18 | Slowly

192 30 1
                                        

Hari-hari telah terlewati. Tak dirasa sudah sepuluh hari sejak kepergian sang nenek. Wonyoung pun masih tenggelam dalam dukanya. Dari hari pertama kepergian nenek hingga sekarang ia belum kembali bekerja. Semua hal yang ada di perusahaan diurus oleh sang sekretaris.

Kali ini ia sedang berada di rumah sendiri. Sunghoon sudah berangkat kerja dengan meninggalkan sepiring makanan yang ia siapkan untuk Wonyoung. Walaupun ia tahu makanan itu hanya akan dimakan satu suap, atau terkadang tidak dimakan sama sekali, Sunghoon tidak pernah absen untuk selalu menyiapkan makanan untuk sang istri. Setelah menyuap sekitar dua sendok makan, Wonyoung pun kembali ke kamarnya dan berbaring kembali.

Ia memeluk kedua lututnya dan terhanyut kembali dalam sedih. Semasa kecil yang selalu ditemani oleh sang nenek hingga ia dewasa benar-benar membuat ia merasakan dengan jelas kehilangan sesuatu dalam hidupnya. Setelah lelah terus menangis, ia pun kembali tertidur.

Saat ini sudah menunjukkan pukul 17.00 KST. Sunghoon sudah menyelesaikan pekerjaannya dan berencana untuk segera pulang. Di dalam perjalanan, ia berhenti di sebuah toko bernamakan 'Sun Your Day'. Seseorang dengan warna rambut pirang dan mata rubah menyambutnya. Di sana ia ditunjukkan beberapa 'hal' yang ia cari. Setelah berpikir dan memperhatikan satu persatu, ia pun memantapkan pilihannya dengan sesuatu yang sudah menarik minatnya sedari tadi. Selesainya dari sana, ia melanjutkan perjalanan kembali ke rumahnya.

Kini ia sudah kembali ke kediamannya. Sunghoon turun dan membawa masuk sesuatu yang sudah ia bawa dari luar tadi. Ia letakkan dulu bawaannya di lantai bawah dan menuju ke kamar Wonyoung yang berada di lantai atas. Di sana ia melihat Wonyoung yang sedang tertidur dengan memeluk lututnya. Perlahan ia duduk di tepi kasur dan mengelus perlahan pucuk kepala yang membangunkan Wonyoung setelahnya. Ia bisa melihat mata sembab itu lagi. Hatinya merasa sedikit terenyuh ketika melihat pemandangan ini lagi.

Mencoba mengalihkan suasana, Sunghoon pun memulai percakapan. "Kau sudah makan, kan?" Hanya hening dan tatapan kosong yang didapati olehnya. Tidak menyerah, Sunghoon kembali bertanya pada wanita di hadapannya ini, "Aku membawakan sesuatu untukmu. Kau pasti akan suka. Tapi, sebelumnya ayo cuci muka dulu."

Wonyoung menurut saja. Ia segera beranjak dari kasur menuju kamar mandi. Setelahnya, ia pun segera dituntun oleh Sunghoon ke lantai bawah. Raganya pun hanya mengikuti saja kemana Sunghoon membawanya. Ia didudukkan di sofa ruang tengah dengan Sunghoon yang pergi untuk mengambil sesuatu yang ia bawa.

"Ini untukmu." Ujar Sunghoon sembari menunjukkan seekor puppy berbulu putih bersih. Wonyoung sedikit terkejut melihat Sunghoon yang tiba-tiba saja memberikan puppy kepadanya. Saat berpindah tangan kepadanya, puppy itu ternyata masih tidak terlalu aktif seperti mencoba beradaptasi dengan lingkungan yang baru.

Wonyoung tersenyum melihat betapa menggemaskannya yang ada di pangkuannya ini. "Terima kasih." Ucap Wonyoung sambil terus mengelus puppy-nya lalu menatap Sunghoon dengan senyuman kecil terbit di wajahnya.

Sunghoon ikut tersenyum melihat ternyata caranya ini berhasil untuk menghibur Wonyoung. Tapi, baru beberapa saat suasana menghangat, getaran di punggung itu kembali lagi. Wonyoung kembali jatuh dalam tangisnya sambil mendekap puppy yang berada dalam pelukannya. Sunghoon mendudukkan dirinya dan merangkul Wonyoung ke dalam pelukannya.

──────── ୧.୨ ────────

Keadaan di hari-hari selanjutnya masih sama, tetapi Wonyoung sudah mulai menampakkan wajah yang lebih segar. Nafsu makannya sudah kembali. Kesehariannya selalu ditemani oleh Bomi, nama puppy yang diberikan oleh Sunghoon. Dengan adanya Bomi, pikirannya jadi lebih teralihkan dari kesedihan. Ia pun berencana untuk kembali bekerja di minggu depan.

Di hari rabu ini ia sudah bersiap untuk berencana pergi ke rumah orang tuanya. Bomi pun ia titipkan dulu ke tempat penitipan hewan peliharaan karena tidak ada yang menjaganya di rumah.

Sesampainya di tempat tujuan, ia langsung masuk dan melihat bahwa sepertinya kedua orang tuanya itu sedang pergi. Wonyoung pun langsung menuju satu ruangan yang menjadi tujuannya datang ke tempat ini, kamar sang nenek. Ruangan itu masih sama seperti terakhir kali ia menjenguk sang nenek. Ia membaringkan dirinya di kasur dan kembali menangis ketika mencium aroma khas sang nenek.

Tetapi, ia berusaha untuk menyemangati dirinya karena tidak ingin terus terlarut dalam kesedihan. Ia beranjak dari kasur dan mulai membereskan kamar sang nenek. Ketika ia membuka lemari untuk melipat baju, ia melihat sebuah album yang disimpan di bagian dasar di dalam lemari.

Di bolak-baliknya halaman itu yang menampilkan foto-foto masa kecilnya bersama sang nenek. Tetesan air mata pun membasahi beberapa halaman yang ia buka dan ratapi. Setelah selesai melihat semua foto itu, Wonyoung pun kembali berkemas. Saat akan memasukkan kembali album itu, ia melihat satu album lagi yang tersembunyi di sudut lemari.

Saat dikeluarkan, benda itu sudah sangat berdebu. Ketika ia buka, ia melihat foto seorang anak laki-laki yang sangat asing. Terus di baliknya hingga di pertengahan ia melihat anak itu berfoto dengan kedua orang tuanya. Siapa anak ini? Sepupunya? Tapi ia tidak pernah melihat anak ini sejak ia kecil hingga beranjak dewasa. Apakah ia sudah tidak tinggal di kota ini lagi?

Sampailah di beberapa halaman terakhir, ia melihat sebuah foto yang menampilkan kedua orang tuanya, anak laki-laki itu, dan dia yang digendong oleh sang ibu. Ia keluarkan foto itu dari selipan album dan membaliknya. Disana tertulis nama kedua orangtuanya, namanya dan Jang Ilyeong-nama anak laki-laki yang berada di foto itu.

Ia yang memiliki rasa penasaran itu langsung saja mencoba mencari lagi hal-hal yang lain. Tapi, Nihil. Ia tidak menemukan apa-apa lagi di lemari sang nenek. Terdengar suara pintu yang terbuka dari arah luar di ruang depan. Wonyoung pun langsung melangkah keluar dan menghampiri seseorang yang baru saja masuk ke dalam rumah.

"Wonyoung, apa yang kau lakukan disini?" Ujar sang ayah yang baru saja kembali.

Tidak menjawab pertanyaan itu, Wonyoung langsung menunjukkan foto tadi yang menampilkan foto kedua orang tuanya, dirinya, dan seorang anak laki-laki. Raut wajah terkejut terlihat sangat jelas di wajah sang ayah, "Darimana kau mendapatkan foto ini?"

"Siapa anak laki-laki ini?" Tanya Wonyoung dengan raut wajah menuntut meminta penjelasan. Hanya diam yang diberikan oleh sang ayah. Di waktu yang tepat, sang ibu yang baru saja kembali dari luar terlihat bingung dengan apa yang terjadi di antara suaminya dan Wonyoung.

Ketika ia mendekat, matanya ikut terbelalak dan perlahan air mata mengalir. Wonyoung yang masih diisi rasa penasaran dan bingung langsung meminta penjelasan kembali pada orang tuanya.

"Kenapa kalian seperti ini? Jelaskan padaku mengapa dia ada di foto ini bersama kita? Jang Ilyeong? Siapa dia ayah? Ibu? Jawab aku."

Pertanyaan yang bertubi-tubi itu ternyata berhasil membuka mulut sang ayah. Jawaban yang diberikan pun sangat di luar apa yang ia bayangkan, "Ilyeong, dia kakakmu. Anak pertama kami."

"Apa? Kakak?" Wonyoung yang merasa tidak yakin dengan apa yang ia dengar barusan lantas bertanya ulang pada sang ibu, "Ibu, apa benar anak laki-laki yang ada di foto ini adalah kakakku dan.. anak pertama kalian?"

Jawaban berupa anggukan dari sang ibu membuat Wonyoung seperti merasakan sesuatu mencekik di tenggorokannya. Kata-kata yang ingin ia keluarkan tidak lagi bisa ia utarakan. Kenapa? Satu hal itu yang ingin ia ucapkan.

 Kenapa? Satu hal itu yang ingin ia ucapkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Equal and Different 「 Jangkku 」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang