18. Sisi Rentan

9 5 1
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.

Sisi Rentan

.
.

Langkah cepat Mira, kali ini sejalan dengan amarah tertahan sembari lakukan panggilan telepon berkali-kali.

Banyak hal yang harus dia luruskan saat ini.

Banyak hal pula yang harus dia ketahui. Mulai dari dalangnya siapa, hingga bertujuan apa.

Mata Mira memerah saat terlintas dipikirannya mengenai Anggara. Mira saat ini bahkan, melupakan kelakuan Rere semalam.

Entah kenapa, Mira malah sangat yakin, hal yang menimpa pada Edo, merupakan efek dari remaja pria itu nyatakan perasaannya pada Mira.

Mira embuskan napas panjang setelah sejenak hentikan langkah, hentikan panggilan telepon pada Anggara yang sejak tadi tak terangkat.

Gadis ini memandang rerimbunan dedaunan pohon yang terhembus angin.

"Gue temen yang gak bisa jaga temennya sendiri. Apa alesan Kak Marvin sama? Makanya dia gak punya temen deket selain anggota inti?" Mira bermonolog.

Mira mengedarkan pandangannya ke sekeliling, dengan mata berkaca.

"Apa iya, gue juga gak bisa jaga Naura, Helena sama Lucia? Apa iya, sahabat gue, semuanya sisi rentan gue?"

Gadis bermata terpenuhi embun ini meremas telepon genggamnya. Dia tak tahu siapa yang harus disalahkan. Karena Mira yakin, Anggara tak pernah mau melakukan perbuatan kotor ini.

Anggara memang pandai berkelahi, yang katanya demi membela orang yang dibully. Jadi mana mungkin, saat ini dia membully Edo?

Mira menoleh ke sekumpulan remaja pria yang lalu-lalang di koridor tempatnya berdiri saat ini.

Dan dia mulai merasa muak.

Muak pada semuanya. Pada seluruh siswa Tunas Muda yang menjadi jawaban utama Anggara saat kata tawuran dipertanyakan.

Muak pada siapapun orang yang tega membully Edo atas hal yang tak Mira kehendaki.

Kenapa, menjadi anggota geng begitu banyak hal yang harus dikorbankan? Bahkan pada orang yang tak seharusnya diperlakukan tak adil seperti ini.

"Brengsek! Sapa yang bully Edo!" lantang Mira menahan emosi.

Akhirnya luapan amarah ini muncul. Mira tak lagi bisa menahannya sendiri. Rasa muak ini tak tahu harus dilampiaskan pada siapa.

Throw a diceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang