10

10.5K 922 7
                                    

*Author Pov*

"Mas! aku hamil, kamu harus tanggung jawab!"

"Maaf dek, mas gak bisa... mas udah punya istri."

"Jadi selama ini aku cuma pelampiasan buat kamu?!" Bian mengayunkan tangan nya seolah sedang menampar pipi Rafa dengan dramatis nya, ia memasang wajah sok kecewa berat di sertai dengan tawa teman satu kelas mereka.

Rafa tak mau kalah saing, ia pun juga mengikuti alur yang sangat tak jarang di sinetron yang sering ditonton oleh readers. Kepala nya seolah tersentak karena tamparan keras yang di terima nya di pipi sebelah kanan, ia bernafas secepat mungkin di sertai dengan wajah bego agar mendalami peran.

"Jangan salah paham, Markonah! aku nggak bermaksud menjadikanmu seperti itu, aku sayang kamu!" balas Rafa dengan raut yang terlihat merasa bersalah. Tentu saja, itu adalah bagian dari acting yang mereka perankan.

Sekarang sedang jamkos, guru mereka sedang tidak masuk. Jadi, mereka memutuskan untuk membuat lelucon gila ini. Abian memasukkan bola sepak di dalam seragam nya, dan meminjam hijab salah satu teman siswi nya untuk ia pakai. Sebenarnya, bola itu mereka gunakan untuk dimainkan di dalam kelas. Hingga mereka gunakan untuk membuat kontes dadakan setelah di tegur oleh salah satu guru yang kebetulan lewat.

"Maaf, mas. Aku udah nggak sanggup menerima semua rasa sakit ini, biarkan aku mengurus anakku sendiri!" Bian hendak melangkah pergi dan di cegah oleh Rafa.

"Jangan pergi, cintaku! aku akan selalu bersamamu, jangan tinggalkan aku!" semua yang menonton setiap adegan mereka selalu terbahak-bahak karena merasa sangat terhibur, itu saja sudah membuat kedua kecebong keramat ini puas. Nasib jadi badut.

"Maaf, mas... aku tidak bisa, biarkan aku pergi." Rafa menatap wajah sendu yang dibuat-buat, mereka berdua sangatlah mendalami peran masing-masing. Itu sangat memuaskan bagi teman-temannya.

"Tidak, tidak! Markonah!"

"Terimakasih luka nya," Bian pun pergi dan Rafa tertunduk lesu yang dibuat-buat, kini film pun berakhir dengan ending perpisahan.

"Hahaha, anjing! cocok banget main film Indoziar!" seru salah satu teman laki-laki yang menonton dari awal hingga akhir, yang lain menyetujuinya.

"Itu pujian apa ejekan, bro?" tanya Bian menatapnya dengan wajah malas, ia mulai melepaskan semua yang dipakainya untuk drama tadi.

"Ejekan," mereka semua tertawa tak terkecuali Rafa yang ikut ngakak di samping Bian.

"Eh, lu juga di ejek! malah ikut ketawa," Bian menunjuk lurus tepat ke arah Rafa.

"Lah, Marvel anjir!" Rafa menatap garang ke arah siswa yang tadi mengejeknya, Marvel namanya.

Remaja lelaki itu menjulurkan lidah untuk membalasnya, nampak mengejek Rafa agar rasa kesalnya menambah.

"Apa lu, melet-melet! guguk, ya!" geram nya, membuat Marvel semakin senang mengerjainya.

"Anjing suka di elus-elus, si Marvel minta dibelai tuh sama lu!" sahut Arga di tengah-tengah kericuhan kelas, kerumunan mereka sudah buyar setelah film yang Rafa dan Bian peran kan berakhir.

"Pala lu peang!" ketus Rafa, ia merasa kesal karena para kawan nya senang sekali jahil pada nya. Kini, mereka bertiga menertawakan Rafa yang selalu bereaksi memuaskan ketika di kerjai.

"Tapi iya, ya? si Marvel mirip anjing," timpal Bian, semua nya menatap Marvel dengan seksama.

"Kenapa lu mirip anjing?" tanya Arga kepada Marvel, yang di tatap mereka bertiga bukannya kesal malah memasang wajah bangga dan tersenyum miring.

"Karena anjing imut, gue juga imut." Balas nya enteng, ketiga nya menatap geli ke arah nya.

"Emang gila," gumam Bian.

"Stress," tambah Rafa.

"Sakit jiwa," imbuh Arga, mereka bertiga mengatakan nya urut dengan sangat kompak. Hingga akhir nya saling tatap dan tertawa bersama, tak terkecuali Marvel yang dimaki justru malah ngakak.

Ketika di tengah-tengah tawa mereka, seorang siswi teman sekelas Rafa memanggil nama nya. Membuat keempat remaja laki-laki itu berhenti tertawa, Rafa menjadi pusat perhatian mereka.

"Ada apa?" tanya Rafa heran.

"Ada yang mau ketemu sama lo," ujar cewek itu menunjuk pintu kelas yang menampakkan punggung sosok laki-laki tinggi. Rafa menatap nya sekilas, ia dapat menebak siapa orang itu, ia menghela nafas dan menatap teman-temannya.

"Duluan," ketiga nya mengangguk, tak menghiraukan nya dan kembali bercanda tawa.

Rafa segera pergi meninggalkan gerombolannya dengan langkah malas, berjalan untuk menemui seseorang yang sedang menunggunya di luar.

"Kenapa?" tanya Rafa, remaja laki-laki yang memanggilnya pun menengok dan tersenyum.

"Nanti pulang agak lambat, gapapa?" tanya Dika mengusap kepala Rafa sebelum sang empu mencekal nya, apa Dika lupa jika mereka masih berada di sekolah?

"Emang nya kenapa?" Rafa mengangkat kedua alis nya dan menyilangkan tangan, Dika nyengir kepadanya.

"Dihukum," balas Dika dengan cengiran seolah tak ada salah, Rafa menatap nya penasaran.

"Hah? kok bisa? abis ngapain lu?"

"Gak sengaja," dia memajukan bibir nya dan merotasikan mata nya ke arah lain.

"Ya, iya. Gak sengaja ngapain?" geram Rafa, masih berusaha untuk tetap bersabar mencari jawaban dari Dika.

"Lempar bola ke burung nya pak Wanto," mata Rafa sontak membelalak, ia menahan dirinya agar tidak terbahak-bahak saat itu juga.

Dika menatap nya sedikit malu, namun juga merasakan sudut bibir nya yang berkedut karena bisa membuat Rafa tertawa karena tingkah nya.

"Jangan ketawa," jemari Dika mencubit kedua pipi Rafa hingga lelaki itu mengaduh.

Wajah Dika mulai mendekati nya, perlahan tapi pasti mulai memotong jarak antara mereka. Ia mendekat ke arah telinga Rafa dan mulai membisikan kata pada nya.

"Lucu, pengen gigit pipi nya." Wajah Rafa sedikit merona karena mendengar bisikan itu, Dika terkekeh kemudian kembali menjauh dari nya untuk mengembangkan senyuman.

"Tapi masih di sekolah," lanjut Dika memasang wajah cemberut. Hey, bagaimana jika orang lain melihat ini?

"Jangan gila, cepet balik kelas sana!" usir Rafa mendorong Dika dengan sedikit tenaga, itu berhasil mendorong Dika untuk mundur. Yah, meskipun hanya satu langkah.

Ia tak kuasa untuk menandingi kekuatan tubuh Dika yang lebih bagus dan kuat dari nya, tiba-tiba rasa iri melanda, cuikh.

"Nanti kamu kangen?" goda Dika, Rafa menatap nya geli.

"Sudi banget, sana pergi!" tangan Rafa mengayun seolah sedang mengusir ayam, Dika tertawa kecil.

"Seriusan, saya diusir?" tanya Dika, merasa senang sekali menggoda nya.

Entah mengapa, Rafa merasa hari ini selalu saja ia mendapati seseorang yang senang sekali mengerjainya. Membuat pahala menurun saja, ia harus sabar menghadapi cobaan ini. Rafa menghela nafas, tangan nya mencodongkan jari tengah ke arah Dika.

"Tangannya, heh!" tegur Dika, ia mengigit bibir bawah nya melihat kelucuan Rafa jika sedang kesal.

"Suka-suka gue, dong!"

"Suka saya?" balas Dika dengan wajah berseri.

"Suka bapak lo!" Rafa menatap nya sinis, Dika semakin senang dengan itu.

Mereka berdua tak sadar jika sedari tadi gerak-gerik kedua nya telah diperhatikan dengan seksama oleh seorang perempuan. Saat melihat Dika tersenyum lebar dan mengacak-acak rambut Rafa karena gemas, pipi siswi itu mulai merona dan menahan senyumannya yang hendak mengembang.

Mas Dika! [ON-GOING]Where stories live. Discover now