16: Kenapa, Cintaku?

5.8K 438 23
                                    

GUYS! Banjiri cerita ini dengan vote dan komentar-komentar kalian💞

🦋🦋🦋🦋

Dewa menghembuskan nafasnya, kedua tangannya ia lipatkan di depan dada dengan bola mata menatap Bani yang sedang menunduk ke bawah. Dewa masih belum membalas ucapan Bani karena Dewa tahu Bani masih ingin bicara sesuatu.

Tampak Bani mendongakkan kepalanya, menoleh ke arah Dewa yang masih setia menunggu ia melanjutkan ucapannya.

"Tetapi saya memberikan satu syarat kepada anda, pak Dewa." Ucap Bani dengan suara serak dan sedikit pelan.

Dewa menaikkan satu alisnya, kedua tangan yang semula terlipat di depan dada kini sudah tidak lagi.

"Apa pun itu syaratnya akan saya penuhi, kecuali jika pak Bani meminta saya untuk mengikhlaskan Asmara. Di bayar berapa pun saya tidak akan memenuhinya." Balas Dewa sungguh-sungguh.

Bani menggelengkan kepalanya, tidak membenarkan balasan Dewa.

"Saya mau nanti setelah menikah, Asmara tetap tinggal di desa. S—saya takut, nanti Asmara dipandang rendah oleh keluarga anda karena—

"Saya sudah tidak punya keluarga pak Bani, seluruh keluarga saya sekarang sudah pergi meninggalkan saya." Potong Dewa.

"Pak Bani jangan khawatir, tidak ada yang berani merendahkan Asmara." Lanjut Dewa menatap serius pada Bani.

Bani menganggukkan kepalanya, berusaha percaya dengan ucapan Dewa. "Tapi saya mau Asmara tetap tinggal di desa, jika Asmara ikut dengan anda ke kota, lalu siapa yang akan mengajari anak-anak kurang mampu lagi? Semua orang enggan melakukannya karena tidak dibayar. Hanya Asmara yang rela melakukan pekerjaan itu."

Dewa menghembuskan nafasnya pasrah, beberapa waktu lalu ia pun pernah menanyakan hal ini pada Asmara. Dan Asmara menjawabnya ragu, mungkin karena ini alasannya.

"Ya sudah, kita lihat nanti saja." Dewa menjawab.

"Pak Bani, panggil saya Dewa saja. Jangan terlalu formal."

🦋🦋🦋🦋

Asmara masih harus dirawat selama dua hari, kini Dewa sedang duduk di kursi yang ada di samping brankar yang Asmara tempati. Asmara duduk bersandar sembari menerima suapan potongan buah-buahan yang Dewa berikan.

"Besok pulang boleh enggak mas?" Tanya Asmara setelah ia menelan habis buah di dalam mulutnya.

"Tadi Dokter bilang harus dua hari, ikuti arahan Doker saja takut nanti kamu kenapa-kenapa." Balas Dewa kembali menyodorkan garpu yang di ujungnya terdapat buah apel.

Asmara menggelengkan kepalanya ia sedikit menjauhkan kepalanya. "Udah aja, kenyang." Tolak Asmara.

Dewa menganggukkan kepalanya, menyimpan kotak yang berisi potongan buah itu di laci yang ada di samping brankar Asmara.

"Sakit... " Cicit Asmara mengusap luka yang ada di lengannya.

"Coba lihat," Dewa menarik pelan lengan Asmara.

Dewa mengusapnya lalu ia cium dengan lembut luka itu yang membuat Asmara tersenyum di buatnya.

"Mas." Dewa mendongakkan kepalanya menatap Asmara.

Dewa Asmara | TamatWhere stories live. Discover now