21. Already gone

3.1K 190 2
                                    

Irina menuangkan susu ke gelas milik Al, pagi ini ia harus segera berangkat ke studio untuk membicarakan tentang pemotretan di Jepang yang ia ambil. Akhir-akhir ini ia menghabiskan harinya di studio, atau menghadiri beberapa syuting iklan yang ia ambil tanpa berpikir lama. Ia duduk di ujung meja, jauh dari jangkauan Al.

“Lemari es sudah gue isi sama bahan makanan, jadi kalau elo butuh makan tinggal masak. Semua perlengkapan elo selama seminggu sudah gue siapin, tinggal elo ambil di lemari –“

Al menatap Irina dengan bingung. Akhir-akhir ini Irina begitu jelas perubahannya, bersikap dingin namun tetap melayaninya. “Elo kenapa?”

“Minggu depan gue ke Jepang, proses pemotretan dan ada pengambilan gambar buat film,” jawab Irina yang langsung membuat Al membelalakan matanya.

Al menyipitkan matanya, meskipun Irina tidak mungkin menatapnya dan lebih memilih memandang piring berisi roti panggang. “Elo lagi enggak coba menghindarkan?” Al berdiri bangkunya, ia menghampiri kursi Irina dan menatapnya penuh menuntut.

Al sadar selama kejadian malam itu, Irina mencoba menghindarinya meskipun masih melayani seperti biasanya. Al tidak buta jika Irina menjaga jarak dengannya, dia lebih sering di rumah Luna dan jika di rumah Irina lebih memilih tidur lebih dahulu dan membelakanginya seakan ingin menghilangkan komunikasi dengannya.

Irina terlihat salah tingkah, ia mencoba menyibukan diri namun tangannya dipegang oleh Al saat Irina ingin pergi.

“Eo menghindarkan?” tanya Al lagi, Irina mencoba membuang muka namun tak ia lakukan.

Irina seraya mengangkat bahunya. “Gue enggak menghindar dari apapun, cuma bosan di rumah.”

Al menyipitkan mata, curiga dengan tingkah Irina namun Al langsung melepaskan cengkramannya membiarkan Irina pergi meninggalkannya.

Irina berjalan menuju kamarnya lalu duduk di pinggir kasur, menangkup wajahnya dengan kedua tangannya. Bayangan masa lalu kembali berputar, seperti lagu Kelly Clarkson yang seakan mengiringinya. Sebuah dering ponsel terdengar, Irina melirik sekilas benda tipis yang berada di nakas yang ternyata ponsel Al yang berbunyi. Sebuah panggilan dari seseorang, Irina melihat kontak telpon yang tertera.

Sandra calling...

Ia tutup kedua telinganya, menjatuhkan diri di karpet bulu dan menenggelamkan wajahnya diantara lututnya. Air mata yang ia tahan sekuat tenaga, akhirnya keluar. Entah sudah berapa banyak air mata yang ia keluarkan karena menangisi perasaannya, perasaan yang tak akan pernah terbalas sampai kapan pun.

💔💔

“Rin, gue cinta sama elo.” Ucapan itu terdengar dari mulut sahabatnya, Irina membalasnya dengan senyuman manis yang sudah menjadi ciri khasnya.

Danau tenang serta senja menjadi saksi bisu pernyataan cinta sahabat sekaligus kakak kelasnya. Irina menatap mata cokelat yang sejak dulu ia kagumi, seakan mata itu selalu melindunginya di mana pun ia berada, mengawasi apa saja yang ia lakukan dan siap membunuh orang yang mengganggunya.

Will you be mine? Now and forever?” remaja itu kembali berkata seraya menatapnya dengan senyuman yang Irina sendiri tidak tega akan menghancurkannya.

“Tapi kita sahabat, Lex, aku enggak mau persahabatan kita hancur,” ujar Irina sambil menundukkan kepalanya.

Alexander Gabriel Hutama, remaja yang menyatakan perasaannya pada Irina kini memegang tangan Irina dengan lembut lalu ia bawa ke hadapan wajahnya. Tatapannya yang begitu manis yang ditunjang dengan wajahnya yang tampan, Irina memandang Al dengan menggigit bibir bawahnya.

Reis [Re-write]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang