Bab: 5

91 21 2
                                    

Tadinya ingin move on. Tapi jika bersamamu bisa menghasilkan cuan, aku sih gas!

***

Kiana menatap dinding kamar kosnya dengan hampa. Kedua lubang telinganya ia sumbat dengan handsfree. Suasa hatinya yang sendu didukung dengan lagu yang didengarnya saat ini.

Kantung belanjaan yang diberikan oleh Aksa tadi berisi aneka camilan. Meski perutnya kosong saat ini, Kiana tak nafsu memakannya.

Mungkin karena ia berekspektasi tinggi pada Aksa. Berharap bahwa Aksa mencarinya karena hal pribadi. Nyatanya dia mencarinya karena perihal penting, namun sayangnya kepentingan itu hanya menguntungkan Aksa.

Secara kasarnya, Kiana dicari sebab ia diperlukan. Jangan berharap lebih, itu saja.

Tiba-tiba, musik yang mengalun di telinganya mati. Ternyata ada panggilan masuk dari seseorang.

Setelah melirik, ternyata panggilan itu dari Aksa. Kiana langsung mengangkatnya.

"Hallo, Kak?" Kiana bersuara lebih dulu.

"Belum tidur?"

"Udah, Kak." Jawabnya asal.

"Sorry, saya ganggu ya? Yaudah, besok aja kalau gitu. Selamat tidur."

Tut!

Sambungan telepon dimatikan sepihak.

Kiana mengembuskan napas pasrah. Sampai kapan perasaannya pada Aksa mati sepenuhnya?

***

Kiana tersentak bangun saat mendengar suara ketukan nyaring di luar kamar kosnya.

"Kia! Ada yang nyariin tuh di bawah. Lo udah bangun belum? Udah dulu ya, gue buru-buru." Itu suara Rosa. Gadis yang berjarak usia enam tahun di atasnya itu tinggal di sebelah kamarnya, dan Rosa pula satu-satunya orang yang dekat dengannya di tempat ini.

"Iya, Kak." Jawab Kiana serak, dan pelan.

Alih-alih penasaran dengan siapa yang menunggunya di bawah, Kiana membersihkan wajahnya di toilet lebih dulu. Tentu saja ia tak percaya diri turun dengan muka bantal dan napas tak segar.

Tentunya dengan gerakan serba cepat. Setelahnya barulah Kiana turun untuk menemui orang yang kurang kerjaan mendatanginya di pagi hari.

Tepat saat keluar dari pintu kosnya, Kiana membulatkan matanya tak santai saat melihat Aksa lah yang mencarinya.

Awalnya lelaki itu tak sadar sebab sedang memantau pergelangan tangannya. Pasti sedang melihat jam.

"Kak Aksa, sorry telat. Lama ya?"

Aksa langsung mengangkat pandangan, menatap Kiana.

"Saya yang minta maaf, tiba-tiba dateng gak ngabarin. Saya cuma mau ngasih buku ini." Lelaki itu menyodorkan sebuah buku kecil seperti diary.

"Mengenai obrolan kita tadi malam, kamu boleh baca-baca dulu buku ini. Siapa tau bisa nambah-nambah ide nulis." Lanjutnya.

Kiana tergugu. Yang ia lakukan hanyalah menatap buku berwarna pink pemberian lelaki itu.

Sekali lagi, Aksa melirik jam di pergelangan tangannya.

"Nanti kita lanjut di telepon. Saya pergi dulu, buru-buru soalnya."

Tanpa menunggu persetujuan Kiana, Aksa langsung tancap gas.

Kiana juga tak ingin berlama-lama mematung, memandang punggung lelaki itu yang sudah menghilang. Ia kembali ke kamarnya dan memikirkan semuanya sendirian.

Kita Pernah Berhenti (On Going)Where stories live. Discover now