Pedang

35 7 0
                                    

Ryu mengamati terowongan itu.

Terowongan itu tua dan besar, dengan lumut tumbuh di dinding. Dindingnya lembap jika disentuh. Terowongan itu seolah sudah lama tidak melihat dunia luar. Air menetes terus-menerus dari langit-langit, sehingga sulit untuk melihat dengan jelas dalam pencahayaan redup, hanya ada kunang-kunang sebagai sumber cahaya. Segalanya tampak lembap dan kumuh, tanah basah menjadi tempat pijakan seolah terowongan itu sudah terlupakan oleh waktu.

Pio mengeluarkan sebuah katana dari balik mantel birunya.

"Wah.. itu alasannya kau selalu memakai mantel? Kau benar-benar tak percaya pada seseorang ya?" Ryu terkekeh.

"Bukan tak percaya.. hanya meminimalisir kemungkinan dikecewakan oleh seseorang."

Mereka mulai bersiap-siap.

Kedua orang itu saling berhadapan sekarang. Dipisahkan oleh empat langkah. pedang mereka tergenggam erat di tangan masing-masing. Katana mereka bergerak dengan cepat dan tepat.

Pio mulai frustrasi karena tidak dapat menemukan cara melewati pertahanan milik Ryu. Sekali lagi Pio mengakui bahwa; pemuda didepannya merupakan petarung pedang yang hebat.

"Kau membuatku kesal Pio." Ryu mengertakkan gigi, lawannya sedaritadi hanya menghindar.

Pio tetap tenang (walaupun dalam hati dia terus berteriak panik). Dia masih berusaha untuk menembus pertahanan milik Ryu.

"Diam!" Pio sedikit membentak Ryu. Suaranya dipenuhi rasa kesal dan frustrasi.

"Oh sekarang lihat siapa yang bersungut-sungut," Ryu mulai tertawa kecil. "Kau tidak akan membuatku takut hanya dengan tatapan seperti itu, you know that?"

TRANG! Pedang Pio menghantam keras pedang milik Ryu. Pemuda itu terbanting dua langkah kebelakang.

Ryu terpeleset dan hampir terjatuh karena serangan itu. "Ini bukan tempat terbaik untuk bertarung," gerutunya.

"Oh come on, ini sempurna.. Midnight in the old tunnel with lighting from fireflies. Tidak akan ada yang mengganggu kita di sini. Kita bisa bertarung tanpa mengkhawatirkan hal lain."

"Pio, kau baru saja terlihat begitu nyaman dan tenteram saat ini." Ryu tersenyum mengejek.

"Diam saja," Pio sedikit membentak.

"Baiklah, bukan masalahku jika kamu memilih menjadi bajingan cengeng." TRANG! TRANG! Pedang Ryu menangkis serangan Pio.

"Kurasa aku sendiri yang harus membungkammu." Pio mengambil beberapa langkah cepat. Maju, mengangkat tinggi pedangnya  sebelum dengan cepat menurunkannya ke arah kepala lawannya. Ryu nyaris berhasil merunduk tepat waktu, menghindari bilah tajam pedang lawannya. Pedang Pio mengenai udara kosong. Ryu dengan cepat melompat mundur. Menjaga jarak aman.

Pio menyeringai kesal saat dia melihat Ryu nyaris lolos dari serangannya. Dia kembali melakukan serangan cepat ke depan, menurunkan pedangnya dengan keras dan cepat, bertujuan untuk menyerang sisi lawannya. SRETT! Serangan Pio mengenai lengan Ryu. Tubuh pemuda itu terhuyung ke depan, napasnya terengah-engah karena rasa sakit. Dia mengertakkan gigi, rahangnya mengatup.

Pio bergerak lagi, kali ini mengayunkan pedangnya ke arah leher Ryu. Lagi-lagi mengenai udara kosong, nyaris tidak berhasil.

Pertarungan berlanjut selama beberapa menit.

"Kau lelah Pio?" Ryu menyadari jika Pio perlahan mulai lelah, gerakannya mulai melambat dan semakin lamban. Ryu melihat ini sebagai peluangnya, dia bergerak cepat, mengayunkan pedangnya beberapa kali ke arah wajah Pio, mempertahankan serangan dan mencegahnya untuk mematahkan serangan.

SRETT! Pedang Ryu menggores hidung lawannya.

"!!!" Pio terpeleset.

"...eh?" Dia tertegun sesaat.

"Terpikat?"

Adegan jatuh dan menangkap. Sialan..

"Lepaskan." Ryu menodongkan pistol nya ke kepala Pio.

"Mengaku kalah..?" Ucap Ryu singkat. Tentu saja Pio punya dua pilihan; mengaku kalah dan menjadi bawahan Ryu atau mati dengan peluru yang bersarang di kepalanya.

THE PAST; HIGH & LOWWhere stories live. Discover now