[M] Permintaan dari orang tersayang dan paksaan untuk melindungi orang yang ia sayangi. Dua orang yang menerima perjodohan dengan alasan masing-masing. Keduanya memiliki luka yang disimpan dengan rapi dan dipertemukan untuk saling menyembuhkan gores...
Mendengar tidak ada percakapan lagi setelahnya, Wonyoung pun segera turun dan berusaha tidak peduli dengan keberadaan Sunghoon lalu berjalan tanpa henti menuju pintu keluar.
"Bekerja lagi hari ini?" Mendengar suara dari belakang, Wonyoung pun menoleh dan mendapati Sunghoon yang ikut berjalan ke arah pintu keluar menyusulnya. Wonyoung hanya menganggukkan kepalanya dan melanjutkan langkah menuju mobilnya.
"Aku akan ke perusahaanmu. Membahas lagi terkait kerja sama yang akan kita lakukan. Mau pergi bersama?" Ucap Sunghoon.
Mendengar hal itu, Wonyoung mengalihkan pandangannya dengan tatapan heran, "Apa kau lupa? Kita merahasiakan hubungan kita. Aku pergi sendiri saja, tidak apa. Kau juga."
"Maaf, aku lupa." Jawab Sunghoon dan langsung menuju mobilnya yang sudah terparkir di luar lebih dulu. Keduanya pun segera berangkat menuju tujuan masing-masing. Sunghoon memutuskan untuk ke perusahaannya dulu menemui Heeseung sebelum ke perusahaan sang istri. Wonyoung yang sedang dalam perjalanan dengan pikiran yang teringat dengan ucapan Sunghoon tadi di dalam rumah mulai menepikan mobilnya sebentar.
"Kue coklat? Siapa yang ingin dia beri kue itu? Ah, sudahlah. Kenapa aku memikirkan hal ini." Wonyoung mulai memfokuskan dirinya lagi dan melanjutkan perjalanan menuju perusahaannya.
Beberapa jam setelahnya, pertemuan itu dimulai lagi. Wonyoung dan Sunghoon mendiskusikan kembali tentang kerja sama mereka dengan profesional ditemani oleh asisten pribadi masing-masing. Percakapan itu terus berlanjut dan tidak terasa sudah berada di akhir pembicaraan. Sunghoon yang ditemani dengan Heeseung pun segera berpamitan setelah rapat itu selesai. Wonyoung yang sedang membereskan barangnya untuk ikut beranjak dari ruangan, seketika terdiam ketika mendengar pembicaraan dua orang tamunya itu di depan pintu keluar.
"Aku sudah memesankan bunga sesuai yang kau minta, tinggal kau ambil saja besok sebelum menemuinya." Ucap Heeseung.
"Baik, terima kasih kak. Semoga saja dia suka dan berhenti merajuk denganku. Tapi, apa dia akan menerima hal seperti ini?" Jawab Sunghoon.
Percakapan itu terus berlanjut sampai kedua orang itu menghilang di balik lift. Wonyoung yang memperhatikan mereka dan mendengar percakapan tadi ntah kenapa merasakan kesal. Tanpa sadar raut wajahnya sudah menekuk dengan alis yang tertaut. Elizabeth yang masih di dalam ruangan menjadi heran dan bingung melihat atasannya membuat ekspresi seperti itu. Apa lagi yang mengganggu atasannya ini? Gumamnya dalam hati. Raut wajah tertekuk itu terus menetap sampai Wonyoung kembali ke ruangannya.
Hari pun kembali menggelap dan kedua orang yang tinggal bersama itu sudah kembali ke rumah. Sunghoon yang sampai beberapa menit lebih awal dari Wonyoung kini sedang meletakkan barang belanjaan yang ia beli untuk mengisi kabinet di atas meja dapur yang sudah kosong. Mendengar langkah kaki dari pintu masuk dan melihat presensi Wonyoung yang baru masuk. Ia pun memanggil Wonyoung tetapi tidak digubris oleh Wonyoung yang tetap berjalan naik ke lantai atas dan menghilang di balik pintu kamarnya.
"Mungkin dia sedang lelah." Ujar Sunghoon bergumam sendiri melanjutkan meletakkan barang belanjaannya.
Setelahnya, ia menyusul ke lantai atas tetapi melangkahkan kakinya berlawanan arah dari kamarnya. Berhenti di depan pintu kamar yang tertutup, dan ketika akan mengetuknya pintu itu langsung terbuka dengan Wonyoung yang muncul dari balik pintu. Ia bisa melihat mata bulat itu terkejut. Perhatiannya sedikit teralih ketika melihat wanita di hadapannya ini mengenakan gaun tidur berwarna putih dengan bagian lengannya yang sedikit transparan walaupun berukuran panjang. Wonyoung yang sadar sedang diperhatikan langsung menutup pintunya dan membuat Sunghoon tersadar dari lamunannya. Wonyoung lupa mengenakan jubahnya yang biasa ia pakai karena sudah tidak sabaran untuk mencari makanan di bawah.
"Maaf kalau aku mengganggu. Aku hanya ingin memberitahu bahwa aku sudah membeli beberapa makanan. Jika lapar lagi di malam hari, kau bisa mengambilnya di lemari atas meja dapur."
Langkah kaki pun perlahan menjauh dari depan pintu. Wonyoung yang masih berdiri di balik pintu langsung terduduk di lantai merasakan malu. Bisa-bisanya dia lupa kalau ada Sunghoon yang tinggal bersamanya. Bagaimana jika Sunghoon menganggapnya tidak sopan? Atau lebih parahnya nanti ia dikira ingin menggoda Sunghoon yang sebenarnya sah-sah saja karena ia sudah berstatus sebagai suaminya, tetapi hubungan mereka belum sampai sedekat itu untuk saling menggoda? Malam ini ia tertidur dengan pikiran yang terus menerus memikirkan hal itu sampai rasa lapar pun tidak ia hiraukan lagi.
Keesokan paginya, ia terbangun dengan masih terbayang hal kemarin. Berusaha mengambil nafas untuk menenangkan diri dan segera bersiap ke kantor lagi.
Baru saja keluar dan menuruni anak tangga, ia melihat Sunghoon yang tidak memakai pakaian formal tetapi hanya mengenakan pakaian santai. Sebuah kemeja bergaris dengan warna biru dan celana panjang berwarna cream. Sunghoon pun bergegas berangkat setelah memeriksa jam di tangannya. Wonyoung yang melihat suaminya itu pergi terburu-buru langsung ikut bergegas turun dan melajukan mobilnya mengikuti sang suami. Tanpa sadar ia terus mengikuti Sunghoon berhenti di toko roti kemudian di toko bunga. Ia pun terus melajukan mobilnya mengikuti Sunghoon yang setelahnya berhenti di sebuah rumah yang bisa dibilang cukup besar dengan halaman luas.
"Tunggu, kenapa aku mengikutinya? Ah, ada apa denganku sebenarnya?"
Handphone-nya pun tiba-tiba berdering dengan nama sang asisten muncul disana.
"Liz, aku tidak masuk hari ini. Kepalaku sedang pusing. Tolong kau urus hal-hal yang ada di perusahaan." Ucap Wonyoung lalu mematikan teleponnya. Wonyoung sekarang merasa bingung dengan dirinya sendiri. Ada apa dengannya? Semenjak dari ia mengantar makanan itu, ia jadi merasa selalu ingin tahu apa yang suaminya itu lakukan, terlebih ketika ia merasa curiga dengan siapa ia ingin memberi coklat dan bunga itu? Panggilan sayang? Memikirkannya saja sudah membuatnya pusing dan bingung. Kebingungan itu tiba-tiba tergantikan dengan keterkejutan ketika ada ketukan di kaca mobilnya.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.