Chapter 13. Kematian (Zack)

268 34 1
                                    

Chapter 13. Kematian (Zack)

Zack tidak pernah merasakan sihir yang melibatkan tubuhnya. Tubuhnya mendadak menjadi lentur seperti per, ia tenggelam dalam dimensi asing yang rasanya tidak beroksigen. Dan kejadian itu hanya sekejap. Benar-benar sekejap, mungkin beberapa detik saja, dan tahu-tahu tubuhnya sudah jatuh terjengkang.

Ia mengadah, menyadari ia tidak lagi berada di atas atap, melainkan sebuah ruangan, mungkin salah satu ruangan di sekolahnya. Drake dan Hayley berdiri dihadapannya, dan ia melihat kelompok Vampir yang lain di belakang mereka berdua. Zack menelan ludah. Siapa yang tidak panik melihat segerombolan Vampir berwajah lapar memandanginya?

Apalagi ini?

Zack mencoba berdiri namun seperti ada sesuatu yang menahan tubuhnya. Ia tersentak kaget ketika tubuhnya terdorong ke belakang, menyebabkan pungungnya menghantam dinding, dan ia disentak naik hingga kakinya tak lagi menyentuh lantai. Ia menempel di dinding dengan kaki terjuntai, kini menjadi tontonan para Vampir.

Hayley cekikikan riang sambil mengacungkan ujung tongkat sihir ke arahnya.

"Turunkan aku!" seru Zack, ia meronta namun percuma.

"Zack, terima kasih sudah mau ikut dengan kami secara sukarela," kata Drake kalem.

"Dasar gila! Apa mau kalian?!" seru Zack. Ia merasakan firasat buruk karena melihat para Vampir di bawahnya menyorotkan tatapan berwarna merah, sorot kelaparan. Apa mereka serius mau meminum darahnya secara beramai-ramai? Ini benar-benar gila! Tentu dia tidak ingin mati konyol dihadapan para Vampir ini!

"Kalian akan ditangkap jika mencoba membunuhku!" ancam Zack, ia berusaha menyembunyikan rasa putus asanya. Tapi ia benar-benar tidak melihat jalan keluar yang bisa ia ambil. Ia benar-benar terpojok.

"Siapa yang akan menangkap kami, Zack?" Drake malah mendengus geli. "Siapa yang akan mencarimu, hah?"

Zack merasa seluruh darahnya turun dari wajah.

"Kau tinggal sendirian. Pengacaramu hilang dan mungkin sudah mati di luar sana. Tidak ada yang akan memperdulikanmu jika kau menghilang."

Zack menahan makiannya. Tapi Drake mungkin benar. Ia sebatangkara di sini. Tentu tidak akan ada yang peduli dengan hilangnya seorang bocah berumur 18 tahun yang tidak memiliki orangtua dan keluarga lainnya. Dia akan mati konyol, dan tanpa ada orang-orang yang akan mengunjungi kuburannya. Itu pun jika ia dikuburkan dengan layak.

"Nah, Zack... jadilah anak baik," Drake menarik sebelah tangan Zack yang lemah dan tak mampu melawan. "Kami akan memulai ritualnya."

Zack menelan ludah. Ia ingin berteriak namun Hayley telah menyihir pita suaranya menjadi bisu, sementara Penyihir gila itu terkikik kegirangan menontonnya.

Drake telah mengenakan sarung tangan kulit, ia memegang sebilah pisau besar, pisau perak yang berkilauan. Ia menempelkan bagian tajam pisau ke atas permukaan kulit nadinya.

Ya, dia akan mati segera.

Zack memejamkan mata ketika Drake mengiris pergelangan tangannya, yang menimbulkan rasa pedih tak terkira. Ia tahu ketika darahnya muncrat dari robekan kulitnya dan pembuluh darahnya yang pecah.

Ia berharap segera mati saja, namun siksaan yang menyakitkan membuatnya harus merasakan kucuran darah yang meninggalkan dirinya. Ia tidak mampu membuka mata. Bahkan ia tidak mampu menjerit untuk meluapkan rasa sakit yang menyiksanya.

Beberapa saat kemudian ia jatuh ke lantai. Tubuhnya telah mati rasa. Ia tidak bisa bergerak dan ketika membuka mata, pandangannya buram dan bergoyang meski ia masih bisa melihat Eksisten busuk itu.

Drake membawa mangkuk yang mungkin telah dipenuhi darahnya, ia mengira Drake sendiri yang akan meminumnya, namun ia melihat Drake duduk dengan lututnya, menyodorkan mangkuk itu pada seseorang yang duduk di atas kursi roda.

Orang cacat, Zack yakin hanya melihat badan orang itu duduk di kursi roda, namun tanpa kaki.

Nafas Zack semakin memelan. Kelopak matanya bergerak akan menutup ketika sepasang kaki kecil berhenti tepat dihadapannya. Kemudian wajah pucat menutupi ruang pandangnya. Sepasang mata hitam pekat memandanginya lekat-lekat, dan bibir mungilnya yang berwarna kemerahan tersenyum, lalu bersenandung pelan, lagu asing yang tidak pernah didengar Zack sama sekali dimana pun. Namun ia merasa lebih baik karena senandung itu.

Ia memejamkan mata.

***

...

Es Krim Coklat dengan taburan chocochips berwarna putih rasa mint. Zack bahkan hampir tidak menyadari kehadiran seorang pria yang kini duduk di kursi sebelah Ayahnya. Fokusnya sekarang hanyalah untuk menghabiskan gunung es krim coklat setinggi 10 cm dalam mangkuk gelasnya.

"Buruk sekali..." kata pria itu dengan wajah suntuk.

"Jadi dia masih hidup?" Ayahnya bertanya dengan wajah santai seolah topik pembicaraan mereka saat ini hanyalah mengenai cuaca siang musim panas. Dan Ayahnya bukanlah Vampir yang suka memasang wajah serius.

"Apa kau yakin sudah membunuhnya?" tanya pria itu. Dan kali ini Zack mengangkat wajahnya, sedikit kaget ketika melihat pria yang duduk di sebelah Ayahnya. Ia mengenalnya. Pria itu adalah Dokter Pribadi yang selalu memeriksa kondisi kesehatannya.

"Ya, dengan tanganku." Ayahnya menunjukkan kedua telapak tangannya untuk meyakinkan si Dokter. "Kau pasti mempercayaiku, kan, Gary?"

Si Dokter, Gary, mengetuk-ngetukkan jemarinya. "Sepertinya aku harus selalu mempercayaimu, Ace. Tapi, hei, bagaimana dia bisa hidup kembali? Setidaknya dia adalah miliyuner dan mendapat gelar bangsawan berstatus baik di Varlas. Walau dengan wajah mengerikan." Gary menghela nafas. "Tidak ada bukti bahwa dia pernah mencoba..." tatapan mata Gary berpindah pada Zack yang kini terdiam memandang ke arahnya dengan tatapan penasaran. "...menangkap anak ini."

"Siapa, Yah?" tanya Zack. Ia tidak menyukai tatapan Gary pada dirinya. Berkesan seperti menganggapnya sebagai anak yang merepotkan.

"Bukan siapa-siapa." Kata Ace, Ayahnya. Kemudian sang Ayah tersenyum pada Zack. "Zack, bisakah kau memesankan satu gelas kopi untuk Dokter Gary?"

"Oke." Zack segera berdiri.

Zack melangkah meninggalkan meja. Namun ia tidak segera menuju ke depan meja pesanan. Ia melangkah dengan sangat pelan, menjaga jaraknya agar masih dapat mendengar pembicaraan Ayahnya dan Gary.

"Dia muncul di rumahku bersama seorang werewolf, dan juga dua roh jahat. Aku tidak melihat kehadiran roh jahat itu, tapi Zack dapat melihat keduanya." Kata Ayah.

"Oh, ya ampun." komentar si Dokter dengan wajah terperangah.

"Kurasa dia melihatku ketika mematahkan leher pria itu."

Gary memasang wajah muak. "Bukan pelajaran moral yang bagus untuk anak-anak." Komentarnya sinis.

Zack terpaksa benar-benar meninggalkan meja untuk memesan minuman. Ia sedikit penasaran dengan perbincangan Ayahnya dan Dokter Gary. Menjengkelkan sekali jika perbincangan itu mengenai dirinya tetapi kenapa dia tidak boleh ikut terlibat?

"Ini, anak manis." Si karyawan wanita segera menyodorkan nampan yang berisi segelas kopi hangat pesanannya.

"Makasih," ucap Zack, memberikan senyuman manis yang membuat si karyawan memberikan sebuah permen secara cuma-cuma untuknya. Dengan sedikit bersusah payah, ia melangkah untuk menjaga agar kopi di atas nampan tidak tumpah, langkahnya mendadak terhenti. Wajahnya tertoleh ke arah jendela. Ia merasakan hawa menakutkan yang membuat tengkuknya merinding.

Ada seseorang di luar sana... pria dengan setengah wajahnya yang tertutup dengan topeng logam abu-abu mengkilat, berdiri di seberang jalan depan restoran. Setengah bibirnya yang tidak tertutup oleh topeng membentuk lengkungan, sebuah senyuman yang menakutkan. Dan cairan kopi tumpah ke pakaian Zack ketika seseorang tanpa sengaja menabraknya.

--*--

Letifer ✔️Where stories live. Discover now