Bab: 30

80 15 7
                                    

Tidak bisa melihat hidup orang lain tenang. Dia akan datang membebanimu dengan masalah hidupnya. Kau bisa menemukan orang ini dimanapun. Di tempat kerja misalnya.

***

Dua minggu berlalu...

Kiana menjalani kehidupan menganggurnya seperti orang-orang kebanyakan. Nongkrong kesana-kemari sendirian dengan alibi ingin mencari inspirasi, tapi berujung malah menghabiskan uang.

Sebenarnya Kiana tak sepenuhnya sendiri. Ia selalu pergi dengan Rosa dan calon suaminya. Meskipun begitu, setelah tiba di lokasi, mereka akhirnya berpencar. Kiana mencari kesenangannya sendiri, dan kedua calon pasutri itu juga pergi mencari kesenangan mereka berdua.

Nyatanya menghabiskan uang sendiri itu bohong. Sebenarnya Kiana selalu ditraktir oleh Rosa. Darimana gadis itu mendapatkan uang? Padahal dia juga sama seperti Kiana, menganggur. Tentu saja dari calon suaminya yang matang dan royal itu. Jujur saja, Kiana iri.

Kiana kini sedang mampir di sebuah kafe mall dan memilih kursi paling ujung. Kali ini tak ada laptop. Paling jika ada inspirasi menulis, dia ada akan menulis pada note ponsel saja.

"Lagi sendiri ya?"

Kiana sontak mendongak begitu mendengar suara bariton di hadapannya. Ia kini membulatkan matanya tak santai saat melihat sosok itu.

Orang itu adalah Bayu. Mantan atasan yang menjadi alasan Kiana untuk resign di lokasi kerjanya yang terakhir. Bukan hanya itu, Kiana tak akan lupa dengan kasus perselingkuhan mereka yang menyebar hingga ke telinga istrinya.

Kiana spontan bangkit. Rasa bencinya melihat pria itu tak pernah pudar meski sudah berbulan-bulan lamanya.

"Santai. Saya juga sendiri. Ada yang mau saya omongin." Pria itu berusaha menenangkannya.

Kiana awalnya tak bergeming.

"Ada yang harus kita selesaikan sejak dulu. Kamu harus dengerin saya dulu. Ini tentang orang yang menyebarkan rekaman cctv kita."

Kiana akhirnya luluh. Meski emosi dadanya masih membuncah saat ini. Kiana beralih untuk kembali duduk. Begitu juga dengan Bayu.

"Kamu ingat, siapa yang masuk shift sore waktu itu?"

Kiana tak menjawab.

"Ria, Vivi, Sandra, Argi, dan Rosa. Saya tau pelakunya salah satu diantara mereka."

"Saya tidak peduli siapapun pelaku penyebar video cctv itu. Intinya saya kecewa dengan sikap bapak. Jangan karena kejadian malam itu bapak malah sembunyi tangan dengan sikap tak senonoh bapak terhadap karyawan perempuan yang bapak jadikan jalang. Bapak mengkambinghitamkan saya yang jelas-jelas gak pernah merespon setiap candaan kurang ajar bapak! Kenapa tidak keluar sedikit pembelaan pun dari mulut bapak di hadapan mbak Laras? Padahal bapak bisa saja menunjukkan lanjutan video cctv itu untuk menyangkal tuduhan perselingkuhan yang jelas-jelas itu fitnah!"

"Mau bagaimanapun Laras pasti akan tetap mempercayai potongan video cctv itu. Karena sebelumnya dia juga memang sudah curiga dengan kita." Ujar Bayu.

"Terserah bapak mau bilang apa. Saya tidak peduli lagi dengan masalah itu." Kiana berniat bangkit.

Namun Bayu segera melanjutkan ucapannya. "Istri saya punya satu orang yang dia jadikan mata-mata di kafe. Kamu cukup dekat dengan orang itu."

"Semoga ini pertemuan terakhir kita, pak. Saya permisi."
Kiana sudah beralih pergi, namun tangannya dicekal oleh Bayu.

"Rosa orangnya."

Kiana menghentak tangannya dengan kasar. "Jangan coba-coba mempengaruhi saya!"

"Saya sudah bilang, kita akan selesaikan masalah ini baik-baik. Tapi kamu malah pergi. Kalau begini jadinya saya terkesan jahat menuduh Rosa."

Kita Pernah Berhenti (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang