[M] Permintaan dari orang tersayang dan paksaan untuk melindungi orang yang ia sayangi. Dua orang yang menerima perjodohan dengan alasan masing-masing. Keduanya memiliki luka yang disimpan dengan rapi dan dipertemukan untuk saling menyembuhkan gores...
Saat ini, Sunghoon sudah berdiri di ruang tamu yang langsung menyambutnya saat ia melangkah masuk ke dalam rumah baru yang terasa sangat asing dengannya. Ia meletakkan sejenak barang bawaannya di lantai, dan mendudukkan dirinya di sofa. Mengalihkan pandangannya ke arah pintu yang terbuka lebar, menunggu orang yang datang bersamaan dengannya ke hunian baru ini.
Orang yang ditunggu-tunggu pun akhirnya masuk, dengan langkah tegas tapi terlihat rapuh. Tatapan mereka bertemu dengan saling memandang tidak minat pada netra masing-masing. Sunghoon memulai percakapan ketika ia melihat sang lawan bicara akan menuju ke arah tangga.
"Tunggu. Kita harus membicarakan sesuatu terlebih dahulu."
Wonyoung yang mendengar suara dari arah belakangnya langsung menghentikan langkahnya, dan memutarbalikkan badan dengan masih memegang barang bawaannya. Melihat Sunghoon yang menunjuk ke arah sofa yang berada di seberangnya, mengisyaratkan Wonyoung untuk duduk disana. Wonyoung pun meletakkan barangnya dan mendudukkan dirinya di sofa. Setelah melihat sang lawan bicara duduk, Sunghoon membuka suara menyampaikan yang ingin disampaikan.
"Baiklah, langsung saja. Aku ingin menekankan beberapa hal. Kita tidak perlu tahu urusan masing-masing, kau dengan urusanmu dan aku dengan urusanku. Jika ingin membawa orang lain ke rumah, harus saling memberitahu karena sekarang kita sudah tinggal bersama. Apa ada saran lain darimu?" Ujar Sunghoon kepada orang yang duduk dihadapannya.
"Ada satu hal yang ingin aku minta. Aku ingin saat kita berkunjung menemui nenek, kita harus menunjukkan sikap sebagai sepasang suami istri yang sebenarnya. Jangan sampai nenek melihat kalau ada kecanggungan dan rasa asing di antara kita. Aku tidak mau ia merasa bersalah karena telah menyetujui perjodohan ini." Jawab Wonyoung setelahnya.
Sunghoon menganggukkan kepalanya, "Baiklah, apa ada lagi?"
"Oh, untuk kamar yang akan kita tempati aku sudah menentukannya. Aku yang ada di ujung sana, dan kau disana. Kamar yang di tengah biarkan kosong saja." Ucap Wonyoung sambil menunjuk ke arah kanan dan kiri di lantai dua.
Sunghoon menganggukkan kepalanya lagi. Wonyoung yang mengetahui orang di depannya setuju dengan sarannya lalu langsung mengambil kembali barang bawaannya dan mengarah ke lantai atas. Sunghoon yang ditinggal lebih dulu oleh lawan bicaranya langsung melakukan hal yang sama.
Menuju ke arah yang berlawanan, dan memasuki kamar yang berbeda. Hari itu diakhiri dengan mereka yang tenggelam dengan pikiran masing-masing, dan perlahan terlelap di atas kapuk yang menopang tubuh lelah mereka.
──────── ୧.୨ ────────
Pagi harinya, Wonyoung terbangun karena sinar matahari yang mengintip dari sela-sela jendela yang tidak tertutup tirai. Ia meregangkan badannya dan segera menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Ia bersiap untuk segera menuju ke tempat pertemuan dengan manager dari model yang akan memakai desainnya. Setelah selesai bersiap dan keluar dari kamar untuk menuju ke lantai bawah, ia melirik ke kamar yang ada di ujung kiri dengan pintu yang tertutup rapat.
"Apa dia sudah bangun?" bisik Wonyoung.
Menuju ke lantai bawah dan membuat sarapan untuk dirinya. Melihat masakan yang bisa dimakan oleh satu orang lagi, ia pun memindahkannya ke dalam mangkuk dan meletakkannya di atas meja.
Krek
Mendengar bunyi pintu yang terbuka di lantai atas, Wonyoung pun segera mendudukkan dirinya di meja makan.
"Pergi pagi juga? Ini sarapan dulu."
Ucap Wonyoung kepada Sunghoon yang sedang menuruni tangga sambil memakai jam tangannya. Sunghoon yang mendengar hal itu langsung menghentikan langkahnya saat sudah berada di bawah dan menatap ke arah Wonyoung.
"Terima kasih, tapi aku tidak terbiasa sarapan di pagi hari. Kau makan saja. Aku pergi." Ujar Sunghoon lalu langsung melangkahkan kakinya pergi.
Wonyoung yang mendengar hal itu hanya menganggapnya seperti angin lewat dan memutuskan untuk menyantap sarapannya. Setelah menghabiskan makannya, ia pun segera berangkat menuju ke lokasi dimana pertemuan dengan manager itu diadakan.
Setibanya di lokasi, Wonyoung segera menghubungi sang sekretaris untuk memberitahukan dimana mereka menunggu. Mengikuti petunjuk yang telah diberikan sang sekretaris lewat pesan, ia pun melihat dua orang dan sekretarisnya yang sudah duduk di meja dekat jendela.
"Halo, maaf aku terlambat. Jalanan sedikit ramai pagi ini." Ucap Wonyoung setelah berada di depan orang yang menunggu kedatangannya.
Mereka menegakkan diri dan bersalaman satu sama lain. "Tidak apa, kami juga baru sampai tadi."
Setelah kegiatan berjabat tangan itu, semuanya kembali mendudukkan diri dengan Wonyoung yang ikut bergabung. Saat sedang berbincang membahas kerja sama yang mereka lakukan, sebuah pertanyaan pribadi dilontarkan kepada Wonyoung oleh sang model.
"Designer Wonyoung, saya dengar katanya anda baru saja melangsungkan pernikahan kemarin, bukankah harusnya sekarang anda menghabiskan waktu bersama suami anda?"
Wonyoung mengalihkan pandangannya ke si penanya dan tersenyum.
"Saya rasa pertanyaan ini tidak ada sangkut-pautnya dengan kerja sama kita."
"Hahaha, maafkan saya. Saya hanya berusaha mencairkan suasana saja karena dari tadi kita sangat serius dan.. sedikit membosankan."
Wonyoung menegapkan duduknya dan menatap ke orang dihadapannya. "Mungkin sampai disini saja dulu pertemuan kita, saya masih ada pertemuan lain hari ini. Untuk pertemuan berikutnya bisa dibicarakan dengan sekretaris saya. Saya permisi."
Menegakkan diri dan segera pergi meninggalkan tempat pertemuan itu dengan orang yang ditinggal menatap bingung dan heran ke arah punggung yang perlahan menghilang di balik pintu.
Wonyoung yang kini sudah berada di dalam mobil segera menyenderkan punggungnya dan memejamkan mata sambil menyisir surainya pelan. Ia sadar tidak seharusnya ia pergi lebih dahulu padahal pertemuan itu belum selesai. Tetapi, ketika disinggung mengenai pernikahan 'ntah kenapa ia merasakan kesal yang teramat dalam dadanya. Ia masih belum terbiasa dengan perasaan ini. Perasaan yang dipaksa menerima suatu hal yang sangat ia hindari dan tak pernah ia bayangkan dalam 25 tahun kehidupannya.
DrrtDrrt
Handphone bergetar menandakan adanya pesan masuk. Mendapati pesan dari sekretaris bahwa ada klien yang ingin bertemu, ia pun segera melajukan mobilnya pergi dengan pikirannya yang rancu.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.