata dengan geramnya. Kemudian ia melepas kasar tubuh Zack menjauhinya dan melemparkan amplop coklat berisi uang itu di meja bar, sebelum akhirnya ia pergi dengan kemarahan yang masih memenuhi dirinya.

***
"Ibuuuuuuu!!" Teriak Kara dari gerbang masuk panti. Ia bahkan bergegas turun dari yaris hitam milik Sandy. Sandy ikut mengantarnya ke panti ini. Seseorang yang dipanggilnya Ibu sudah menunggunya di teras depan panti. Wanita berusia sekitar 58 tahun itu tersenyum tulus melihat kedatangan Kara. Wajahnya belum keriput benar, kulitnya bersih.. namun beberapa helai uban sudah nampak di rambutnya. Ia merentangkan kedua tangannya untuk menyambut Kara. Disisinya berdiri Damian yang sudah sejak dulu sampai.

"Ibu.... Kara kangen....." Kara yang sudah berada di pelukan Ibu asuhnya itu menggelayut manja dalam dekapnnya. Ibu Mirna, ibu asuhnya itu, hanya mengangguk sambil mengusap lembut punggung Kara.

Broken WingsWhere stories live. Discover now