Suara Gemercik

164 23 1
                                    

Suara adu argumen terdengar lagi ketika Ryu dan Rikako meninggalkan tempat itu. Rikako hendak membawa Ryu ke suatu tempat. Para bawahan menunduk hormat ketika menemui atasan mereka.

Rikako kali ini tak membawa bodyguard, ajudan, atau tangan kanan. Hanya dirinya dengan Ryu (dan juga supir yang mengantar mereka).

Ryu hendak bertanya. Tapi dia melihat ekspresi serius Rikako, dia memutuskan tidak jadi bertanya. Diam, menuruti apapun yang akan terjadi kedepannya. Dia hanya akan memikirkan kemungkinan yang akan terjadi nanti.

Sopir membuka pintu sembari membungkuk hormat pada Rikako dan Ryu. Mereka masuk kedalam mobil. Mobil itu melaju kejalan raya. Ryu menatap keluar jendela. Menatap kerlap-kerlip lampu dari setiap jendela dan gedung. Melihat kendaraan yang berlalu lalang. Bintang menghiasi langit, indah. Sang rembulan bersinar terang, walaupun diselimuti oleh gelapnya malam. Beberapa kali dia menghembuskan nafas kesal. Entah karena apa.

Rikako yang melihat ekspresi datar tapi kesal khas Ryu itu, Rikako tertawa kecil. Dia mencoba membuka dialog diantara mereka, "Bagaimana dengan teman-teman mu Ryu?"

Ryu tersadar dari lamunannya. Anggota mighty warriors muncul di benaknya, "Baik." Dia kembali melihat keluar Jendela mobil.

"Kita sebenarnya mau kemana?" Ryu memutuskan bertanya. Jalan yang dilewati mobil ini sekarang bukan jalanan aspal lagi, tetapi tanah berbatu.

Rikako hanya diam mengetik sesuatu di ponselnya lalu memberi Ryu sebuah senter. Ryu terpaksa menyimpan pertanyaannya lagi. Jalan ini lama-kelamaan mulai berbahaya. Semakin sunyi.. sangat sunyi.

***

Sekitar setengah jam kemudian mobil berhenti, "Aku sangat minta maaf, tapi mobil ini tak bisa masuk jauh lebih dalam lagi." Sopir itu benar. Banyak sekali bekas pohon tumbang, bebatuan, dan beberapa jurang kecil. Tanahnya juga basah, hampir menjadi lumpur.

Rikako menyimpan ponselnya. Sopir itu membukakan pintu keluar sembari menunduk hormat pada Rikako juga Ryu. Rikako mulai berjalan. Mobil itu menunggu disana.

Ryu beberapa kali hampir tergelincir.

Tak ada penerangan disini, hanya penerangan dari ponsel Rikako dan senter Ryu yang tadi diberikan oleh Rikako. Sejak kapan dia suka hal seperti ini? Kepala Ryu dipenuhi banyak pertanyaan. Apalagi sikap Rikako yang tampaknya sudah terbiasa dengan jalan becek berbatu tadi.

Terdengar suara gemercik air dengan berirama. Bagaikan nyanyian menenangkan di tengah-tengan mencekamnya udara malam. Sebuah sungai kecil mengalir dengan pijakan batu sebagai alat penyebrangan.

Rikako berhenti ditengah pijakan batu, sejenak memberikan Ryu waktu untuk mengamati area sekitar. Ryu melihat bulan bersinar walaupun ada beberapa awan yang menutupi sinarnya, "Kita mau kemana?"

"Kau sangat waspada ya, Ryu?" Rikako melanjutkan berjalan. Menginjak batu dengan hati-hati. Ryu tentunya agak khawatir dengan itu. Bagaimana jika Rikako terpeleset lalu jatuh? Lalu terbawa arus sungai yang lumayan deras ini? Sayangnya Rikako tak akan terluka karena hal konyol begitu. Dia sangat berhati-hati.

"Hati-hati, nanti kau bisa terjatuh Ryu." Rikako selesai dengan pijakan batu, dia berdiri di sisi yang satunya lagi. Menyuruh Ryu untuk melakukan hal yang sama. Ryu mulai berjalan, berpindah dari satu pijakan ke pijakan lain. Sesekali dia hampir terpeleset, walaupun akhirnya dia berhasil.

Rikako membawa Ryu ketempat yang indah, ini sepadan dengan jalan yang tadi ia lewati. Rembulan menyirami tampat ini dengan cahaya lembutnya. Senter tak diperlukan lagi. Hembusan angin malam membelai lembut wajahnya, "Indah bukan?" Ryu menganguk. Menyepakati ucapan Rikako.

"Kenapa kita--

"Berjalan-jalan, melupakan sejenak apa yang terjadi." Rikako menjawab pertanyaan Ryu.

Ryu kembali memperhatikan sekitarnya. Dia ingin tau kemana dan dari mana sungai itu mengalir.

THE PAST; HIGH & LOWWo Geschichten leben. Entdecke jetzt