Is It a Good-bye?

26.2K 2K 65
                                    

Mila dan Winona turun dari taksi dengan tergesa-gesa. Mendapat kabar bahwa Prilly telah ditemukan, dan sekarang berada di Rumah Sakit, membuat dua perempuan itu pontang-panting.

Mila sedari pagi menemani Winona di rumah. Menenangkan Winona yang terus menerus menangis dan menanti Jodi yang sedang dalam perjalanan dari Singapura menuju Indonesia.

"Ali! Gimana Prilly?" tanya Mila khawatir saat ia bertemu dengan Ali di depan UGD. Ali menggeleng lemah.

"Drop." jawabnya pelan. Winona duduk di depan UGD. Melihat ada Winona, Ali beranjak dari depan pintu, dan duduk di sebelah Winona.

"Tante... Maaf Ali nggak bisa jagain Prilly," Ali menatap Winona dengan sendu. Sungguh, sungguh ia takut jika insiden ini membuatnya tidak bisa lagi bertemu dengan Prilly.

"Kamu udah lakuin yang terbaik, Li. Liat muka kamu kayak gini, Tante yakin kamu mati-matian buat jagain dia," Winona tersenyum sumir. Ia mentap wajah Ali yang lebam.

"Ali... ngerasa gagal." suaranya melemah. Punggungnya luruh pada sandaran kursinya. Matanya terpejam. Bayang-bayang Prilly yang berada di tangan Ray tadi, membuatnya resah. Ia merasa gagal untuk memenuhi janjinya.

Janji yang dibuatnya untuk dirinya sendiri; menjaga Prilly hingga ia tidak bisa lagi menjaga gadis itu.

"Obatin luka lo, Li. Gue takut infeksi," Mila memegang dagu kakaknya, menyentuh dengan pelan sudut bibir Ali yang pecah.

"Nggak sampai gue liat Prilly," tolak Ali. Keinginannya keukeuh. Memastikan Prilly telah ditangani dengan baik. Barulah ia mau untuk diobati.

"Bos, lo jangan keras kepala deh! Obatin atau gue tarik paksa lo?" ancam Gabriel. Tidak senang jika Ali telah keras kepala seperti ini. Ali tidak merespon.

Gabriel berdecak. Ia berdiri, dan menarik paksa Ali untuk berdiri dan membawanya menuju suster yang sedang berjaga.

"Gua bisa sendiri!" Ali berontak. Gabriel menatap Ali tajam. "Kali ini aja, lo jangan keras kepala."

Sepeninggal Gabriel dan Ali, Mila duduk disebelah Winona. Merangkul wanita itu, dan mengusap bahunya ringan.

"Harusnya Tante tahu apa yang mengganggu Prilly akhir-akhir ini..." Winona angkat bicara. Mila menatap Winona bingung. Prilly tidak cerita?

"Harusnya Tante juga sadar apa yang telah terjadi dengan Prilly... dan harusnya Tante nggak ninggalin Prilly sendiri kemarin," lirih Winona.

"Tante... udah ya nggak usah dipikirin lagi. Yang penting sekarang Prilly ada sama Tante, dan dia nggak kurang satu apapun," Mila tersenyum tipis.

"Winona!" Winona segera menoleh pada sumber suara. Jodi. Papa Prilly pulang. Suaminya kembali setelah lima bulan berada di Singapura.

"Mana Prilly?" dari suaranya terdengar begitu khawatir. Winona berdiri dan memeluk Jodi sekilas.

"Prilly di UGD. Aku baru aja dateng sama Mila," Jodi segera mendekat kearah pintu UGD. Kaca yang tertutup gorden hijau tersebut diterawangnya sebisa mungkin. Namun, nihil. Ia tidak bisa melihat apa-apa.

"Prilly... Anakku sayang..." lirih Jodi.

Tidak lama, seorang Dokter keluar dari UGD. "Keluarga Prilly Natasha?" panggil Dokter Rosaline.

Jodi, Winona, dan Mila segera mendekat pada Dokter Rosaline. "Kami orang tuanya, Dok. Anak saya kenapa? Dia baik-baik saja kan?" Jodi segera menanyakan hal-hal yang tadi menghantui pikirannya.

"Anak Bapak dan Ibu tidak apa-apa. Hanya shock dan daya tahan tubuhnya melemah. Saya sarankan, Nona Prilly untuk bed rest satu hari untuk memulihkan daya tahan tubuhnya. Luka-lukanya sudah saya obati, jangan terkena air terlebih dahulu." Dokter Rosaline menjelaskan kondisi Prilly saat ini.

Kamu dan AkuWhere stories live. Discover now