30

3.7K 425 4
                                    

Pagi ini Dika bilang tidak bisa menjemputnya, alhasil Rafa berangkat dengan diantarkan oleh Ayahnya. Dan setibanya Rafa dipinggir jalan didepan gedung sekolah yang menjulang tinggi itu, Ia dengan ngos-ngosan berlari mengejar gerbang yang akan tertutup.

"Pak! tunggu, Pak!" teriak Rafa dapat mengalihkan atensi penjaga gerbang.

Sesampainya Ia mendekat, remaja itu berusaha mengatur napasnya yang tak beraturan akibat berlari.

"Pak Setyo yang ganteng dan baik hati, suka meno— " belum sempat Rafa menyelesaikan kalimatnya, segera suara khas bapak-bapak itu menyahut, "halah-halah ... telat ya telat, gak usah bujuk-bujuk segala. Sudah bosan saya sama rayuan manja kamu itu."

Rafa sedikit menggeram menahan rasa kesal mendengarnya, namun Ia berusaha agar tetap tabah dengan menghela nafas panjangnya.

"Ini, 'kan, cuma lewat beberapa menit doang, Pak! lima menit aja nggak ada, tuh," ketus Rafa berusaha agar pria berumur itu luluh.

"Kamu sudah terlalu sering telat dan selalu saya beri toleransi, malah jadi kebiasaan kan akhirnya."

lelaki manis berambut hitam pekat itu memegang erat gerbang yang sudah tertutup rapat. "Kan, akhir-akhir ini saya udah nggak telat lagi," belanya.

Ya, memang benar katanya. Sebab Dika selalu datang dan memaksanya untuk bersiap-siap di pagi-pagi buta.

"Bagus itu, tapi kok sekarang diulang lagi?"

"Mau gimana lagi atuh, Bapak! namanya juga musibah, ga ada yang tau."

"Yaudah, sekarang kamu pulang aja. Nanti kalau ditanya sama orang tuamu, jawab aja namanya juga musibah gak ada yang tau." Rafa yang mendengar itu tersenyum kesal, melihat bagaimana penjaga gerbang itu bersantai tanpa mempedulikan dirinya.

"Ku kira kita kawan," gumamnya menatap sinis Setyo.

"Fa?"

Suara itu terdengar dari belakangnya, Rafa segera menoleh setelah namanya disebutkan oleh seseorang.

Melihat gadis sedang tersenyum dengan deretan gigi kelincinya itu membuatnya sedikit terkejut, tak menyangka akan bertemu dalam situasi seperti ini.

"Lah? Aura? kok lu disini?"

Aura mengangkat kedua alisnya. "Pake nanya, lo juga ngapain disini?"

"Telat."

"Ya, sama," balas Aura dengan percaya diri.

Tak habis pikir, padahal Rafa lihat anaknya nampak rajin. Namun, ternyata bisa terlambat juga.

"Kok bisa?" tanya Rafa terheran.

"Tadi ada urusan dikit, jadi ya telat gini," balas Aura dengan pelan.

Rafa dapat menyadari raut wajah perempuan itu sedikit berubah, Aura menundukkan kepalanya menatap kebawah.

Ingin rasanya bertanya, namun Rafa tidak ingin mencampuri urusan orang lain.

"Oh, gitu ya. Yaudah, lo ikut gue aja," ajaknya dengan menyimpulkan senyuman manisnya.

Aura yang tadinya menunduk pun mengangkat kepalanya, kedua penglihatannya menangkap wajah Rafa yang nampak bersinar. Perempuan itu membalas senyuman Rafa dengan lebar juga, matanya sedikit berbinar seolah tak ada hal yang mengganggunya di waktu lalu.

"Mau, nggak?" Rafa memiringkan kepala agar mengiringi tinggi Aura yang sedikit lebih pendek darinya.

Gadis berseragam yang sama dengan Rafa itu bergeming, tak merespon sepatah kata pun pertanyaan Rafa.

Mas Dika! [ON-GOING]Onde histórias criam vida. Descubra agora