Bab 25

22.7K 1.9K 21
                                    

Pemandangan yang begitu sama terakhir kali Langit melihat, diatas rooftop dengan banyaknya pakaian berserakan dan lainnya, Langit hapal betul dengan apa yang ia lihat, ini pasti mimpi yang sama, jika tidak mana mungkin dia bisa melihat sekarang, bahkan ia bisa berdiri.

Langit berbalik mendegar seseorang yang terisak-isak, melihat bahwa disudut sofa ada seorang laki-laki yang Langit tahu betul itu siapa, ingatannya dengan wajah itu, wajah Langit asli.

Dengan langkah kaki pelan Langit berjalan mendekat, berjongkok didepan Langit yang sebenarnya.

"Langit?"Tidak ada sahutan, Langit mencoba memegang kepala Langit yang asli tapi dia dikejutkan dengan tangannya yang menembus, dia mencoba lagi tapi hal yang sama masih terjadi.

"Gua benci gua yang lemah."lirih Langit (asli),"kenapa semua orang nggak percaya sama gua? Gua nggak ngelakuin itu bangsat! Kenapa gua! Kenapa harus gua sialan!" Ia meninju dinding batu itu berkali-kali hingga membuat tangannya berdarah, ingin sekali Langit menghentikannya tapi tidak bisa, lidahnya terasa kelu untuk berbicara, tidak bisa menyentuh karena menembus dan tidak tahu apa yang terjadi dengan Langit yang asli.

"Gua muak! Aaaaarg!"

"Kenapa nasib gua gini!"

"Semua orang nggak percaya sama gua! Orang tua gua! Temen temen gua! Kenapa semua orang percaya sama dia!"

"Gua nggak ngelakuin itu!"

"Siapa dia?"Langit ingin berbicara tapi yang keluar hanyalah suara yang tidak jelas, dia mencoba memberi bahasa isyarat pada Langit (asli) tapi Langit bahkan tidak memandang kearahnya.

Sekali lagi Langit mencoba menggapai Langit (asli), hal yang sama terjadi, tangannya menembus, tidak bisa menyentuh Langit.

"Itu pantas yang Lo dapetin."Ucap seseorang yang baru saja membuka pintu roof top.

Langit ingin melihat tapi samar samar pandangannya mengabur, dia tidak bisa melihat jelas siapa itu, tapi dia tahu itu adalah suara perempuan, dan suara itu sedikit familiar.

Nafas Langit kembali memburu saat tiba tiba tersadar dari mimpinya, gelap, berarti dia sudah kembali kedunia nyata bukan.

"Langit..."

"Baby..."

"Sayang....kau baik baik saja?"

Panggilan demi panggilan terdengar ditelinga Langit, merasakan usapan lembut pada pipi dan kepalanya, mencoba mencari dimana suara yang memanggilnya.

"Langit jangan buat daddy takut...."Luke memeluk Langit dengan suara yang berat, seperti orang yang menahan tangisnya,"jangan pergi...."

"Sayang mommy rindu..."Senia juga mengecup pipi Langit berkali kali, menuntaskan rasa rindu pada dirinya.

Merasa aneh dengan sikap dari semua orang, kenapa rindu? Apa dia sangat lama tertidur.

"Aku periksa dulu."Ucap Immanuel meleraikan mereka dan mulai memeriksa keadaan Langit.

"Bang adek nggak apa apa kan?"Tanya Saka, sambil mengusap tangan Langit.

Samuel memeluk tangan Langit yang satunya, tubuhnya gemetar, sepertinya dia menagis, tapi jelas Langit tidak mendengar tangisan itu.

"Kenapa?"Tanya Langit penasaran.

Disana hanya ada Immanuel, Senia, Luke, Saka dan Samuel, yang lain harus kembali untuk membersihkan diri bergantian dengan mereka.

"Kau sudah tidak sadarkan diri seminggu baby, kami khawatir, apa kau betah dengan mimpi mu itu? Apa kau sengaja membuat kami disini menunggumu? Jawab Langit! Apa kau tidak tahu betapa takutnya aku!"Tekan Immanuel dengan mata yang sudah berkaca-kaca, suaranya berat menahan isak tangis, semenjak Langit pingsan saat itu, kondisi Langit tiba tiba seperti koma, bahkan dia tidak sadar selama seminggu, segala upaya telah Immanuel lakukan untuk membuat Langit sadar, bahkan dia tidak tidur nyenyak selama seminggu ini hanya untuk mengawasi Langit, kantung mata yang menghitam, bibir pucat, bahkan tidak ada binar dimatanya, kecewa pada dirinya tidak tahu kenapa Langit tiba-tiba tidak bisa bangun, jika dilihat banyak luka goresan dileher yang tidak diperban disana, bisa saja itu akan berdarah saat tidak sengaja menyentuhnya, itu salah satu hasil dari pelajaran dari keluarga Robert untuk Immanuel.

"Nuel jangan begitu boy, kau menakuti Langit."Senia mencoba menenangkan Immanuel.

Immanuel membuang wajahnya, meredam emosi yang selama ini meremat didadanya, dia tidak marah, hanya saja, dia rindu dengan adik yang membuat keluarga Robert ini khawatir selama seminggu.

Tidak jauh berbeda dengan Immanuel, para keluarga Robert bahkan menampilkan raut wajah yang sama karena mereka sama sama menjaga Langit.

Langit juga tidak kalah terkejut, "seminggu?"Apa benar dia tidak sadarkan diri selama itu, tapi dia merasa hanya sebentar, bahkan tidak mengerti apa yang terjadi sekarang.

Luke mencium pipi Langit beberapa kali, memeluk pelan bersama Saka, dan Samuel, tidak mengeluarkan sepatah katapun, rasa syukurnya bisa melihat Langit kembali sadar membuat dia tidak bisa mengeluarkan kata kata.

"Jangan meninggalkan kami terlalu lama dek, aku nggak sanggup liat kamu tidur nggak bangun-bangun."Bisik Samuel pada Langit dengan tubuh yang bergetar menahan tangisnya.

"Baby..."Lucas yang  baru saja tiba terkejut dengan Langit dipeluk oleh keluarganya, dengan tergesa-gesa ia menggeser mereka dan memeluk Langit, memberikan kecupan bertubi tubi pada wajah Langit, adiknya yang ia rindukan."Kau membuatku takut..."

Disana juga ada Roger, Reva, Sean, dan Lucky yang baru saja tiba, mereka segera melakukan hal yang sama pada baby Langit.

"Jangan meninggalkan kami, ini bukan lelucon."Ucap Roger mengecup pipi Langit berkali-kali.

"Bagaimana dengan kondisi Langit Nuel? Apa dia baik baik saja?"Tanya Reva, penasaran akan kondisi Langit seminggu ini.

"Tidak baik, kurasa kita perlu memberinya nutrisi yang banyak, lihat tubuhnya bertambah kurus, aku akan mengambil vitamin terlebih dahulu."Tukas Immanuel berlalu pergi dari sana.

"Baiklah sekarang saatnya untuk menambah asupan baby, jadi sekarang kau makan dulu ya sayang, kalian berhenti dulu, aku akan menyuapi baby makan."Ujar Senia yang diangguki oelh semua orang, dengan Luke yang berpindah posisi menjadi memangku Langit.

"Apa yang kau mimpikan Langit, jika aku memasuki mimpimu sudah aku musnahkan apa yang kau mimpikan itu!"Batin Luke yang menggeram marah.

LANGITWhere stories live. Discover now