When I See You Again

27.1K 2.1K 63
                                    

JodiPOV

Aku menatap Putriku yang sedang mengemasi baju-bajunya ke dalam koper pink miliknya. Aku mengetahui, sesekali ia menitikkan air matanya. Namun, dengan cepat dihapusnya air mata itu.

Sesekali juga berhenti, dan mengambil handphone miliknya. Tersenyum pedih, ketika melihat salah satu foto yang ada di galerinya. Foto Ali bersamanya.

Aku mulai goyah, semenjak aku melarangnya bertemu dengan Ali, ia menjadi lebih pendiam. Jika dulu ia manja padaku, namun saat ini ia melakukannya sendiri. Tanpa merengek padaku.

Tapi, pada saat mengingat bahwa gara-gara dekat dengan Ali-lah Putriku diculik dan dilukai. Aku menjadi geram. Terlebih, ketika mengingat bahwa Ali adalah keturunan dari Giorgino Pratama. CEO yang senang mempermainkan wanita.

Aku tidak mau Putriku dimainkan oleh Ali. Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, bukan? Mungkin saja Ali mewarisi sifat buruk Gio. Mempermainkan wanita seenaknya saja.

Keyakinanku akan hal itu, kembali goyah ketika Gio datang ke rumah.

Dengan berani, memintaku untuk tidak membawa Prilly bersama ku.

Ia dengan terang-terangan mengakui kekhilafannya di depan ku. Membela Ali, dan mengatakan bahwa ia dan Ali tetap berbeda meskipun Ali mewarisi sifatnya.

Aku goyah.

Setelah Gio pulang, Prilly langsung masuk ke dalam kamarnya. Kembali memgemasi barang-barangnya dengan terisak. Aku tidak bisa masuk, Putriku mengunci kamarnya dari dalam.

Winona juga telah memintaku untuk membatalkan niatku. Ia tidak tega melihat Prilly yang terus-terusan menangis, meskipun aku telah mengizinkannya untuk bertemu dengan Ali. Dengan syarat: Prilly harus ikut denganku.

Begitu terus, hingga keesokan harinya perjalanan menuju Bandara. Prilly terus menengok ke arah kanan, meskipun ia duduk di kiri. Menatap sebuah gapura perumahan elite yang kami lewati, menatap sendu gapura tersebut, hingga benar-benar tidak terlihat lagi. Setelahnya, Prilly memeluk Winona. Tidak mau melepaskannya. Seakan-akan, Prilly tidak mampu berdiri lagi jika ia melepaskan pelukannya.

Pikiranku berkecamuk, antara aku ingin tetap membawa Prilly, atau melepaskan Prilly begitu saja. Dan, meyakinkan diriku bahwa Prilly akan baik-baik saja, jika bersama Ali.

Tapi, di sisi yang lain, ketakutan masih terus membayangiku. Bagaimana, jika kejadian yang tidak aku inginkan itu terulang kembali? Bagaimana jika Ali lalai dalam menjaga Putriku?

Aku dilema.

Aku tidak banyak bicara selama menuju Bandara. Acuh terhadap Prilly -atau lebih tepatnya pura-pura tidak peduli- yang terus saja bersedih. Aku tau, ia belum siap meninggalkan Indonesia -Ali-

Aku mendorong trolly yang berisikan barang-barang ku, Prilly, dan Winona. Masuk ke dalam ruang tunggu. Mengantre untuk check-in.

Kulihat Prilly sibuk dengan iPhone-nya. Entah apa yang sedang aku pikirkan, aku langsung mengambil iPhone tersebut dari tangannya, dan mematikannya. Memasukkan iPhone tersebut, ke dalam tasku.

Bisa ku lihat, Prilly nampak terkejut dengan tingkahku ini. "Pa!" ia protes. Aku diam saja, lalu kembali mendorong trolly yang berisikan koper-koper.

"Ayo, check-in." Aku berjalan duluan. Meninggalkan Winona dan Prilly di belakangku.

Setelah menunggu cukup lama, sekitar satu jam, pesawat yang akan membawa keluargaku menuju Singapura, telah siap. Semenjak duduk di dalam pesawat, Prilly tidak mau melepaskan pelukannya pada Winona sekali pun.

Kamu dan AkuWhere stories live. Discover now