Sembilanbelas.

381 55 29
                                    

Previously...

Satu kalimat yang keluar dari bibir Hannah membuatku tidak dapat berkutik.

---------------------------------------------------------

Mataku menangkap gedung tua nan seram ini lagi. Tanganku mengepal dan terasa basah. Sungguh, aku melampaui kata gugup.

Hannah menggandengku dan tersenyum ketika aku melihat ke arahnya. Melihat Hannah yang selalu tersenyum membuatku mengikutinya.

Kami berjalan beriringan memasuki gedung ini. Bibirku bergetar saat memasuki ruang utama gedung ini. Aku merasa seperti buronan, seluruh pasang mata menatapku dari atas sampai bawah. Ruangan ini ber-AC, tapi tetap keringat menuruni pelipisku.

Hannah membawaku ke lorong yang kurang kuketahui. Aku ingin bertanya kemana, tapi aku pun tak bisa bernapas dengan baik.

Ia membuka satu pintu berwarna hitam yang terbuat dari besi. Saat pintu itu terbuka sepenuhnya, aku melihat sesosok Mrs. Smith dan seseorang berambut panjang duduk membelakangiku dan Hannah. Sorot mata Mrs. Smith langsung mengarah padaku. Ia berjalan mendekatiku dan Hannah. Ia melempar senyum padaku dan meninggalkanku. Begitu pun dengan Hannah, ia hanya senyum padaku dan beranjak pergi. Tak lupa, menutup pintu. Mereka semua meninggalkanku tanpa sepeser kalimat pun. Bahkan tak ada satu kata pun yang melesat dari bibir mereka.

Mataku melihat ke arah seseorang yang duduk membelakangiku. Kepalanya merunduk dan rambut basah nan panjangnya menutupi kiri-kanan wajahnya. Dengan hati-hati aku mendekatinya. Semakin dekat, aku bisa melihat tangannya yang terikat di kedua sisi bangku tersebut, kakinya terikat di kaki bangku.

Ia mengangkat wajahnya saat bayanganku menutupi cahaya yang menyinarinya. Harry.


Harry's POV

Tangan dan kakiku terikat. Sudah dua hari aku berdiam diri dalam keadaan seperti ini. Mrs. Smith berdiri di depanku dengan tangan yang bersilang di depan dadanya. Ia menatapku tajam.

"Apa yang kau inginkan?" tanyanya dengan nada kasar. "Kau ingin menjadi berandalan dan jagoan di Institut ini, huh?"

Aku berdiam dan tak ingin mengeluarkan satu kata pun dari bibirku. Ia selalu menanyakan hal itu padaku dua hari belakangan ini. Tepatnya setelah aku menikam Liam dengan garpu kecil. Lelaki itu teralu banyak berbicara.

"JAWAB!" teriak Mrs. Smith kencang dan menampar pipiku.

Aku tidak merasakan sakit yang berlebihan. Toh, selama dua hari ini aku selalu di perilakukan seperti ini. Aku merasakan ujung bibirku berdarah dan aku membiarkannya. Aku tetap tak menjawabnya tapi malah tertawa mengejeknya. Saat perempuan tua itu ingin menamparku lagi, pintu ruangan ini terbuka. Ia langsung menurunkan tangannya dan tersenyum pada seseorang yang masuk itu. Aku tak tahu siapa yang masuk, leherku sakit jika di miringkan dan jika mendongak. Mrs. Smith berjalan menjauhiku dan aku menundukkan kepalaku.

Lalu kudengar pintu ruangan ini tertutup.

Aku mengira sudah tidak ada orang di sini, tapi satu siluet menutupi pencahayaanku. Aku berusaha mengangkat wajahku untuk melihat siapa yang datang. Butuh usaha yang keras dan rasa sakit memang. Tapi rasa sakit itu hilang saat melihat siapa yang datang. Tapi berubah menjadi perih. Indiana.


Indiana's POV

Air mataku lagi-lagi menetes deras melihat sosok Harry di depanku. Wajahnya sangat berbeda dengan Harry yang kukenal dulu. Luka goresan di alis mata dan pipinya, ujung bibirnya meneteskan darah, di bawah matanya terdapat kantung hitam, matanya pun memerah.

Insanity. (Harry's Fanfiction)Where stories live. Discover now