Talking With The Devil

26.4K 2.1K 20
                                    

Semenjak insiden kabur-kaburan dua hari yang lalu, Prilly kini pergi lebih berhati-hati dan minta diantar Pak Ujang. Winona sempat heran dengan perubahan sikap Prilly yang jauh berbeda. Putrinya itu lebih banyak berada di rumah, pulang tepat waktu, dan berangkat minta diantar Pak Ujang.

Prilly meletakkan tas selempangnya ke kursi, memainkan handphone-nya sembari menunggu Mila datang.

Otaknya kembali memutar kejadian yang dialaminya baru-baru ini. Kejadian yang baru pertama kali dirasakannya.

"Kenapa gue juga jadi incerannya coba? Kayanya dia kenal gue juga nggak," gumam Prilly kemudian memasukkan kembali iPhone-nya ke dalam saku seragamnya.

"Kayaknya juga banyak kan, yang ditolongin Ali selain gue? tapi kenapa harus gue yang kena getahnya."

Prilly menelungkupkan kepalanya diatas meja. Terlalu kaget dengan semua ini; terjadi begitu cepat tanpa ia bisa beradaptasi.

"Ali emang sering nolongin orang, Prill. Tapi emang posisi lo aja kali ya yang apes pas premannya dia," Prilly sedikit terlonjak di bangkunya. Gadis itu mengangkat kepalanya, menatap Mila sedikit kesal.

"Kaget tau nggak?!" cibirnya, Mila hanya memamerkan giginya dan duduk di sebelah Prilly.

"Gue masih nggak percaya sama kejadian yang kemarin, Mil." gumam Prilly sambil menyangga kepalanya diatas tangannya.

"Kalo gue ternyata juga keturunan Pratama?" tanya Mila hati-hati. Prilly mengangguk, membenarkan ucapan Mila.

"Salah satunya itu. Tapi yang gue nggak percaya, gue juga jadi 'buron' mereka. Orang-orang yang bahkan nggak gue kenal." keluh Prilly.

Mila merangkul sahabatnya, "Sabar ya, Prill. Gue juga nggak tau insiden dompet lo diambil itu dampaknya kayak gini."

"Gatau lah Mil, ini masih awal kan. Gue juga nggak tau besok-besok gimana. Jaman sekarang mah canggih banget, coba aja lo liat God's eye yang ada di FF7. Cari orang yang nggak tau dimana, tapi bisa nemuin dalam satu detik." celoteh Prilly.

"Lo jaga diri pinter-pinter aja Prill. Gue nggak mau sahabat gue kenapa-kenapa," Mila memeluk Prilly. Baginya, Prilly sudah seperti keluarganya sendiri; saudara perempuannya.

"Kakak lo emang gitu apa gimana sih, Mil? dimana-mana ada musuh?" tanya Prilly penasaran saat Mila melepaskan pelukannya.

"Ali keras cuma luarnya aja kok, Prill. Dia itu aslinya penyayang. Apapun yang dia punya, bakal di jaga sebisa mungkin sama dia." Kata Mila sambil tersenyum.

Prilly diam saat melihat Mila ingin berbicara lebih banyak mengenai Ali.

"Kata Mama, dulu dia pernah mukul kakak tingkatnya gara-gara malak temennya, dan malak dia. Dia nggak akan mukul kalo nggak ada sebabnya. Tapi sayang, orang-orang sering salah tanggep tentang aksi kakak gue itu. Istilahnya apa ya.... ah cuma dianggap sebelah mata aja," cerita Mila.

Oke, satu rahasia lagi yang didapatnya dari Mila. Apa yang dituturkan Mila baru saja, sangat jauh dari penampilan Ali. Ali dari luar terlihat sangat urakan.

"Lo tahan emang buat nutup-nutupin kalo lo ternyata kembarannya dia?" Mila tersenyum kecil mendengar pertanyaan Prilly.

"Capek jelas lah, Prill. Gue harus pura-pura nggak peduli sama Ali. Lo bisa bayangin? Gue bisa ngerasain apa yang Ali rasain, meskipun gue sama dia lagi nggak ada di tempat yang sama," Mila masih asik bercerita dan Prilly tetap mendengarkannya. Rasa ingin tahunya terhadap Ali, perlahan mulai naik.

"Tapi, dibalik itu semua gue tau Ali punya maksud baik buat gue; ngelindungin gue dari bahaya yang bahkan nggak bisa gue bayangin. Ali kuat, dia bisa ngelaluin hal-hal yang orang lain nggak bisa, sendirian. Orang-orang terlalu sensitif dan close minded sama dia. Apapun yang dia lakuin, pada akhirnya juga di cap jelek." Mila tersenyum getir pada bagian ini.

Kamu dan AkuNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ