Aku mendengar suara langkah kaki mendekatiku dan sejurus kemudian, sepidol di tanganku sudah berpindah tangan. Aku mundur selangkah, memperhatikan cowok itu gesit menyelesaikan soal. Sepertinya mudah, oh gitu.. jadi ini dipangkatin,, ohh.

Aku baru sadar kalau sejak tadi mulutku ternganga membentuk huruf o, ketika cowok itu selesai mengerjakan soalnya dan berbalik menyerahkan sepidol kepada guru matematika itu. Dia kembali berjalan ke mejanya yang hanya berseling satu meja dari mejaku sendiri. Cool! Dia bener-bener keren.

"Melody! Duduk! Kamu mau berdiri di situ terus sampai pagi?"

Aku terlonjak kaget dan langsung kembali ke mejaku sambil terus mengumpat dalam hati. Ah, awas aja tuh guru nanti. Liat aja.. aku akan... apainn ya.

Krrrrrrrrriiiiiiiiiiiiiiinnnnggggg

Pekikan senang tertahan dan helaan nafas lega, langsung memenuhi kelas baruku ini. Aku menoleh ke belakang, ada dorongan kuat dari diriku untuk melihat cowok keren tadi. Ah, sepertinya aku harus cari tau dia siapa.

Setelah memberi salam, guru matematika tadi keluar kelas di susul dengan penghuni kelas lainnya. Ada beberapa orang yang tersenyum padaku, tapi ada juga yang hanya pergi begitu saja tanpa basa-basi. Oke, apakah tidak ada yang peduli sebentar untuk mengajakku berkenalan? Aku benar-benar belum kenal seorangpun disini dan aku benar- benar butuh seseorang untuk beradaptasi.

Dengan cepat, kursi-kursi yang semula berpenghunipun berubah menjadi kursi-kursi kosong karena ditinggal pemilikknya. Aku menghela nafas. Hari ini adalah hari pertamaku sekolah di sekolah ini setelah tinggal di rumah oma di Singapore sejak lulus SMP dua tahun lalu. Singapore memang terdengar tidak terlalu jauh. Tapi namanya juga pindah. Pin-dah = lingkungan baru. Aku tetap membutuhkan seseorang untuk menjadi guide ku di sekolah ini.

"Arrrrrggghhht" aku berteriak frustasi. Seharusnya aku menghubungi seseorang atau siapalah yang aku kenal dulu sebelum pindah ke sini. Tapi memangnya mau menghubungi siapa? Aku bena- benar sudah lost contact dengan teman-teman lamaku di SMP dulu.

"Kenapa papa mesti pindahin gue kesini lagi sih?? Yaampun gue kan udah kelas 3. Dikira gampang ya adaptasi sama lingkungan baru lagi. Kenapa nariknya nggak nunggu gue lulus aja ?!" sungutku sambil memukul -mukul meja yang terbuat dari besi ini geram. Tenang saja, aku memang sudah terbiasa mengoceh sendirian seperti ini. Tenang, aku nggak gila kok, aku hanya sinting!

"Errgghh, papa emang raja tega. Main pindah pindahin orang seenaknya aja.. dia nggak tau sih gimana-AARGH?!" Celotehanku terpotong dan berubah menjadi pekikan kaget ketika mataku tanpa sengaja menangkap sosok yang duduk tepat di belakangku. DIA COWOK YANG TADI! Ampuuunnn,,, aahh untuk kedua kalinya aku minta bumi menelanku sekarang juga. Dia pasti dengar. Orang yang telinganya bermasalah sekalipun pasti dengar karena volume suaraku sudah gila-gilaan tadi. Ah, sial sekali hidupmu Melody.. sial sial sial!

"Apa?" aku tersentak kaget mendengar cowok itu membuka suara. Muka ku, ah, pasti sudah berserakan di lantai bekas sepatu orang.

Dengan gaya sok dingin, akhirnya, aku memutuskan untuk mejawab.

"Apa? Lo pasti denger semuanya tadi. Kan? Nggak usah ketawa! Gue pindah ke sekolah ini tuh emang terpaksa banget berhubung gue butuh ijazah SMA buat kuliah dan kerja nanti. Ck, kalo bukan karena itu, gue lebih milih tinggal di Singapore sana. Enakan juga disana, apa-apa gampang. Orang sendiri-sendiri. Nggak kayak disini, ribet. Apa-apa susah dan mau nggak mau setip saat harus minta bantuan orang. Belum lagi disini ada kakak- kakak gue yang bawel, rusuh, ribet-"

"Terus apa urusannya sama gue? Itu kan urusan lo. Ini juga sekarang kelas lo juga. Jadi suka-suka lo mau lo treak-treak kayak tadi kek lo mau ngapain kek. Ya jangan libatin gue" balas cowok itu ketus, membuatku terbelalak kaget. What? Aku kira dia tipe cowok yang, ah, lupakan bayanganku tentang cowok ini tadi, ternyata aku salah besar!

"Teriak aja sesuka hati lo. Anggep aja gue nggak denger" serunya santai, kemudian melanjutkan pekerjaannya mencoret-coret buku. Aku mengepalkan tangan dan memukul- mukul meja lagi sampai tanganku sakit.

"Rese!" balasku lalu mengambil tas dan berjalan meninggalkan kelas. Belum sempat aku benar-benar meninggalkan kelas, langkahku terhenti melihat siapa yang sekarang berdiri di depan pintu kelasku. Aku terpaku seketika. Apa yang akan kamu lakukan jika kamu melihat orang yang pernah kamu suka setengah mati tiba-tiba berdiri di depanmu setelah dua tahun lebih?

"Ody?"

Aku tersentak. Apa tadi dia menyebut namaku? Dia bilang Ody? Dia masih ingat aku?

"Bbii.. bi.. an? Kok lo" aku mengutuk tenggorokanku yang begitu sulit mengeluarkan suara dengan benar.

Cowok yang aku kenal sebagai Bian itu tersenyum lebar sambil mengulurkan tangannya.

"Hey dy, apa kabar?"

Aku mengerjap-ngerjapkan mata dan menghela nafas untuk mengurangi ketegangan.

"Fine, lo sekolah disini juga?" aku berusaha untuk bersikap biasa ketika menerima uluran tangannya. Tapi sialnya jantungku malah jumpalitan dan memulai disko lagi.

"Gue yang harusnya nanya gitu. Lo kok bisa ada disini? Terakhir gue denger lo tinggal sama oma lo di Singapore?" Tanya Bian masih dengan senyumnya. Oh, aku mohon jangan tersenyum seperti itu.

"Ini hari pertama gue. Hehe" semoga tidak terdengar kikuk. "lo kelas.."

"Sebelas, gue kan satu tahun dibawah lo" jawabnya cepat.

Jangan heran kalau aku dan Bian berbicara tidak selayaknya seorang adik dan kakak kelas. Oke, apa aku perlu mengatakannya? Ya ya ya.. Bian ini mantan ku. MANTAN, ah, silahkan Tanya Bian kalo kalian nggak percaya.

"Jadi lo disini? Berarti lo sekelas sama-"

Brraaak

Aku dan Bian sontak menoleh ke arah belakang kelas. Lebih tepatnnya kearah cowok yang tadi itu.. ah siapa sih namanya, anggap saja dia Iceman, yang tiba-tiba membanting bukunya dan membuat ucapan Bian terpotong.

"Sekelas sama siapa tadi Bi?" tanyaku tanpa mengacuhkan sikap aneh si Iceman. Boleh aku mengambil ucapannya tadi? Terus apa urusannya sama gue? Itu urusanlo kan? HAHA.

Tanpa kuduga, Bian menggeleng seraya berkata.

"Enggak, bukan siapa siapa kok. Eh dy, udah ya. Gue udah ditunggu sama orang. Oh iya, Livia di 12IPS1. Kelasnya di ujung koridor ini," jelas Bian sambil membetulkan tali ranselnya.

"Gue balik dulu ya, bye, kita ngobrol lagi kapan-kapan." Katanya lalu berbalik tanpa menunggu reaksiku. Hufft, mungkinkah yang menunggunya itu perempuan? Ah sudahlah. siapapun itu, toh aku sudah bukan siapa siapanya lagi. Aku baru akan meninggalkan kelas ketika otakku seperti baru menyadari sesuatu. Setelan yang dipakai Bian? Basket? Ah, rupanya dia cowok yang sedang latihan basket tadi.

Aku menghela nafas sambil ikut-ikutan membetulkan tali ransel. Tanpa menoleh, akupun keluar kelas dan pulang dengan perasaan lebih ringan.

***

A/n

Part satu... aneh? Freak? Garing? Gaje? Yes! I know that.

Btw, ada yang merasa 'kayak kenal' sama nama lengkapnya Ody? Yang udah baca RAC mungkin?

-A
31/1/16

Aku dan HujanWhere stories live. Discover now