16

8.9K 725 6
                                    

Typo.

.

.

.

Rafa membelalak kala ia melihat beberapa pesan tak terjawab dari Aura yang memang awalnya berjanjian dengan nya untuk makan bersama.

Ia segera membalas dengan ribuan kata maaf, lalu berniat untuk mengajak nya pergi makan bersama. Yah, sebenarnya Rafa sedikit merasa malas. Ia lebih suka mengurung diri di kamar dan menonton anime, daripada harus keluar. Namun untuk kali ini, tidak apalah sekali-kali.

Rafa melihat respon cepat dari perempuan itu, ia menghela nafas. Ada sedikit kelegaan, namun rasa bersalah masih tetap ada.

Aura menolak nya dengan alasan acara keluarga, ia akan memberikan kabar jika sedang kosong.

"Fa!" panggil Bian, ia melihat Rafa yang sedari tadi memperhatikan ponsel nya.

Rafa menoleh setelah namanya di sebut, Bian menampilkan gigi putih nya dengan nampak semangat. Lihat lah, bahkan keringatnya sangat bercucuran hingga baju nya basah.

Rafa kembali menghela nafas, ia juga ingin ikut bermain. Namun, ia masih merasa lapar. Cookies pemberian Dika tadi, juga masih kurang.

Alhasil Rafa menahan rasa butuh makan nya hingga istirahat kedua di umum kan, ia berlonjak senang.

Rafa menarik paksa Bian untuk segera pergi ke kantin, ia menjadi yang pertama yang datang disana.

Setelah mereka memesan makanannya dan mendapatkan tempat duduk, Rafa nampak tidak sabar sekali untuk melahap semua itu yang ada di atas meja.

"Ini lo laper apa rakus?" ujar Bian bergidik ngeri.

"Dua-duanya, dan tambah satu lagi karena doyan." Balas Rafa, ia tidak masalah mau Bian menyebut dirinya seperti apa. Yang jelas, ia akan menghabiskan semua makanannya agar tidak merasakan amukan cacing nya.

"Lo yakin bisa ngabisin ini semua?" tanya Bian memastikan, Rafa mengangguk sembari meneguk minumannya sebagai pembuka.

Bagaimana tidak, Rafa memesan Burger, soto ayam, dan nasi goreng yang porsi nya memang tidak terlalu banyak namun tidak terlalu sedikit. Tetap saja, itu tidak akan muat jiks Bian membayangkan dirinya sendiri yang melahap semua makanan tersebut.

"Nanti gue gak bakal mau sekalipun lo mohon-mohon buat bantu ngabisin." Ancam Bian dibalas dengan delikan oleh Rafa.

"Enggak, udah deh lo makan punya lo aja tuh! daripada banyak omong mulu!"

"Galak amat sih, bini nya Dika." Cibir Bian, Rafa tersedak makan nya dan melempari Bian sendok.

"Bapak lo tuh bini nya Dika!" Bian tertawa puas, sementara Rafa mendengus kesal.

"Biasanya tuh ya, kalo orang marah karena di ceng-cengin artinya salting." Ujar Bian masih ingin menggoda teman nya, dakjal emang.

"Terus, kalo beneran gak suka bakal, ih apaan sih Bian! aku kan jadi baper!" Rafa memperagakan seolah ia seorang cewek dengan gelayutan manja nya.

"Gitu?!"

Bian terpaku, kemudian tawa kencang ia timbulkan. Untung saja, isi kantin masih ramai, jadi suara nya tidak terlalu bising untuk membuatnya malu.

"Gila, sakit perut gue!" keluh nya, ia berusaha untuk menghentikan ngakak nya.

"Mampus sih kata gue!" Rafa kembali memakan makanannya yang sempat tertunda, Bian melihat wajah lelaki itu saja sudah kembali ngakak.

"Berhenti gak lo, dasar gila!"

Rafa merasa malu sendiri karena berteman dengan manusia satu ini, tangan nya menyentil hidung Bian agar ia berhenti. Mungkin.

"Ngakak, anjing. Lo, kayak asli banget." Kata Bian dengan ngos-ngosan, kelelahan karena tertawa.

"Ah, tau deh! gue mau fokus makan, kita nggak kenal!" final Rafa, Bian kembali ke posisi tanpa menghiraukan perkataan lelaki itu.

Mereka makan dengan khidmat sembari dibumbui dengan canda tawa tidak berguna.

••••


"Halo, bun? kenapa?"

"Iya, ada apa?"

"Hah? kok gitu sih? terus nanti adek sama siapa?"

"Yaudah deh, nanti aku cari tumpangan."

Rafa mematikan sambungan telepon nya bersama sang ibu.

Ia menghela nafas, mencoba berpikir keras siapa korban yang akan ia pilih untuk bisa mengantar pulang. Jika tidak, ia harus menyisihkan uang saku nya untuk memesan ojol.

Karena ibunda nya Rafa yang mengirimkan kabar, jika tidak ada orang tua nya yang dapat menjemput di sekolah hari ini. Kakak nya, kebetulan juga sedang demam di rumah. Hanya dia saja yang bersekolah, ia tidak tau harus pulang dengan apa.

"Bi!" Rafa memanggil Bian yang sedang mengemasi barang.

"Hah?" sahut nya, Rafa mendekat untuk merangkul pundak Bian.

"Lo kan baik banget, yak? selalu ada dan selalu siap bantu temen lu yang lagi kesusahan."

Bian mengerutkan kening. "Pasti ada mau nya," tebak Bian.

Rafa menyengir kuda, sahabat nya itu tau saja jika ia sedang butuh sesuatu.

"Lo bisa nebengin gue, gak? orang rumah kaga ada yang bisa jemput." Kata Rafa, Bian mengusap tengkuk nya.

"Gue sih pengen bantu, tapi nanti balik bareng adik gue. Jadi, sorry." Bian nampak merasa tidak enak, Rafa tersenyum lebar.

"Asu."

Yah, mengumpat. Jangan berekspektasi terlalu tinggi dengan pertemanan mereka. Sudah lah, kebanyakan drama itu tidak baik.

"Cari orang lain, sono." Rafa menggeleng.

"Siapa, anjir..." Bian berpose seperti sedang berpikir keras, Rafa menatap nya heran.

"Jangan paksa otak cumi lo itu buat nyariin tebengan gue."

"Ah! lo ba— "

"Rafa?" belum sempat Bian menyelesaikan kalimat nya, suara seseorang memanggil nama Rafa membuat atensi kedua nya teralihkan.

"Nah! baru aja mau gue sebut, udah dateng aja. Fiks, jodoh nih berdua." Ujar Bian asal ceplos, dibalas dengan tatapan tajam oleh Rafa. Sungguh, teman biadab.

Daripada pusing berkomunikasi dengan orang stress seperti Bian, Rafa lebih memilih untuk menanggapi panggilan Dika tadi. Yah, meskipun sama-sama stress tapi tak pe lah.

"Naon?" tanya Rafa.

Alih-alih membalas, Dika mengangkat lengan nya untuk mengusap rambut Rafa seperti biasanya.

"Gak ada yang jemput, 'kan? ayo, bareng." Ajak Dika, Rafa sedikit terkejut.

"Tau darimana, lo?" Rafa mengangkat kedua alis nya.

"Dikasih tau sama macan lewat."

"Gila lo, mana ada macan lewat di sekolah ini."

Rafa mendelik, memikirkan bagaimana Dika yang sebelas dua belas dengan Bian. Sama-sama stress nya (tidak sadar diri).

"Jadi mau pulang apa bobo bareng disini?" Dika menaik turun kan alis nya membuat Rafa bergidik.

"Gila!"

"Udah, g-gue terpaksa ya pulang bareng lo! bukan kemauan pribadi ini, jangan ge'er ntar!"

Rafa berjalan mendahului Dika yang tertawa karena melihat ucapan remaja manis itu. Dasar tsundere. Padahal kan bisa dibilang mereka sering pulang bareng.

Jika kalian bertanya-tanya perihal keadaan Bian, anak nya sudah pulang terlebih dahulu. Menyerahkan Rafa di tangan Dika adalah pilihan yang tepat, tidak ada yang perlu di khawatir kan lagi.

"Cepetan, mendung tuh!" Rafa meneriaki Dika yang sedang berjalan mendekat, lelaki itu mendengus.

"Sabar to, sayangku." Ujar Dika di sertai dengan senyuman kecil.

Tanpa ia sadari, perilaku itu membuat pipi Rafa terpaksa mau tak mau merona.

"Gila! masuk rsj aja sana!" Dika tertawa kecil.

Mas Dika! [ON-GOING]Where stories live. Discover now