Ali Pratama

47.7K 2.7K 11
                                    

"Dia Ali Pratama. Anak tunggal dari Giorgino Pratama. Donatur terbesar di SMA kita, nggak ada yang nggak kenal sama dia. Tukang buat onar, panglima perang SMA Pelita. Sering bolos, keluar masuk sekolah seenaknya, berani sama guru." Jelas Mila. Prilly menatap Ali yang sedang duduk dengan tidak sopan di kantin. Kakinya asik saja bertengger di atas meja, sedangkan kulit kacang rebusnya dibuang dengan sembarang.

"Masa segitunya sih, Mil? Kenapa dia nggak di DO?" tanya Prilly heran. Mila menghela napasnya dengan pelan, kemudian meminum es tehnya yang tinggal setengah gelas.

"Kemampuannya yang diatas rata-rata yang buat dia nggak di DO, Prill." Jawab Mila.

"Maksudnya?" Prilly mengernyitkan keningnya.

"Walaupun dia jarang, atau malah nggak pernah ngikutin pelajaran tapi nilai dia selalu diatas rata-rata. Ali juara satu paralel buat kelas sebelas. Nilai dia yang jadi pertimbangan para guru mau nge DO Ali apa nggak, disamping Papa-nya yang jadi donatur paling besar di sini," sekali lagi, Mila menjelaskan tentang Ali. Pada bagian Papa, muka Mila sedikit pucat. Prilly menatap Mila inten, kenapa Mila tiba-tiba pucat seperti itu? Seperti sedang menyembunyikan sesuatu. Tapi, Prilly buru-buru mengusir pikiran buruk terhadap Mila.

"Emang nggak ada yang bisa ngalahin Ali?" Mila menggeleng.

"Lo tau Savanna?" tanya Mila. Prilly mengangguk, Savanna Putri kelas XI IPA 1, memiliki kinerja otak melebihinya. Nilainya selalu diatas angka delapan, nama Savanna selalu masuk di jajaran tiga paralel kelas sebelas di sekolahnya.

"Savanna yang pinter segitu, namanya masih dibawah nama Ali kalau paralel. Lo bisa bayangin?" Prilly menelan ludahnya dengan susah payah. Jelas. Jelas gadis itu bisa membayangkannya.

"Ali bisa nguasain materi IPS, walaupun dia jurusan IPA. Akuntansi di mata dia gampang banget, Prill." lanjut Mila sembari memakan bakso-nya.

"Kok lo bisa tau?" tanya Prilly heran.

"Walaupun predikat dia yang buruk di mata anak-anak, banyak yang nggak tau kalau dia itu baik. Gue pernah liat dia bantuin nenek-nenek nyebrang jalan raya, dari jauh sih sebenernya. Tapi gue yakin kalau itu Ali," cerita Mila, tanpa menjawab pertanyaan Prilly.

"Kok lo bisa tau banyak tentang Ali?" tanya Prilly. Mila tersedak bakso yang sedang di makannya. Prilly buru-buru menyodorkan es teh milik Mila. Gadis itu segera menenggaknya hingga tandas.

"Ehm... soalnya-" ucapannya terpotong oleh bunyi bell yang berdering dengan nyaring.

"Eh ayo masuk, abis ini pelajarannya Pak Dewa. Doi kan killer banget, ogah gue di hukum gara-gara telat dua menit doang," Mila berdiri, lalu menyambar tangan Prilly. Menariknya menjauh dari kantin.

Prilly hanya diam di tarik oleh Mila. Gadis itu merasakan ada sesuatu yang disembunyikan Mila dari dirinya. Tapi entah apa itu. Matanya tak sengaja menatap Ali. Gadis itu tersentak ketika mengetahui Ali tengah menatapnya. Prilly mengalihkan pandangannya, kemudian mensejajarkan langakahnya dengan langkah Mila.

***

Pandangan Ali tak pernah lepas dari dua gadis yang duduk tak jauh dari meja-nya di kantin. Pemuda itu tahu, bahwa salah satu dari gadis itu terkadang mencuri pandang kearahnya. Gadis berpipi chubby, tingginya yang semampai, kulitnya putih bersih, hidungnya yang mancung, dan kedua matanya yang coklat.

"Wuih makin cantik aja tuh kembaran lo, Bos!" seloroh Gabriel sambil menepuk pundak Ali semangat. Mendengar kata 'kembaran' yang dilontarkan Gabriel, Ali menoleh dan menatap tajam Gabriel.

"Iye dah, kaga-kaga kalau gue nyentuh adek lo tuh," Ditatap seperti itu, Gabriel keder juga. Lebih baik mencari aman, daripada membangunkan singa yang tengah kelaparan.

Kamu dan AkuWhere stories live. Discover now