16. Kesepakatan

Mulai dari awal
                                    

Mira berwajah datar. "Hal itu yang gak pantes kita bicarain sekarang bareng kalian. Lo berdua gak marah sama gue perkara Edo aja, gue udah seneng, Cia, Na."

Kontan Lucia dan Helena saling tatap sejenak, sebelum sama-sama embuskan napas panjang.

"Sebenernya saat ini yang harus lo takutin gak cuman perkara Helena dan Lucia marah ke lo," potong Naura membuat Mira menoleh padanya.

"Lo yakin Anggara gak marah perkara kemaren? Dia emang nitipin lo ke kita. Dia emang gak bahas perkara Edo, padahal tau kalo Edo nembak lo." Helena menimpali.

"Edo kenapa, Na, Ra?" Lucia bersuara panik yang menggemaskan, berlogat ala drakor kesukaannya.

"Gara gak cemburuan lebay kaya gitu," spontan Mira.

"Lo yakin? Gimana sama orang lain yang ngeliatnya? Misalnya lo tahu Helena punya cowo, trus cowonya nembak cewe laen. Lo, pasti minta pertanggung jawaban dari tu cowo, kan? Tanpa Helena suruh sekalipun?"

Ucapan Naura, meninggikan alis Mira. Gadis ini langsung bermuka aneh, sebelum berdiri spontan yang mengagetkan ketiga sahabatnya.

"Lo mau ke mana, Mir?" tanya Helena saat melihat Mira bergegas keluar kelas.

"Dia mau nyari Edo? Bisa perang dunia nih, kalo sampe spekulasi kalian berdua beneran kejadian," lanjut Lucia dengan mata tak lepas dari Mira.

"Jangan gegabah, Mir!" lantang Naura lalu menoleh ke Lucia dan Helena.

Kontan suara ini sempat membuat Mira terhenti di depan pintu kelas.

"Lo semua sahabat gue, Edo juga sahabat gue. Gue buru-buru, sorry."

Mira beranjak keluar kelas begitu saja. Sedang dua remaja pria yang duduk di seberang bangku Naura, Lucia dan Helena segera datang menghampiri ketiganya.

"Kenapa si Madam?" tanya Bastian si rambut cepak yang kini terkenal berjulukan Boy.

Alan berdiri tenang di sebelah Bastian, memandang langkah Mira yang tergesa keluar kelas.

"Tau, ah. Ngapain lo berdua ngurusin urusan orang?" sengit Naura.

"Ya elah, santai aja, Sis. Jutek amat,"  spontan Bastian.

"Sebagai temen sekelas, sebagai seangkatan sama pacarnya si Mira, kita ngrasa udah jadi sodara. Kalo ada apa-apa sama do'i, otomatis itu juga bakal ada apa-apa sama Togo," jawab Alan bersuara setenang Neno.

"Gini, nih, gak asiknya punya pacar anggota inti geng di Tunas Muda ini. Mira juga butuh privasi, kali," lanjut Naura masih berwajah sengit.

"Gue pokoknya gak mau sahabat gue ikut-ikutan tawuran bareng lo berdua, titik! Jangan ajak Mira!" lantang Lucia berwajah marah, dengan segera berdiri menatap tajam Alan dan Bastian.

"Perkaranya gak gitu." Bastian mencoba menjawab tapi tak jadi saat melihat pundaknya ditepuk Alan.

"Madam! Eh, maksudnya Mira. Kemaren emang situasinya gak mendukung. Maafin."

"Kok minta maaf, sih, Din? Kan kita gak salah?" Bastian tak terima tapi malah mendapat jawaban gelengan kepala dari Alan.

"Udahlah," spontan Alan.

"Lo kerasukan apa, Din? It's oke," ejek Bastian pada Alan, lalu beralih memandang ketiga sahabat Mira.

"Lo bertiga mesti ati-ati juga jadi sahabatnya Madam." Bastian sedikit merendahkan wajahnya ke bangku ketiga gadis ini.

"Apaan sih, lo! Mulut lo bau conberan!" lantang Lucia dan mendorong bahu Bastian menjauhi bangkunya.

"Heran gue, pada galak-galak amat." Bastian berdecak kesal.

Throw a diceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang