13

8.5K 742 8
                                    

Dika benar-benar tidak pernah muncul dan mengganggu nya lagi. Ada sedikit ketidaknyamanan dalam diri Rafa, bagaimana mungkin? seharusnya dia senang akan hal itu, remaja lelaki yang selalu mengganggu dengan sesukanya kini sudah tidak menampakkan diri lagi, sedikit aneh kemarin Dika terlihat biasa saja.

Biasanya dia akan selalu berusaha dekat dengannya. Namun, ada apa dengan dirinya kemarin? apa Dika sudah menyerah?

"Kenapa muka lo kusut begitu?" tanya Bian setelah menyadari keadaan sahabatnya yang nampak lebih lesu dari biasanya.

Rafa menghela nafas, memilih untuk menggeleng kan kepalanya sebagai jawaban. Bian menatap nya heran, ia yakin pasti ada yang mengganggu pikiran Rafa saat ini.

Rafa memandang sebuah gantungan berbentuk bintang yang terikat dengan resleting tas nya. Lagi-lagi anak itu menghela nafas merasakan ketidaknyamanan yang dirasakannya. Bian semakin bingung dengan sikap itu, seperti orang linglung.

"Lo kenapa, anjir? serius, gue tau lo lagi ada pikiran, kan? jangan sembunyiin dari gue apa bisa?" tanya Bian dengan sedikit kekesalan, dia merasa sudah ketinggalan jauh.

"Gak ada, nying. Ga usah lebay, deh. Gue gapapa kok, sans." Jawab Rafa dengan ketus.

Mendengar jawaban tidak menyenangkan dari Rafa, kekesalan Bian semakin bertambah. Bian tau Rafa pasti sedang dalam pikiran, namun tak sepantasnya dia berbicara sekasar itu kan? ia bisa menolak dengan baik-baik.

Jika saja Rafa sedang dalam kondisi baik, sudah dipastikan anak itu tewas karena mendapat pembalasan cekikan dari Bian. Hadeh.

"Lo gitu, bangsat. Cepet cerita atau gue lompat nih!?" ancam nya hendak bersiap untuk naik jendela, Rafa hanya menatap nya dengan bosan.

"Oh, yaudah lompat aja. Ati-ati," ia melambaikan tangan nya dengan santai. Sungguh, tega sekali. Bian geram, nampak ingin membejek-bejek sahabat dari orok nya itu.

Dia mundur kembali untuk mendekati Rafa, duduk berhadapan dengan mengambil sembarang kursi yang dikenakannya.

"Cerita, gue bilang cerita! lo bisa denger, gak sih?" Rafa diam saja, tidak mungkin ia bilang jika merasa gundah gulana akibat seseorang tidak menemui nya beberapa waktu bukan? ia menggeleng perlahan.

"Gue gak papa, Abian Aditya Dermanta! serius deh, lo kenapa sih?" Rafa memutar bola mata nya.

"Elo yang kenapa, bego! tau, ah! ngambek gue," final Bian. Ia pun beranjak dari sana dan pergi keluar kelas dengan suasana hati yang kesal. Niat awal ingin menghibur, malah berakhir butuh di bujuk. Sudahlah, biarkan saja. Rafa sedang tidak mood untuk melakukan apapun, ia hanya berminat untuk mengelamun.

Pada saat-saat ia memandang kosong luar jendela, kedua mata nya tak sengaja membuat kontak dengan seseorang dari luar sana. Ia mengerjap-ngerjapkan kelopak matanya. Sedangkan orang itu, memilih untuk mengalihkan pandangannya dari Rafa.

Ia kembali melirik Dika yang sudah pergi, Rafa menghela nafas lega karenanya.

"Gue gak kenal, gue gak tau dia siapa!" monolognya.

Daripada memikirkan orang yang tidak penting, mending nyusul si Bian buat ke kantin. Sekalian bujuk, siapa tau luluh ya kan. Ketika dia sedang beranjak keluar kelas, seseorang memanggil namanya dari luar.

"Rafa!" panggil remaja perempuan itu dengan girang, Rafa yang memiliki nama itu pun menengok.

Langkah nya terhenti, mulai mengulas senyum dan menunggu perempuan itu mendatanginya. "Ketemu lagi, Ra." Ujarnya, Aura mengangguk antusias dengan senyuman sumringahnya.

"Iya, lo mau kemana?" tanya Aura, Rafa menunjuk jalan menuju kantin dengan jempol nya.

"Kantin, nyusul temen." Jawab nya, Aura hanya ber-oh ria.

Mas Dika! [ON-GOING]Where stories live. Discover now