[M] Permintaan dari orang tersayang dan paksaan untuk melindungi orang yang ia sayangi. Dua orang yang menerima perjodohan dengan alasan masing-masing. Keduanya memiliki luka yang disimpan dengan rapi dan dipertemukan untuk saling menyembuhkan gores...
Berjalan dengan ketukan sepatu yang menggema di ujung lorong, Sunghoon menuju ke ruangannya. Mendudukkan dirinya di kursi yang sudah menjadi saksi pertumbuhannya sejak ia berusia 18 tahun. Ditinggal oleh sang ayah yang membuat ia harus menggantikan posisi sang ayah ketika ia masih sangat muda, ketika seharusnya ia mengeksplor banyak hal di rentang usia tersebut tetapi nyatanya ia harus berhadapan dengan hal-hal yang diluar batas kemampuannya saat itu.
Dipaksa untuk mengerti segala hal, salah sedikit maka mungkin akan jatuh ke tangan yang salah. Untungnya ada sektretaris ayahnya, Lee Heeseung, dengan usia enam tahun lebih tua darinya. Dengan perbedaan usia yang tidak jauh, Sunghoon lebih nyaman memanggilnya dengan sebutan kakak. Yang dipanggil seperti itu pun juga tidak keberatan.
Kedekatan mereka sudah seperti kakak adik sungguhan. Sunghoon yang merupakan anak tertua, menjadikan Heeseung sebagai sandarannya. Semua hal yang ia bingungkan akan ia bagikan dengan Heeseung untuk meminta pendapatnya. Heeseung dengan senang hati membantu Sunghoon di tiap kali sang atasan atau adiknya ini butuh bantuan.
Setelah mendudukkan dirinya di kursi besar yang ada di ruangan, Sunghoon langsung menyenderkan tubuhnya dan memejamkan mata. Heeseung yang berada disana melihat dengan tatapan bingung.
"Ada apa ini? Baru juga memulai hari tapi kau sudah terlihat kelelahan. Apa ada yang mengganggu pikiranmu?"
Sunghoon yang mendengar itu langsung membenarkan duduknya dan menggelengkan kepalanya.
"Tidak apa. Apakah hari ini ada jadwal meeting?"
"Ada. Dalam dua jam kedepan. Dan nanti malam akan ada pertemuan di restoran Simddan."
Sunghoon menganggukkan kepalanya dan segera berdiri dari duduknya.
"Kau mau kemana? Pertemuannya masih dua jam lagi."
"Aku mau membeli kopi."
"Biar aku saja yang belikan."
"Tidak usah. Aku juga ingin berjalan-jalan sebentar. Tidak jauh dari sini. Kau hubungi saja aku jika rapat itu akan segera dimulai. Aku pergi dulu, kak."
Sunghoon lalu melangkahkan kakinya keluar dari ruangan untuk menuju ke lift dan ke lantai bawah. Heeseung yang melihat sikap Sunghoon agak berbeda hari ini hanya menghela nafasnya dan melanjutkan kegiatannya.
──────── ୧.୨ ────────
Saat ini Sunghoon sudah berada di coffee shop dan meminum perlahan kopi yang ia pesan dengan asap dari hawa panas yang mengepul di atas cangkir. Suasana tenang itu pun terganggu ketika tiba-tiba ada orang yang duduk dihadapannya.
"Sedang apa kau disini? Tidak biasanya kau duduk sendirian di kafe seperti ini."
Sunghoon menatap malas ke orang yang tiba-tiba duduk di depannya ini yang telah mengganggu waktu tenangnya. Ia menolehkan pandangannya ke arah jendela menghindari pembicaraan dengan orang dihadapannya.
Yang diabaikan pun hanya mengerutkan alisnya dan menyenderkan dirinya ke kursi sambil menatap ke lawan bicara yang enggan bicara.
"Aku tidak tahu kau ada masalah apa, tapi bisa tidak kau tidak usah melampiaskan kesalmu itu padaku? Kau sangat jahat." Ucap orang yang duduk di depan Sunghoon.
Sunghoon melihat ke orang di hadapannya ini yang ternyata sedang mengusap air mata palsu yang turun dari matanya sambil sesekali mengintip kearahnya. Sunghoon memutar bola matanya malas melihat hal itu.
"Hentikan hal konyol itu, Jay. Kau membuatku makin kesal."
Jay yang mendengar Sunghoon akhirnya mau membuka suara langsung menghentikan kegiatan anehnya itu dan tersenyum lebar ke arah Sunghoon. Sunghoon yang melihat tingkah Jay itu hanya menghela nafas dan meminum kopinya lagi.
"Hei, bro. Ada apa? Bukankah kemarin kau baru melangsungkan pernikahan? Seharusnya kau bahagia sudah melepas masa lajangmu itu. Dan seharusnya sekarang kau sedang menghabiskan waktu bersama istrimu itu, huh? Kenapa kau malah minum sendirian disini?" Tanya jay tanpa henti kepada Sunghoon.
"Bisa tidak kau diam? Aku sudah pusing, dan kau malah membuatku makin pusing dengan pertanyaanmu itu."
"Ok, ok, my bad. Tidak usah dijawab kalau begitu. Tapi, aku ingin tanya satu hal, kau dan istrimu itu bertemu dimana? Aku tidak tahu ternyata kau sudah punya kekasih dan tiba-tiba langsung mengadakan pernikahan, karena selama ini aku lihat kau hanya sibuk dengan kertas-kertas yang menumpuk di meja kerjamu itu."
Sunghoon merasakan kepalanya pusing dan dadanya sesak. Ingin ia keluarkan semua yang telah berputar di kepalanya, tapi tidak bisa. Mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh temannya ini, mau tidak mau harus ia jawab karena ia rasa tidak ada yang perlu disembunyikan.
"Perjodohan." Ucapan singkat dari Sunghoon.
Jay yang mendengar itu melebarkan matanya dengan mulut yang terbuka lebar lalu ditutup dengan telapak tangannya. Sunghoon yang melihat itu hanya menatap malas dan melanjutkan menyesap minuman yang perlahan mendingin.
"Oh, God. Ternyata hal seperti ini masih ada dan temanku sendiri yang mengalaminya?" Jay menggelengkan kepalanya dan menatap dramatis ke arah Sunghoon. Yang ditatap pun seperti menyesal telah memberitahukan ini kepada orang dihadapannya. Setelah selesai dari kegiatan dramatisnya itu, Jay kembali bertanya.
"Lalu bagaimana dengan Somang? Apakah ia setuju dengan hal ini?"
Sunghoon yang mendengar nama itu langsung menunduk sedih.
"Aku tidak tahu. Ia tidak hadir di acara pernikahan. Saat aku datang untuk bertemu, ia tidak mau keluar dari kamarnya dan tidak mau berbicara denganku. Aku sudah berusaha untuk bertemu dengannya, tapi ia tidak mau. 'Ntah sampai kapan ia akan terus seperti ini. Aku juga bingung."
Jay yang mendengar itu langsung menepuk pelan pundak teman yang ada dihadapannya ini.
"Dia mungkin butuh waktu. Kau tunggu saja. Berikan dulu ruang untuknya. Ia pasti akan mengerti nanti."
Setelah Sunghoon menetralkan perasaannya, mereka pun lanjut berbincang ringan dengan diselingi lelucon yang kerap kali diberikan oleh Jay untuk mencairkan suasana, karena ia tahu temannya ini sedang banyak pikiran dan ia ingin setidaknya sedikit membuat lega perasaan Sunghoon.
Perbincangan singkat itu harus berakhir ketika sebuah telepon masuk di handphone Sunghoon yang berasal dari Heeseung, memberitahukan bahwa sebentar lagi rapat akan dimulai. Sunghoon berpamitan lebih dahulu kepada Jay dan segera kembali ke perusahaan. Jay yang melihat Sunghoon pergi pun hanya menghela nafasnya dan memutuskan untuk pergi dari tempat itu.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.