No, It Isn't Okay

24.1K 2.1K 73
                                    

Gabriel mengajak Prilly menuju Cafétaria di Rumah Sakit tersebut, setelah Gio membawa pulang Mila yang tertidur, dan juga Amanda yang sedang mengurus keperluan Ali.

"Minum, Prill." Gabriel membukakan satu botol air mineral, diberikannya pada Prilly. Gadis itu mengangguk, lalu menenggak air mineralnya.

"Ada hal yang harus lo tau," kata Gabriel serius. Prilly menatap heran Gabriel. "Apa?"

Gabriel menghela nafas. "Semua tentang kejadian ini, semua yang nyangkut Ali, dan juga lo."

Prilly menegang. "Ap----apa?" katanya gugup.

"Semua, berawal atas janji yang dibuat Ali dengan Papa lo. Janji yang menyebutkan bahwa, Ali akan jauhin lo, setelah lo sembuh, dan setelah Ali berhasil bikin lo bahagia sama Ali,"

Prilly menatap Gabriel tidak percaya. Lebih tidak percaya, Ali yang katanya mencintainya itu, ternyata memiliki Janji. Sebuah janji yang demi apa pun, menyakitinya.

"Kenapa bisa?" katanya lirih.

"Ini semua karena Papa lo, yang bilang sendiri sama Ali kalo Papa lo, nggak suka salah satu keturunan cowok dari keluarga Pratama, ada hubungannya sama lo. Dan dia, mau bawa lo ke Singapura. I'm sure, you've known it already. Which mean, lo bakalan pergi, ninggalin Ali. Ini adalah alasan kenapa Ali bikin janji sama Papa lo,"

Gabriel mengambil jeda sejenak. Tidak tega ingin melanjutkan penjelasannya, karena kondisi Prilly yang kacau saat ini. Namun, ia harus menjelaskannya sesegera mungkin.

"Ali janji, bakalan jauhin lo setelah usia lo genap tujuh belas tahun. Yang artinya, Ali cuma punya dua hari ngabisin waktu sama lo. Kalo lo nganggap Ali nggak cinta sama lo, lo salah besar. Ali cinta banget sama lo. You should know something. Ali, setelah pulang dari nganterin lo pulang dari rumah sakit, dia bener-bener kayak mayat hidup. Dia cuma ngurung diri di kamar, turun cuma buat makan,"

Prilly merasakan hatinya kembali sesak. Jantungnya berdenyut-denyut. Tuhan, Ali telah banyak berkorban untuknya, tanpa ia tahu.

"Pagi-pagi banget, Ali udah siap. Dia minta gue sama Mila buat dekor panti buat besok. Surprise party lo, itu gue sama Mila yang dekor atas permintaan Ali. Dua hari, lo habisin waktu sama-sama Ali, kan?"

Prilly hanya mampu menganggukkan kepalanya. Lidahnya terasa kelu untuk mengucapkan satu kata saja.

"Ali udah siapin semuanya, Prill. Dia udah timing semuanya. Ini rencana dia, bikin hal sederhana, yang bisa bikin lo nggak akan lupa sama apa yang pernah Ali lakuin sama lo,"

Prilly menutup mulutnya dengan tangannya, pandangannya mulai mengabur. Ini terlalu sulit untuk diterima. Terlalu sulit, untuk dipercaya.

"Ali bener-bener kacau setelah pulang, Tante bilang, Ali nangis."

Prilly dengan cepat menyeka air matanya. Satu hal lagi yang sulit untuk dipercaya. "Ali? Nangis?" katanya.

Gabriel mengangguk. "Mama-nya Ali sendiri yang bilang sama gue pas gue jemput Beliau sama Mila. Ali nangis, bener-bener nangis. Dia udah gapeduli sama gengsi-nya dia sebagai cowok. Karena, dia tau. Dia kehilangan salah satu organ penting di dalam tubuhnya; hati.

Hati dia udah ada sama lo, dia sama sekali nggak berniat buat ambil balik semua barang atau apa pun yang ada di lo. Itu udah hak milik lo. Cinta Ali, Hati Ali, Perhatian Ali, itu semua punya lo, Prilly. Lo cewek pertama, dan satu-satunya yang Ali cinta."

Baiklah, Prilly benar-benar hancur sekarang. Ali bahkan belum sempat berkata padanya kalau ia mencintai Prilly.

"Yel, gue cinta sama Ali Yel. Gue cinta," Bahu gadis itu terguncang. Air matanya seakan tidak ada henti-hentinya menangis satu hari ini.

Kamu dan Akuحيث تعيش القصص. اكتشف الآن