Sembilan.

352 61 11
                                    

Previously...

Ia menghela napas berat dan tersenyum. "Sebagai permohonan maafku karena kedua pasienku hampir membunuhmu," aku ingin membuka mulut untuk mengkomplain, tapi Mrs. Smith memotongnya. "Jangan bantah aku, Indiana. Sekarang bersihkan dirimu. Kita akan melihat apartemenmu."

---------------------------------------------------------------------

Mau tidak mau, aku mengikuti kata-kata Mrs. Smith untuk membersihkan diriku. Shower di kamar mandi kecilku ini berdecit jika aku membiarkan airnya mengalir. Tapi aku masih beruntung memiliki heater. Air hangat menerpa kulitku, membuatku nyaman dan bebanku terasa hilang. Namun, kejadian tentang Harry dan Liam masih menghantuiku.

Wajahku, kututupi dengan bedak tipis. Kutebalkan di tempat yang memar dan keungu-unguan. Yang tak bisa kututupi hanya satu, mataku.

Harry's POV

"FUCK!" teriakku. "GET ME OUT FROM THIS STUPID ROOM!"

Sialan! Aku berada di ruangan putih bodoh ini lagi. Rencana kaburku yang ketiga dengan Liam gagal karena John, si penjaga bodoh itu.

Aku memukul tembok ruangan ini.

Kepalaku pusing, perutku mual, mataku berasa berkunang-kunang, dan dadaku terasa sakit. Dua hari berturut-turut aku dan Liam di masukkan ke dalam ruangan ini secara bergantian.

Bayangan itu muncul lagi di dalam kepalaku. Aku berteriak sekuat tenaga. Wajahku terpenuhi oleh keringat dan airmata. Aku benci bayangan itu! Aku benci bayangan wanita dan pria bodoh itu! Aku benci anak kecil yang sedang menangis itu! Dasar kau lelaki lemah!

Indiana's POV

Netherlands. Negara yang paling kucintai. Tanaman subur, petani bekerja dengan baik dan binatang ternak terawat dengan baik. Suasana di sini tidak pernah geresang. Walaupun ini Negara lebih rendah daripada laut, Negara ini sudah bertahun-tahun tidak banjir. Sungguh hebat bukan?

Sayangnya, aku tak bisa merasakan udara luar saat ini. Mrs. Smith membawaku dengan mobil mahalnya. Lama kami terlibat dengan sunyi di dalam mobil ini, tak ada suara apapun selain suara hujan menghantam mobil ini dan suara mobil berlewatan.

"Kenapa jauh sekali?" aku memberanikan diri untuk bertanya pada Mrs. Smith.

Ia hanya diam dan menengok ke arahku. "Apartemenmu sedikit keluar dari pedesaan," jawabnya santai sambil memutar kepalanya ke arah jendela lagi.

Mendengar jawaban Mrs. Smith, mataku melebar tak percaya. Sedikit keluar dari desa? Itu jauh sekali! Institut milik Mrs. Smith hampir di ujung perkampuan Amsterdam dan hampir mendekati perbatasan.

"Mrs. Sm—"

"Annabelle." Potong Mrs. Smith tanpa melirik ke arahku sedikitpun. Matanya hanya menatap jalanan yang di guyur hujan.

"Annabelle, tidakkah kau pikir ini teralu berlebihan? Aku bahkan baru bekerja satu bulan dan kerjaku sama sekali tidak ada apa-apanya dari hadiah yang kau berikan."

Mrs. Smith menengok ke arahku. Matanya yang tajam menatapku dengan tatapan yang serius. "Sudah kubilang, Indiana. Aku tak menerima penolakkan," jawabnya singkat lalu bibirnya tertutup rapat.

Aku tak bisa berkutik lagi. Apa dayaku menentang Mrs. Smith? Aku hanya bisa berterimakasih banyak. Tapi, apa tujuan Mrs. Smith membelikanku apartemen? Aneh.

Setelah menempuh perjalanan yang sangat panjang, akhirnya kami sampai di tengah kota Amsterdam. Suasana di sini sudah berubah, banyak mobil-mobil berlalu-lalang di jalan, gedung-gedung dan perumahan yang mewah. Satu hal yang membuatku betah tinggal di Amsterdam adalah bangunannya. Di sini, mereka dilarang merombak bangunan lama, apalagi menghancurkannya. Jadi, di sini sangat terasa kekeluargaannya.

Insanity. (Harry's Fanfiction)Where stories live. Discover now