Lengkungan sabit yang muncul tidak lepas dari wajah Sunghoon selama perjalanan menuju kediamannya. Ia sudah membayangkan disambut kembali oleh senyuman manis sang istri, lalu membawanya dalam pelukannya. Afeksi yang ia dapat ketika merengkuh tubuh yang sangat pas dalam dekapannya itu membuat ia merasakan seluruh beban yang tersampir di pundaknya satu persatu menghilang.
Ia yang biasanya selalu menjadi pihak untuk tempat berpulang oleh orang yang ia sayangi, seperti Somang adik satu-satunya. Kini ia juga sudah menemukan tempatnya untuk pulang. Suara lembut dan senyuman tulus yang selalu ia jumpai tiap harinya. Rengkuhan yang selalu berhasil memenangkannya tiap kali ia merasa lelah.
Sunghoon langsung bergegas turun ketika sudah sampai, hingga tidak menghiraukan lagi barang bawaannya yang tergeletak sembarangan di dalam mobil. Saat memasuki rumah, ia tidak melihat presensi Wonyoung yang menyambutnya. Sunghoon pun beralih ke dapur untuk mengambil segelas air putih guna membasahi tenggorokannya yang sedikit kering.
Sunghoon memutuskan untuk mendudukkan dirinya di sofa ruang tengah. Berharap ketika sang istri melihatnya, ia langsung mendapatkan pelukan dan ciuman hangat. Tetapi, setelah beberapa menit menunggu, ia tidak mendapati tanda-tanda adanya orang lain disini. Sunghoon pun mencoba memanggil nama Wonyoung.
Sekali.
Dua kali.
Tidak ada sautan.
"Apa dia sudah tidur?"
Sunghoon yang tidak mendapat respon itu pun lantas menuju ke arah kamarnya dan Wonyoung. Ia ketuk perlahan, memastikan apakah akan ada sautan dari dalam.
Tapi, Nihil.
Hanya ada hening setelahnya. Sunghoon membuka pintu kamarnya, dan benar saja tidak ada seorang pun di dalam sana. Sunghoon berulang kali memanggil nama Wonyoung. Rasa panik mulai mengembun di dadanya. Semua ruangan di rumah itu ia telusuri, tetapi tetap tidak menemukan wujud sang istri.
Ia sudah mencoba untuk menghubungi nomor telepon Wonyoung, tetapi juga tidak mendapatkan jawaban. Padahal baru beberapa menit yang lalu saat dijalan pulang ia bertukar suara dengan sang istri. Baru saja akan menghubungi untuk yang kesekian kalinya, tiba-tiba saja sebuah telepon dengan nama yang tidak asing muncul di layar handphone miliknya.
"Halo, bibi."
"..."
"Halo?" Tidak ada jawaban dari seberang. Sunghoon melihat layarnya dan telepon itu masih tersambung, tetapi kenapa tidak ada jawaban?
"Bibi, ada ap—"
"Sunghoon.."
"Wonyoung? Sayang? Ini kau? Kau ada dimana? Aku mencarimu dari tadi. Kenapa kau tiba-tiba pergi dan tidak mengabariku? Kenapa menggunakan handphone milik bibi? Apa terjadi sesuatu denganm—"
Isakan dari seberang sana otomatis membuat Sunghoon menjeda pertanyaannya.
"Sayang, kenapa kau menangis?"
Bukan jawaban yang ia dapat, tetapi suara tangisan yang semakin terdengar lirih. Sunghoon pun panik mendapati tangisan Wonyoung yang semakin lama seperti makin menyayat hatinya. Ingin rasanya Sunghoon menghampiri keberadaan sang istri sekarang juga, dan memberikannya pelukan. Tapi masalahnya adalah ia tidak tahu dimana keberadaan Wonyoung sekarang. Ia ingin bertanya tetapi suasananya sedang tidak memungkinkan. Apakah tadi ia secara tidak sengaja membentak Wonyoung? Apa nada suaranya yang tinggi membuat Wonyoung seperti sedang dimarahi olehnya?
"Sayang, maafkan aku.. ak—"
"Somang.."
Sunghoon menautkan alisnya bingung ketika ia diinterupsi oleh Wonyoung yang tiba-tiba menyebut nama sang adik.
ВЫ ЧИТАЕТЕ
Equal and Different 「 Jangkku 」
Любовные романы[M] Permintaan dari orang tersayang dan paksaan untuk melindungi orang yang ia sayangi. Dua orang yang menerima perjodohan dengan alasan masing-masing. Keduanya memiliki luka yang disimpan dengan rapi dan dipertemukan untuk saling menyembuhkan gores...
