Alamak! Gambar ini tidak mengikut garis panduan kandungan kami. Untuk meneruskan penerbitan, sila buang atau muat naik gambar lain.
HAPPY READING!
o∆o
“Dalane rame, atiku sepi.”
Dalam langkahnya Asyela bersenandung kecil. Gadis berpiyama doraemon dengan sandal berbulu itu menyusuri jalan menuju minimarket di ujung gang tempat tinggalnya.
“Nggak dulu deh, Neng. Tampang situ nggak meyakinkan, minimal berpengalaman satu tahun di bidangnya.”
“Lah, jangan diragukan lagi, Pak. Saya udah bisa cuci piring dari umur lima tahun, loh. Udah dua belas tahun pengalamannya ini, yakin ditolak?”
“Harus bisa dibuktikan dengan sertifikatnya, ada nggak?”
What?! Sertifikat berpengalaman cuci piring selama dua belas tahun, begitu? Tidak sekalian wajib mempunyai gelar specialis cuci piring? Supaya itu piring setelah dicuci bisa terbang langsung ke rak. Dasar konoha!
“Enggak deh, Pak, nyerah aja saya.” Asyela menghentikan interview abal-abalnya. “Mau pesan nasi goreng aja, sama kwetiau satu.”
“Nah, gitu dong beli. Jangan cuman lihat doang.” Si pedagang menyajikan nasi goreng yang telah matang. “Pedas atau nggak, Neng? Kwetiaunya goreng atau kuah.”
“Pedas banget, Pak, karet dua. Yang kuah, supaya bisa sembur sampeyan.” Asyela melirihkan kalimat terakhirnya. Ampun gusti, bapak ini mulutnya minta di ruqyah.
“Saya tinggal ke minimarket depan dulu, Pak.”
“Bayar dulu, Neng.”
“Loh, nggak nanti aja?”
“Takut Neng ngerjain saya, nanti udah dibuatkan nggak balik lagi. Jadi DP dulu, buat cadangan kerugian.”
Asyela mengerjapkan matanya tak percaya, mulutnya terbuka membulat. Apakah dirinya mempunyai tampang seperti penipu? Beli nasi goreng saja pakai DP, nggak sekalian kasih pajak?