25. Best Mistake

4.7K 224 7
                                    

“Rin, kamu kenapa?” tanya Al saat melihat Irina memegang keningnya sejak tadi.

“Gapapa kok, cuma sedikit pusing. Hari ini kita balik ke rumahkan?” tanya Irina sambil mengangkat wajahnya.

“Besok aja ya? Soalnya di rumah ada tukang,” jawab Al,Irina mengerutkan dahinya. Al tidak pernah bilang kalau rumahnya akan direnovasi tapi seingatnya rumah masih dalam keadaan baik. “Gudang atas belum sempet aku selesaikan.”

Mereka kembali terdiam, namun Irina hanya memandang Al dalam diam. Menatap dengan serius setiap sudut wajah Al, entah kenapa ia menginginkan Al selalu disisinya, bukan karena bayinya namun hatinya yang sudah mencintai Al sejak dulu.

“Rin?” panggil Al dengan menatap Irina. “Besok ngedate yuk!”

Irina mengangkat sebelah alisnya bingung seakan kalimat yang keluar dari mulut Al adalah kalimat teraneh yang diucapkan. “Jalan maksudnya?”

Something like that.” Jawab Al dengan mengangkat kedua bahunya. Irina terdiam, bukan karena ia tak menemukan jawabannya namun ada yang aneh dari ajakan Al yang mendadak itu.

“Okey.” Jawab Irina menganggukan kepalanya, Al tersenyum manis melihat Irina.

Perjalanan mereka berakhir di rumah Luna setelah setengah hari tadi mereka habiskan dengan berwisata kuliner, Al hanya mengikuti keinginan Irina yang di luar pikirannya. Sebelum Al membukakan pintu rumah yang terlihat sepi, maklum sekarang masih sore dan yang pasti Mama dan Zhifa masih berkutat dengan barang diskon dan Papa serta Bara bekerja yang tersisa hanya si Bungsu yang menjaga rumah, ia menahan tangan Irina.

Can I call you Sayang or something like that?” tanya Al sebelum keluar dari mobil. Matanya menatap serius kemata Irina.

Yes, you can.” Jawab Irina dengan gugup.

“Can I kiss you?” kali ini langsung membuat Irina merona dan menundukan wajahnya, namun tanpa meminta jawaban Al langsung mendekatkan wajahnya dan mengecup pelan bibir Irina yang berwarna pink itu.

Irina berulangkali menghela napas akibat ciuman singkat itu, reaksi tubuhnya sungguh berbeda seakan ia ingin lebih dari sekedar ciuman itu namun ia harus bisa mencegahnya karena tak ingin merasa sakit. Begitu pula Al yang harus menahan diri akibat ciuman itu, dia sangat merindukan Irina namun ia tak ingin Irina pergi karena nafsunya yang tak tertahan.

Do you want me?” kata Irina pelan dan begitu serak dengan kepala menunduk, Al langsung menatap Irina dengan senyum senang, seharusnya Irina tidak perlu bertanya yang sebenarnya dia sudah tahu jawabannya.

Always!” balas Al dan tanpa menunggu lama ia langsung menarik Irina ke dalam rumah.

Edgar menaikkan sebelah alisnya saat melihat kakaknya dan Irina berjalan dengan terburu-buru, mengabaikannya seakan dirinya patung dewa yunani yang tampan. Namun Edgar paham dengan tingkah Irina yang malu-malu dan ia berkesimpulan akan terjadi tebar bunga di ranjang, begitu pula wajah mesum kakaknya yang tidak dapat ditutupi. Sebentar lagi dia akan punya keponakan ketiga, atau keempat? Tapi tunggu, ia melihat perubahan yang tak ia percaya pada tubuh Irina. Sebagai calon dokter ia paham dan tahu gimana keadaan Irina saat ini.

“Woy! Soft play, inget woy, nyebut jangan lupa.” Teriaknya saat Al menutup pintu kamar dengan kencang.

💔

Irina terbangun saat matahari menyinari wajahnya, dia menoleh ke samping yang sudah tidak ada penghuninya lalu ia duduk dengan bersandar di pinggir ranjang seraya menarik selimut. Masih hangat dalam ingatannya bagaimana percintaanya dengan Al semalam, begitu lembut dan memabukkan. Pipinya merona mengingat berapa banyak ia bermain bersama Al, ia menutup wajahnya yang panas. Ada sebuah kertas note yang tertempel di lampu tidur, di sana ada sebuah tulisan yang langsung Irina ambil.

Reis [Re-write]Where stories live. Discover now