Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.
Selamat Malam Minggu, Mblo. 😁✌🏻
Happy Reading!
o∆o
Bel istirahat berbunyi nyaring di seluruh penjuru sekolah. Siswa-siswi berhamburan keluar kelas menuju kantin. Adapula yang pergi ke mushola, perpustakaan, atau bahkan hanya duduk di dalam kelas.
Di sebuah kelas, beberapa siswi disibukkan dengan tugas yang akan dikumpulkan.
“Baru dua puluh lima buku. Kurang lima orang lagi, siapa?”
“Udah bel istirahat, buruan!”
“Tiga orang lagi, cepat!”
Gadis berkacamata dengan tumpukan buku tugas teman-temannya itu tidak berhenti mengomel. Selaku ketua kelas, Fitri bertanggung jawab penuh untuk menyerahkan buku tugas kepada guru pengampu.
”Satu lagi, ayo!”
“Syel, cepat nulisnya! Itu si Fitri udah ngoceh mulu,” bisik Tari.
Asyela terburu-buru menorehkan tinta pada buku tugasnya. Tak peduli dengan tulisannya yang mungkin akan susah dibaca oleh gurunya.
“Iya iya, ini bentar lagi.”
“Asyela, cepat!” tukas Fitri tak sabaran.
“Iya, nih!”
Buru-buru Fitri menerima buku dari temannya yang selalu terakhir mengumpulkan tugas. Lalu, dia meninggalkan kelasnya.
Huft!
“Berasa dikejar setan,” celetuk Asyela menyandarkan punggungnya ke bangku.
“Lagian kamu kebiasaan banget. Udah tau gurunya kalau ngasih tugas bejibun. Sempat-sempatnya tidur,” ujar Tari yang duduk di sampingnya.
Padahal tadi Tari sempat menegurnya untuk tidak tidur. Namun, dasarnya Asyela saja yang bebal.
“Diusir lagi tau rasa!” sembur Tari.
Mata pelajaran kewirausahaan di minggu lalu, menjadi penyebab Asyela keluar kelas pada saat jam pelajaran berlangsung. Pasalnya, gadis itu tertidur saat guru pengampu sedang menjelaskan materi. Akibatnya, dia dilarang mengikuti jam kewirausahaan di hari itu.
Namun, bukannya takut atau memohon untuk tetap di kelas. Gadis itu dengan santainya meninggalkan kelas dan melanjutkan tidurnya di UKS dengan alasan tidak enak badan.
Dasar!
“Udah tau kewirausahaan bikin ngantuk, malah ceramah sekalian. Enak buat tidurlah,” bela Asyela yang saat ini memejamkan matanya.
Tari berdiri dari duduknya. “Terserahlah. Dah sana tidur lagi, aku mau ke kantin.”
Asyela mencekal lengan teman sebangkunya yang akan melangkah.
“Aku nitip dong. Mie ayam kantin sama es teh,” ujar gadis itu.
“Ikut aja kenapa, sih?”
“Males, rame.”
“Aku juga males, dititipi mie ayam yang antriannya sepanjang kasih sayang ibu.”
Asyela berdecak sebal, tak ayal dia mengekori temannya untuk ke kantin. Menghadapi mata pelajaran kewirausahaan, menguras banyak tenaga. Dia membutuhkan mie ayam untuk mengembalikan moodnya.
“Ck, males banget.”
Suasana kantin yang ramai dengan berbagai macam makanan, membuat udara disana terasa campur aduk.
“Demi mie ayam. Sana, ngantri dulu!”
“Males, nanti aja,” ujar Asyela menyandarkan tubuhnya di pintu kantin.
Tari menatap malas temannya. “Kalau kamu nggak ngantri dari sekarang, kapan dapatnya? Tuh stand bakal sepi, kalau bel masuk udah bunyi.”
“Karepmu! Aku mau beli siomay dulu,” lanjutnya melihat Asyela tak beranjak dari tempatnya.
Tari meninggalkan temannya yang masih di pintu masuk kantin. Dia menuju stand siomay yang sudah mulai sedikit pembeli.
“Gara-gara kewirausahaan, aku jadi butuh mie ayam. Ck, kapan sepinya? Mana ngantuk pula.”
Gadis dengan wajah menahan kantuk itu memilih menggerutu daripada mengantri terlebih dulu.
“Oke, demi mie ayam!”
Asyela menguap beberapa kali, lalu dengan langkah malas gadis itu memasuki kantin lebih dalam. Pandangannya terus menuju ke stand mie ayam. Kalau bukan karena mie ayam, mana mau gadis itu mengantri.
“Panjang banget antriannya.”
Gadis itu terlihat komat-kamit menatap orang-orang di depannya.
“Masih lima orang lagi.”
Berusaha menahan kantuk dengan mengerjapkan matanya berkali-kali. Dia menyapu pandangannya ke setiap sudut kantin. Netra coklat terangnya terpaku pada seseorang di depan stand roti panggang.
“Aksa,” gumamnya.
Seolah mendengar panggilannya, seseorang disana menoleh ke arahnya. Pandangan keduanya terkunci. Dia nampak menyunggingkan bibirnya. Asyela mengalihkan pandangannya spontan.
“Demi apa dia senyum?!” gumamnya.
Gadis itu kembali memandang sekitar stand roti panggang. Namun, di sana hanya terdapat beberapa orang perempuan. Kemana dia?
“Nyari apa?” suara Tari menyadarkannya.
“Hah?”
“Nih, mie ayam kamu.”
Asyela memandang sebungkus mie ayam di depannya. Dia menatap temannya bingung.
“Kamu daritadi ngelamun. Dipanggil mbak nya nggak denger. Pas banget aku kesini, jadi aku beliin dulu,” jelas Tari.
Asyela mengangguk-angguk paham. Dia kembali mengedarkan pandangannya.
“Ngeliatin apaan, sih?” tanya Tari melihat gelagat aneh temannya.
“Tadi dia disana, terus senyum ke aku,” adu Asyela menunjuk stand roti panggang dengan dagunya.
“Dia siapa?”
“Ck, mas crush.”
“Oh, mana? Nggak ada tuh.”
“Tadi disana, beneran! Aku kontak mata sama dia, terus dia senyum gitu ke aku.”
“Tapi nyatanya nggak ada dia, Syel.”
“Asli, tadi ada!”
“Halu kali kamu.”
“Dih!”
o∆o
Central Java, Saturday, 16 March 2024
Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.