"Somang? Kenapa dengannya?"

"...."

Dengan langkah cepat Sunghoon berlari keluar rumah menuju mobilnya, lalu kembali membawa kendaraannya itu menerobos jalanan malam yang masih ramai oleh aktivitas di sekelilingnya. Sesampainya di tujuan, tungkai panjangnya ia bawa menuju ke dalam bangunan bertingkat dimana sang istri berada. Pikirannya sudah tidak karuan dengan peluh yang telah membanjiri keningnya.

Langkahnya dengan perlahan terhenti ketika melihat seseorang yang tertunduk lemas di sebuah kursi panjang. Itu Wonyoung. Sang bibi tiba-tiba keluar dari ruangan yang berada tepat di depan sang istri. Pandangan keduanya bertemu. Sunghoon bisa melihat jelas mata sang bibi yang sudah memerah dengan wajah yang pucat.

"Bibi.."

Sunghoon langsung sigap menangkap sang bibi yang sudah terhuyung dan terduduk di lantai. Derai air mata kembali membasahi wajah sang bibi dengan suara yang tercekat di dadanya.

"Somang.. Somang.."

Sunghoon terdiam dengan perlahan berdiri dari duduknya yang langsung menghadapkannya di depan pintu ruangan dimana sang bibi keluar tadi. Detak jantungnya yang berbunyi keras dengan telapak tangan yang gemetar berusaha meraih kenop pintu.

Klek

Sunghoon diam mematung. Ia tidak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang. Berbagai macam selang sudah menancap di tubuh sang adik. Langkahnya terasa sangat berat untuk menghampiri yang sedang terbaring di atas kasur. Tubuh kecil yang biasanya selalu dilingkupi oleh pelukan darinya, kini digantikan oleh berbagai selang yang menusuk tubuh yang terbaring lemah itu.

Sunghoon mendudukkan dirinya sambil menggenggam tangan Somang yang semakin terlihat kurus. "Somang.. kakak sudah disini."

"Permisi." Sunghoon menoleh mendapati bahwa ada seseorang dibelakangnya.

"Apa anda keluarga dari pasien ini?"

"Iya, saya kakaknya."

"Boleh saya berbicara sebentar berdua dengan anda?"

Sunghoon pun mengikuti seseorang yang adalah seorang dokter menuju ke ruangannya yang ada di ujung lorong. Disanalah percakapan yang membuat Sunghoon merasakan sebuah batu menghantam dadanya berkali-kali. Dari percakapan itu Sunghoon diberitahu bahwa Somang kini sudah dalam keadaan kritis karena malnutrisi yang ia alami.

Penyakit ini muncul karena Somang yang tidak rutin menerima ASI eksklusif dari sang ibu sejak ia masih bayi, sehingga asupan gizinya tidak terpenuhi. Akibat malnutrisi tersebut melemahkan imunnya, tubuh Somang pun menjadi rentan terhadap penyakit. Tubuh yang sudah kecil itu dipaksa untuk kuat menghadapi berbagai macam bakteri jahat yang menyerang. Selama masa pertumbuhan ia memang bisa menghalau penyakit-penyakit itu. Tetapi, mungkin tubuhnya sudah terlalu lelah untuk menahan itu semua. Bisa dikatakan, bahwa Somang sudah menyerah untuk mempertahankan segalanya.

Sekembalinya ke ruangan dimana Somang berada, Sunghoon yang tidak sanggup melihat keadaan sang adik langsung terduduk lemas dan kembali menggenggam tangan mungil itu. "Maafkan kakak.. maaf.." Sunghoon terus menggumamkan kata-kata tersebut hingga ia terbawa ke alam bawah sadar dan tertidur.

Wonyoung yang sudah menenangkan dirinya akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam ruangan. Ia tersenyum melihat Sunghoon yang tertidur sembari menggenggam tangan Somang. Saat mendekat, ia bisa dengan jelas melihat mata sembab Sunghoon. Hal itu membuat hatinya teriris.

Dengan perlahan, Wonyoung mengambil selimut kecil yang ada di dalam lemari dan menyampirkannya di punggung sang suami. Baru saja akan beranjak, ia merasakan pergerakannya ditahan.

"Jangan pergi.."

Wonyoung mendapati Sunghoon yang sudah terbangun dengan wajah pucat itupun langsung mengambil segelas air. Wonyoung yang mengetahui Sunghoon memang belum makan sejak tadi itu lantas segera mengambil bekal yang awalnya ia siapkan untuk Sunghoon setibanya di rumah tadi.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 03 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Equal and Different 「 Jangkku 」Where stories live. Discover now