Suffering

22.6K 1.9K 47
                                    

Gabriel duduk disalah satu meja kosong yang ada di café tempat di mana ia dan Ali janjian. Ia akan membahas semuanya. Semua tentang perasaan Ali, hingga masalah Ray yang terus mengancam.

Gabriel melirik jam tangannya, pukul lima sore. Tidak biasanya Ali telat seperti ini, bagaimana pun Ali tetap bisa on time.

"Apa lagi sama Prilly ya?" gumam Gabriel. Tanpa sadar, ia melamun. Matanya terus menatap pintu masuk, atau sesekali mengedarkan pandangannya kesepenjuru café ini.

Gabriel tersentak saat merasakan handphone-nya berdering. Pemuda itu meraba kantung celana jeans-nya. Mencari-cari handphonenya yang terus berdering. Gabriel menarik tas punggung hitamnya, membuka satu per satu resletingnya.

Dapat!

Gabriel buru-buru mengambil handphone-nya. Membaca caller-ID yang muncul.

Prilly

Gabriel mengernyitkan keningnya, heran karena Prilly jarang menelponnya.

"Halo..." Pada awalnya, Gabriel ragu untuk berbicara terlebih dahulu. Namun, keraguannya sirna saat mendengar nada berbicara Prilly.

"Gabriel! Please dateng ke rumah gue sekarang!"

Gabriel menegang. Prilly sedang dalam bahaya. Mengingat kata-kata Ali bahwa Ray Hermawan telah mengetahui letak rumah Prilly. Tidak salah lagi, laki-laki brengsek itu pasti memerintah ajudannya untuk menangkap Prilly.

"Gabriel..." Gabriel tersentak, suara Prilly melemah ditambah dengan suara berat yang Gabriel yakini adalah suara ajudan Ray.

"Prill? Prilly lo kenapa?!" Gabriel panik. Jelas panik. Ali belum tiba di café sedangkan Prilly dalam bahaya.

Ia tidak bisa membayangkan Prilly akan diapakan oleh Ray. Psycho bajingan yang pernah ada. Gabriel menggeram. Ia memukul kencang meja café terasebut. Sehingga membuat para pengunjung menatap aneh ke arahnya. Gabriel tidak peduli. Yang penting sekarang ini adalah, ia harus memberitahu Ali bahwa Prilly-nya dalam bahaya.

Tut....Tut...Tut....

Gabriel menjauhkan handphone-nya dari telinganya.

"Shit!" Umpatnya keras begitu mengetahui panggilannya terputus. Gabriel buru-buru memasukkan handphone-nya kembali ke dalam tas.

Tidak bisa menunggu lebih lama lagi, Prilly dalam bahaya. Ia bisa memberitahu Ali setelah ia mengecheck Rumah Prilly. Gabriel bangkit, karena saking terburu-burunya, ia menabrak seseorang.

"Woy! Lo kalo jalan liat-liat dong!" sentak Gabriel kesal. Memungut tas-nya yang terjatuh tadi.

"Yel? Lo mau balik?"

Gabriel mendongak. Ali. "Li! Kita harus balik!" Gabiel segera menarik Ali menjauh dari meja yang ia duduki tadi.

"Kenapa sih? Lo lagi ada acara?" tanya Ali heran setelah Gabriel dan dirinya berada di luar café.

"Bukan. Bukan gue, lebih tepatnya Prilly." Sedetik kemudian, tubuh Ali menegang.

"Prilly?! Bilang sama gue Prilly kenapa?!" tanya Ali keras.

Gabriel mengajak Ali menuju mobil putih milik Ali, mengambil alih kuncinya. "Kita masuk, gue jelasin sambil kita jalan."

Dan akhirnya, mobil putih tersebut menjauh dari pelataran parkir café tersebut.

"Bilang sama gue, Prilly kenapa?" tanya Ali kaku. Gabriel menghela napas, ia yakin setelah Ali mengetahui hal ini, laki-laki itu akan membabi buta.

"Prilly dalam bahaya." tiga kalimat, cukup membuat Ali menggeram. Tangannya mengepal, tidak tahan Ali meninju dashboard mobilnya.

"SHIT! RAY LO ERRGHHH!" Napas Ali memburu, ia ingin berlari menerjang Ray dan membunuhnya saat ini juga.

Kamu dan AkuWhere stories live. Discover now