[M] Permintaan dari orang tersayang dan paksaan untuk melindungi orang yang ia sayangi. Dua orang yang menerima perjodohan dengan alasan masing-masing. Keduanya memiliki luka yang disimpan dengan rapi dan dipertemukan untuk saling menyembuhkan gores...
Matanya perlahan terbuka dengan cahaya lampu yang langsung muncul di penglihatannya. Ia merasakan kepalanya sangat pusing dan mencium aroma obat-obatan di ruangan ini. Wonyoung mendengar suara tangis dari seseorang yang sedang menggenggam tangannya yang ternyata sang ibu. Melihat sang anak yang sudah sadar, sang ibu langsung memanggil dokter dan yang lainnya masuk.
"Dia hanya perlu beristirahat sebentar dan bisa pulang setelah ini." Ucap sang dokter lalu beralih keluar dari ruangan.
Disana sudah ada kedua orang tuanya dan Sunghoon. Menyadari situasi sekarang, Sunghoon pun segera keluar tetapi ditahan oleh Wonyoung, "Jangan pergi."
Sunghoon tersenyum, "Sebentar saja. Aku akan membeli makanan untukmu lalu kembali kesini." Setelah Sunghoon beralih keluar, kedua orang tua Wonyoung langsung menunduk dan menangis.
"Maafkan kami, nak. Ayah tahu perbuatan kami sangat susah untuk dimaafkan. Ayah tahu bahwa kau memerlukan waktu untuk memaafkan kami. Ayah akan menunggu sampai kau bisa memaafkan. Kami tidak ingin kehilangan lagi." Ujar sang ayah. Baru kali ini Wonyoung melihat ayahnya sangat terpuruk dan tidak berdaya.
"Ibu minta maaf. Maaf belum bisa menjadi orang tua yang baik untukmu. Ibu tidak pernah menganggapmu tidak ada. Ibu hanya malu untuk bertindak sebagai ibu di saat ibu tidak pernah mendampingi perkembanganmu sejak kecil. Ibu selalu menyayangimu, Wonyoung. Maafkan ibu." Jelas sang ibu sambil terus menggenggam erat tangan Wonyoung.
Wonyoung tak bisa lagi membendung tangisnya. Ia masih merasakan kecewa akan kedua orang tuanya tapi rasa sayangnya justru lebih besar daripada rasa kecewanya. Dengan susah payah ia mendudukkan diri dibantu kedua orang tuanya lalu langsung memeluk keduanya.
Tangis haru ketiganya mengisi ruangan itu. Untuk pertama kalinya Wonyoung bisa mendekap langsung kedua orang tuanya. Pelukan itu semakin erat dengan tangis yang semakin tumpah membasahi baju masing-masing. Sunghoon yang sedari tadi berada di luar memperhatikan, memunculkan senyuman lega ketika melihat hubungan sang istri dan keluarganya membaik.
Setelah beberapa saat menunggu di luar dan dirasa tidak akan menggangu waktu ketiganya, ia pun ikut masuk dan bergabung. Tapi, baru saja masuk ia langsung mendapatkan tatapan tajam dari Wonyoung.
"Kenapa tanganmu diperban?" Tanya Wonyoung dengan alis tertaut.
"Suamimu yang tadi menyelamatkanmu saat kau hampir tertabrak, sayang. Untung saja dia muncul di waktu yang tepat. Ibu tidak bisa membayangkan kalau.."
Ayahnya pun langsung menenangkan ibunya. Ia pun memberikan isyarat untuk membawa sang ibu keluar dan dibalas anggukan oleh Wonyoung. Sekarang, tersisa Wonyoung dan Sunghoon di dalam ruangan. Wonyoung masih memberikan tatapan tajam pada Sunghoon. Sunghoon menelan ludah gugup dan kembali menjelaskan,
"Tidak apa, ini hanya goresan kecil. Tidak perlu khawatir."
Sebuah tepukan di tepi kasur oleh Wonyoung mengisyaratkan Sunghoon untuk duduk disana. Setelahnya, tangannya yang terbalut perban itu langsung ditarik. Wonyoung mengambil sebuah pena lalu menulis sesuatu disana. Sunghoon tersenyum kecil melihat hal yang dilakukan oleh Wonyoung ini. Sebuah tulisan 'Get Well Soon' dengan emoticon love di ujungnya.
"Ini tidak akan sembuh hanya dengan tulisan ini." Wonyoung menatap bingung dengan apa yang Sunghoon ucapkan barusan.
"Lalu, harus dengan apa?"
Cup
Hanya sepersekian detik sesuatu menempel di bibir plump miliknya. Pelaku yang melakukan hal itu hanya tersenyum yang semakin membuat wajah tampannya itu semakin tampan.
"Aku rasa sekarang sudah sembuh."
Dengan raut wajah kesal Wonyoung membalas, "Bagaimana hal itu bisa menyembuhkan? Lagipula yang luka kan lenganmu, tapi kau malah mencium-"
Bibir itu kembali dibungkam dengan sebuah lumatan lembut disana. Setelah tautan itu lepas, Sunghoon merasa gemas melihat mata itu membulat karena terkejut dan wajah yang memerah malu. Di waktu yang bersamaan pintu pun terbuka dengan kedua orang tua Wonyoung muncul dari sana.
"Paman, Bibi. Aku pergi ke kamar mandi dulu." Sunghoon pun menepuk pelan pucuk kepala Wonyoung lalu beralih keluar.
"Nak, kenapa wajahmu memerah? Apakah panas?" Ujar sang ibu. Mereka bingung melihat sang anak yang terdiam dengan wajah memerah. Sejenak mereka berpikir Wonyoung tidak mau berbicara dengan mereka, tetapi langsung menghela nafas lega ketika sang anak meneriakkan nama Sunghoon yang berarti penyebabnya adalah menantu mereka itu.
──────── ୧.୨ ────────
Sudah hari kelima sejak rahasia keluarga Wonyoung terungkap. Kini hubungannya dengan kedua orang tuanya sudah makin membaik. Beberapa hari yang lalu ia ke rumah orang tuanya untuk memasak bersama sang ibu. Disana ia juga ditunjukkan sebuah rekaman yang menunjukkan sang kakak yang sangat menantikan kelahirannya dan selalu menjaganya.
Ia pun tahu alasan mengapa ia menangis ketika mendengar nama 'Wony'. Ilyeong-Kakaknya lah yang memanggilnya dengan sebutan itu. Walaupun nama itu disebutkan ketika ia masih bayi, ternyata selalu ia simpan dengan baik-baik di memorinya.
Hari ini ia berencana mengunjungi makam kakaknya. Ia ditemani oleh kedua orang tuanya dan Sunghoon. Sesampainya disana ia bisa melihat sudah hampir dua puluh tahun lebih sang kakak meninggalkannya. Jika saja sang kakak masih ada sampai sekarang, mungkin ia akan sangat dijaga dan disayang oleh kakaknya. Tapi, takdir berkata lain. Disana pasti ia sudah bertemu dengan sang nenek.
"Apa kabar kak? Adik kecilmu ini sudah dewasa sekarang. Maafkan aku baru bisa menemuimu sekarang. Terima kasih sudah sangat menyayangi dan menjaga dari sebelum aku ada di dunia ini, kak. Nenek akan menemani kakak disana." Wonyoung meletakan seikat bunga krisan di makam sang kakak, begitu juga di makam sang nenek setelahnya.
Kini, ia sudah berada di rumahnya lagi. Ia mendudukkan dirinya di sofa sambil menatap lurus ke depan. Tiba-tiba saja sesuatu berbulu putih menaiki pangkuannya. Bomi seperti tahu jika Wonyoung sedang sedih juga ikut langsung duduk menyamankan dirinya di pangkuan Wonyoung.
Sunghoon yang baru saja masuk juga ikut mendudukkan dirinya bersama Wonyoung di sofa. Ia membawa kepala sang istri untuk menyender di bahunya. Tangis itu kembali keluar. Suasana malam itu diiringi isakan tangis Wonyoung. Sunghoon terus berusaha menenangkan dengan mengelus surai milik Wonyoung dan semakin mengeratkan dekapannya.
Malam ini ia tumpahkan semua sedihnya agar hari esok hanya akan ada senyuman, karena ia akan berusaha untuk berlapang dada menerima semuanya. Semua yang meninggalkannya ke atas sana pasti tidak akan mau terus melihatnya sedih seperti ini. Dengan itu ia lepaskan semua malam ini dengan berada di dalam dekapan Sunghoon yang selalu berada di sisinya.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.