Chapter 4 : Just a Dream?

6.1K 358 1
                                    

Aku membuka mata karena cahaya matahari yang masuk menyilaukan mata. 

"Di mana ini? Hutan?" 

Pandanganku menjelajah sekeliling, dan yang kulihat hanyalah pepohonan dan rumput hijau yang menawan. Hawa pagi yang segar dan bertiup lembut. Hutan ini tampak seperti sebuah surga alami yang tak pernah terjamah oleh peradaban manusia. Pepohonan tinggi dan lebat menjulang ke langit, membentuk kanopi alami yang melindungi tanah dari sinar matahari yang menyengat.

Suara riak angin meniup daun-daun, menciptakan melodi lembut yang menenangkan. Aku merasa benar-benar terhubung dengan alam di sana, dengan aroma tanah basah dan tumbuhan hijau yang menyegarkan mencium hidungnya. Di kejauhan, terdengar cicitan burung dan berbagai jenis suara hewan liar yang membuat hutan ini hidup.

"Indah sekali."

Aku berjalan mengikuti aliran sungai kecil yang berdekatan dengan tempatku terbangun. Melangkah perlahan di antara pohon-pohon besar yang rimbun. Di bawahnya, rumput dan semak-semak tumbuh subur. Dia bisa merasakan kehidupan di sekelilingnya, seakan-akan hutan ini punya semacam energi yang mengalir dalam setiap seratnya.

Tanpa sadar, aku telah keluar dari hutan. Aku terus menyusuri jalan setapak yang membawaku keluar dari hutan, dan di kejauhan, terlihat keramaian yang menyerupai sebuah pedesaan.

"Aku berada di mana ini? Tidak mungkin di Zaman Edo, bukan?" 

Aku melangkah perlahan melintasi pedesaan yang seakan-akan membawa aku kembali ke zaman Edo. Langit biru cerah terhampar di atas, dengan matahari pagi yang perlahan naik di ufuk timur, menerangi pedesaan ini dengan cahaya keemasan yang lembut. Ini adalah pemandangan yang membuat hati tenang dan damai.

Di sepanjang jalan berdebu, rumah-rumah tradisional Jepang dengan atap jerami dan dinding kayu putih menjulang di sisi kanan dan kiri. Rumah-rumah itu memiliki taman-taman kecil yang dihiasi dengan batu-batu lonceng dan bonsai, menciptakan atmosfer yang penuh kedamaian. Aku bisa merasakan sejarah yang terkandung dalam setiap struktur kayu dan sentuhan seni yang mewarnai setiap detail rumah.

Warga desa melintas di jalan ini, mengenakan kimono tradisional dengan corak yang indah. Mereka tampak sibuk dengan aktivitas harian mereka, beberapa dari mereka membawa keranjang bambu dengan sayuran segar, sementara yang lain berbicara dengan tetangga mereka di depan rumah mereka. Pedesaan ini hidup dengan ritme yang tenang, jauh dari keramaian kota besar.

Di sana, terlihat seorang gadis berambut perak, seolah-olah mirip dengan kuping rubah. Saat aku mendekat, ternyata rambut itu adalah asli milik gadis tersebut. Gadis itu kelihatan memiliki sinar di sekitar tubuhnya, dan nampaknya dia datang dengan beberapa pengawal yang mengikutinya. Dengan anggun, gadis itu mendekati warga desa.

"Oh Dewi, terima kasih atas kedatanganmu ke desa terpencil ini," kata seorang pria paruh baya yang sepertinya adalah kepala desa.

"Ini adalah tugasku untuk melindungi dan melayani kalian yang mempercayaiku," jawab gadis itu dengan suara lembut, tersenyum begitu manis tanpa kesan dibuat-buat.

Aku merenung, "Apa ini semua? Wajah gadis itu sangat mirip denganku! Mungkinkah dia seorang Dewi?" 

Kemudian, Dewi tersebut pergi dari desa, menghilang melalui sebuah portal. Tanpa berpikir panjang, aku segera melompat ke dalam portal itu sebelum tertutup.

Setelah sampai di tempat tujuan, aku membuka mataku perlahan. Aku sangat terkejut melihat apa yang ada di depanku. Aku berdiri di depan gerbang megah yang menghiasi pintu masuk ke tempat tinggal para Dewa dan Dewi Jepang. Tempat ini adalah sebuah kastil yang tidak hanya indah, tetapi juga memancarkan aura magis yang kuat, menjadikannya sebagai tempat yang sangat istimewa.

Goddess & Prince of VampireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang