One Step Closer

27.1K 2.1K 30
                                    

Ali merapikan seragam SMA-nya yang masih putih bersih; berkat Amanda yang tidak ingin seragam anak-anaknya dicuci orang lain atau dengan loundry.

Pagi ini, ia memutuskan untuk masuk sekolah. Masuk sekolah, bukan masuk kelas. Setelah wejangan-wejangan ajaib Gabriel, Ali mau masuk sekolah meskipun ia masih enggan untuk meninggalkan Amanda yang sedang sakit di rumah.

"Mama beneran nggak papa di rumah?" tanya Ali sebelum berangkat bersama Gabriel -pemuda itu menginap di rumah Ali- ke sekolah.

Amanda tersenyum lembut, "Nggak papa, ada Bibi kan yang nemenin Mama. Kamu sekolah aja," kata Amanda sambil mengusap pelan pipi putranya.

Ali mencium pipi Amanda, "Ali berangkat dulu ya, Ma." pamit Ali.

Lanjut mencium kening Mila yang sedang sarapan. "Jangan telat, berangkat tetep sama Pak Deni." ujar Ali protektif. Jika menyangkut Mila, maka Ali akan sangat overprotective.

"Lo udah bilang tiga kali Aliiii," keluh Mila. Gabriel yang melihatnya hanya tertawa kecil. Paham akan sifat Ali yang sangat melindungi Amanda dan Mila.

"For your safety, oke?" Ali menepuk-nepuk puncak kepala Mila sebelum akhirnya berangkat ke sekolah bersama Gabriel dengan memakai motor besar hitam milik Gabriel.

"Gue ngerasa ada yang janggal sama Ray Hermawan, Yel." Kata Ali serius setibanya mereka di parkiran sekolah.

"Janggal gimana?" tanya Gabriel heran sembari memakirkan motornya. Ali turun, menunggu Gabriel selesai mengunci dan menggantungkan helmnya pada spion motor.

"Janggal nggak sih dia nggak ngasih tanda-tanda kalo he does exist? Maksudnya, dia ada di sekitar kita."

Keduanya berjalan menuju kantin tempat biasa ia dan Gabriel menghabiskan jam-jam pelajaran sekolah.

"Gue pribadi nggak terlalu tau ya sama sifatnya si keparat itu gimana. Tapi menurut gue, tipe orang macem dia, lagi nyusun rencana mateng-mateng buat gimana caranya narik elo ke dalam perangkap mereka." Gabriel menyuarakan analisisnya. Ali memesan dua es teh pada Ibu kantin, kemudian duduk di meja biasanya.

"Kayak kesannya... dia lagi ngincer atau nyari sesuatu dari gue. Titik lemah gue lebih tepatnya." ujar Ali.

"Bisa jadi titik lemah lo, bro. Dan kemungkinan dia udah tau? Gue nggak tau juga. Tapi kemungkinan besar, dia udah tau. Apa gunanya punya ajudan banyak kalo nggak digunain?" timpal Gabriel.

"Shit!" Ali menggeram, tangannya mengepal sambil memukul agak keras meja kantin tersebut.

"Lo lebih hati-hati aja sekarang, man. Lo sering kan dapet masalah kayak gini? seharusnya lo tau, kapan musuh lo maju, dan kapan musuh lo bener-bener mundur." Gabriel menatap Ali serius.

Mengenal Ali dalam jangka satu sampai dua tahun, belum mampu bagi Gabriel untuk memahami sifat Ali yang sebenarnya. Banyak rahasia yang Gabriel belum ketahui, meskipun Ali tidak menyembunyikan apa-apa.

Ali terlalu sulit untuk dibaca. Sifat keras turunan dari Gio, menambah kesulitannya. Dilain sisi, Gabriel tahu Ali kuat. Terlalu kuat malahan.

"Take care of your family, and now that girl." Gabriel mengedikkan dagunya kerah pintu masuk kantin.

Ali mengikuti arah pandang Gabriel. Prilly bersama Mila masuk ke kantin dengan bercanda. Terlihat keakraban yang terjalin seakan-akan mereka kenal lama, padahal baru-baru ini.

"Dia awam sama orang-orang kaya Ray Hermawan, Li. Terlalu awam malahan. Dia nggak tau apa-apa tentang dunia lo. Dan sekarang, secara nggak langsung, Prilly masuk ke dalam dunia lo," kata Gabriel pelan. Berusaha untuk tidak didengar murid lainnya.

Kamu dan AkuDove le storie prendono vita. Scoprilo ora