Perjalanan Panjang (2)

303 19 4
                                    

"Kisen, apa kau mau buang air kecil?" Samar-samar suara itu terdengar bersamaan dengan bunyi 'kentut' bus saat berhenti di salah satu rest area. Entah dari siapa, tapi kali ini aku membutuhkannya. Sedari tadi kutahan dan rasanya memang tidak enak. Apalagi jika yang ditahan adalah perasaan. Ya, perasaan untuk seseorang disebelah sana yang menahan perasaan rindu kepada orang terkasih nun jauh di Bali.

"Iya, sebentar, Zhas!" Buru-buru kuhampiri sumber suara itu, Zhasalsi, dan segera mematikan paksa layar smartphoneku. Tak apa lah, buang air kecil lebih penting. Aku tidak peduli bagaimama nanti errornya hapeku yang dimatikan paksa, tapi lebih peduli dengan toilet umum yang banyak sekali orang sampai menyembul keluar. Rasa ingin buang air kecilku menjadi hilang tertiup angin karena toilet umum bisa berubah menjadi pasar seperti ini.

Berdesak-desakan, baunya toilet, baunya badan para supir truk angkut, uh, bahkan lebih menyengat dibanding bau daging-dagingan di pasar. Tapi benar, deh. Aku jadi tak ingin buang air kecil dan segera balik menuju bus.

Kembali jalan menuju bus, aku berpas-pasan dengan Gala dan Haezer yang balik sehabis dari toilet. Dengan menyembunyikan tangannya di saku, ia berjalan dengan sangat cool yang buat semua mata tertuju padanya. Sementara Haezer hanya sebagai buntut, mengikutinya dari belakang.

"Hei, Kisen," Haezer dengan suara beratnya menyapaku. Ia memang baik, dan akrab ke semua orang, tak peduli laki-laki atau perempuan. Walau tampangnya adalah laki-laki berandalan, cuek, dan sepertinya tidak begitu pintar, aslinya adalah ia kebalikannya. Ia laki-laki termanis menurutku karena sering menyapa dan masih bicara memakai 'aku-kamu'. Langka sekali. Mana ada cowok tampang berandalan tapi ngomongnya 'aku-kamu'!? Ada, ding. Haezer.

"Hei juga, Haezer," aku memberikan senyum paling manis karena tahu Gala ada disitu. Gala segera berhenti dan menyadari adanya aku. Itu yang buat aku ingin buang air kecil seketika.

"Eh, Jom," ia mengangguk. Aku senang sekali. Senyumku memang tak bisa dibohongi. Sebegitu bodohnya ia tak menyadari tandaku?

"Heii Taakk!!!" sounds full of semangat. Konon katanya jika ada seorang perempuan sedang bicara ke laki-laki yang ia suka, maka suaranya akan ia tinggikan tanpa ia sadari. Memang benar, aku setuju.

"Duluan, Jom." Gala pergi dan Haezer tetap membuntuti. Namun kini tatapan Haezer sangat beda. Ia bagai anak kecil kehilangan permen: mengkerut, menatap aneh, bergegas pergi.

**
Sampailah aku disini dan mendapatkan posisi wuenak setelah berhasil menyalakan smartphone tanpa hambatan. Oh, ya! Notifikasi yang tadi kututup paksa! Apa, ya, isinya?

Notification
Galaksi Airarthur menandai anda..
Galaksi Airarthur menandai anda..
Galaksi Airarthur menandai anda..
Show more notification▶

"HAAAHH!!" teriakku terperanjat. Sial, ada apa ini? Jantungku berdebar dan melompat, sampai takut menerobos bangku bus di depanku.

"Kenapa, Kis?" Moona menepuk pundakku. Kulihat yang lain masih melihatku nanar.

"Eh, entah, he,"

"Ah, kamu di tag Gala, 'kan, di post? Hei, lihat.. ia kurangajar sekali." Moona menggeleng kepalanya yang berisi otak cemerlang itu.

"Ke, kenapa?" Jariku sibuk mengetuk layar yang memunculkan logo loading yang menyebalkan itu. Sinyal susah sekali didapat, padahal aku masih tak terlalu jauh dari sekolah.

"Lihat ini! Ia tidak mengetagku!!" Moona menyeru. Ia berdiri dengan cepat, dan dengan susah payah ia meneriaki Gala dibelakang.

"Hoo, dasar! Gak ke tag, nih?" Moona menunjuk dirinya dengan ada amarah dan sedikit tertawa geli. Gala memasang muka bingung, tapi tertawa. Konyol.

"Apa, sih, Moon?" Gala ikut berdiri, jaketnya tersibak begitu saja. Earphone putih yang tersangkut ditelinganya ia lepaskan.

Aku masih diam di logo ini.

Di sinyal jelek ini.

Yang buruk ini, seperti perasaanku untuk 'meminggirkan' Wedka.

"Moona, kurasa aku harus melihat post itu.. sinyalnya--" aku berhenti. Moona sudah tak ada disampingku. Seperti yang kubilang, orang pintar bergerak cepat.

Mataku mencari-cari Moona dari tumpukan siswa-siswi berseragam lengkap ini. Oh, ternyata ia menemui Gala. Ya sudah, terserah.

Terserah, ya?

"MOONAAA!!!" tidak tahu kenapa, hari ini aku lebih banyak berteriak, sekaligus mencegah Moona dekat dengan Gala--ah, harusnya aku tidak boleh seperti itu! Tapi semua itu percuma. Telinga Moona tak menangkap suaraku.

Kembali kubuka handphoneku yang mati karena tidak kuketuk selama 15 detik, dan tiba-tiba, dengan suatu keajaiban, post itu terbuka.

Seorang Galaksi Airarthur mengepost banyak sekali tentang hari ini, padahal sampai ke tempat tujuan saja belum. Ia mengetag beberapa temannya di postnya, seperti Haezer, Adana, Moona, dan seorang Kisendrian. Namun ada satu post dengan namaku yang di tag terlebih dahulu, bersama Adana dan Haezer, tetapi tidak dengan Moona. Maka itu, Moona marah-marah-gemas.

Yah, kau tahu? Mungkin ini terkesan sepele, tapi bagai manusia labil sepertiku, ini something special. Mungkin karena mataku terbelalak melihat tanpa nama Moona, dan aku, aku, aku tertanda. Entah apa perasaan yang lebih membuat moodku naik pagi ini. Sambil memasang earphone, aku berdeham sebentar dengan memeluk jaket. Cuaca ini dingin, seperti.. tidak, tidak seperti sikapmu.

Jika kau tanya aku apa selanjutnya, aku tak bisa berkata apa-apa.
Seseorang yang memberi kesan bahwa aku ada, memang harus dipertahankan.
Seseorang yang merasa terbang, pasti lupa sama bumi yang ia pijak, bukan begitu?

"Kisen, siap-siap. Kita sudah mau sampai."



GalaksiWhere stories live. Discover now