Bab: 36

61 9 0
                                    

Ingin berproses instan dengan mengulang sejarah, atau memilih jalan berliku untuk menciptakan sejarah baru. Semua tergantung prinsip.

***

Menghapus aplikasi menulis online, serta Instagram sebagai satu-satunya media sosial yang terhubung dengan Aksa, kini Kiana hanya terpaku pada WhatsApp dan aplikasi tiktok sebagai hiburan.

Mimpinya sudah mati. Semua buku dan catatan tentang kepenulisan sudah ia bakar, kecuali dua karyanya yang sudah terbit. Setidaknya dua buku itu bisa ia tunjukkan pada keturunannya kelak. Itupun jika dia menikah.

Sejak semalam otaknya terasa buntu memikirkan masa depan. Apa lagi yang akan dilakukannya? Apa lagi yang akan ia kejar di usianya yang sudah menginjak dua puluh empat ini.

Dulu saat masih sekolah, Kiana punya banyak mimpi. Menjadi guru, penulis, penjahit, pengusaha sukses, bahkan menjadi wanita solehah dulu adalah list nya di masa depan.

Namun ketika lulus, fokusnya hanya terpusat menjadi penulis saja. Dia berhasil menjadi seorang penulis, namun tak berhasil mempertahankan profesi itu dalam jangka waktu lama.

Kiana sudah pernah berkarir di dunia kepenulisan. Menjadi guru rasanya sudah terlambat untuk usianya yang sudah beranjak dua puluh empat. Butuh waktu beberapa tahun ke depan untuk mewujudkannya. Terpaksa, Kiana memberi tanda silang pada salah satu list mimpinya.

Menjadi penjahit tak sepenuhnya mimpi Kiana. Itu adalah mimpi sang Mama yang belum terwujud dan wanita itu pernah menitipkan mimpinya pada Kiana.

Menjadi pengusaha sukses dan wanita solehah rasanya masih sulit digapai.

Apa Kiana kursus menjahit saja? Lagipula mengikuti kursus tak memakan waktu yang begitu lama. Hitung-hitung menghabiskan waktu luang.

***

Setelah merasa tubuhnya fit dalam kurun waktu seminggu, Kiana kini bangkit. Ia akan mencoba mengejar mimpinya yang lain. Keluarganya juga mendukung aktivitasnya saat ini.

Hari pertama kursus, Kiana malah ngaret. Akibat sudah lama tak berangkat kerja, Kiana jadi sedikit lupa mengatur waktu.

"Papa bisa anterin Kia kursus kan?" Tanyanya pada sang Papa yang sedang menikmati sarapan di meja makan.

"Udah, jangan ganggu Papa sarapan. Ayo langsung ke depan, kasian ada yang nunggu lama." Ujar sang Mama.

"Loh? Mama udah pesanin go-" Ucapan Kiana terhenti begitu itu baru melangkah ke luar pintu.

Mamanya benar. Ada seseorang yang sedang menunggu di pelataran rumahnya.

Kiana sontak menoleh pada sang Mama, berusaha meminta penjelasan lewat kode ekspresi. Namun sang Mama hanya tersenyum dan mendorongnya untuk mendekat pada orang itu.

Siapa lagi jika bukan Rama. Tetangga baru yang mendadak akrab dengan keluarganya.

"Malah bengong. Buruan berangkat. Nanti kalian sama-sama telat loh." Ujar sang Mama.

Kiana ingin membantah. Namun saat melirik jam tangan, tampaknya tak ada waktu untuk berdebat. Terpaksa, Kiana naik di boncengan Rama

"Besok-besok kalau nyokap minta tolong tebengin gue, gausah diturutin deh. Gue bisa sendiri." Ucap Kiana saat mereka sudah cukup jauh dari rumah.

"Oke." Jawab Rama tanpa menolak sedikitpun.

***

Tak disangka yang menjadi guru kursusnya ternyata adalah Maisa, teman sekelasnya di masa SMA. Gadis itu bahkan tak heran saat melihat Kiana datang terlambat tadinya. Sebab Kiana juga memang sering telat saat sekolah dulu.

Kita Pernah Berhenti (On Going)Where stories live. Discover now