BAB 24 || Duo bucin

31 8 3
                                    

Kini entah mengapa hubungan Nara dan Ryo semakin merenggang. Bahkan Ryo dan Nara sudah tak sedekat dulu lagi. Setelah kejadian dihari ini, membuat Ryo terkadang enggan untuk sekedar berbicara dengan Nara. Entah hatinya masih terlalu sakit jika harus memikirkan hal itu.

Ryo yang tak ingin terlalu lama terjebak dalam hubungan seperti ini pun memilih untuk menghubungi Nara dan mengajak nya untuk bertemu.

Ryo mengambil ponsel yang ada di saku celananya dan menghubungi Nara. Tak butuh waktu lama untuk Nara mengangkat panggilannya.

"Bisa ketemu?"

"Bisa, mau dimana?" balas Nara diseberang sana.

"Di danau tempat biasa."

Nara mengiyakan ajakan Ryo. Ryo memutuskan sambungan telepon itu kembali memasukkan ponselnya, mengambil jaket dan kunci motornya bergegas untuk pergi.

Sesampainya di sana Ryo masih belum melihat tanda-tanda keberadaan Nara. Mungkin masih macet.

Ryo melangkahkan kakinya untuk naik keatas batu besar dan duduk disana. Menikmati hembusan angin malam yang lumayan dingin.

Tak lama Nara pun datang dan langsung duduk di samping Ryo.

Ryo menoleh ke arah Nara dengan senyum tipis, menyandarkan kepalanya di bahu Nara. Walaupun Ryo masih kesal dan kecewa dengan Nara tak dapat dipungkiri jika dia sangat merindukan gadis kesayangannya ini.

"Ken." panggil Ryo yang sedikit mendongak untuk melihat Nara.

"Hm?"

Ryo diam terlebih dahulu memikirkan hal yang akan dia katakan. Mungkin sudah saat nya untuk Nara tau.

"Jadi-" belum selesai Ryo berbicara telepon tiba-tiba terdengar dari ponsel Nara.

"Bentar ya dari mama." Nara berdiri dan pergi untuk mengangkat telepon itu.

Ryo kembali memfokuskan pandangannya ke air danau yang sangat tenang. Tak butuh waktu lama untuk menunggu Nara kembali.

"Ryo keknya aku harus pulang sekarang deh mama sama papa aku udah dirumah." ucap Nara saat dia menghampiri Ryo dan sekaligus hendak berpamitan.

Ryo melihat kebelakang dan mengangguk pelan. Mengijinkan untuk Nara pulang. Padahal dia masih kangen tapi ya sudah lah besok juga masih bisa ketemu disekolah.

Melihat kepergian Nara itu Ryo kembali melihat kedepan. Menarik nafas panjang dan menghembuskan nya secara perlahan.

"Keknya itu rahasia bakal selamanya tetap jadi rahasia."

****

"Pagi tuan putri." sapa Ryo yang berjalan beriringan dengan Nara.

Nara tersenyum "pagi juga pangeran ku."

Senyum Ryo semakin melebar mendengar hal itu. Dia ingin terbang rasanya.

"Kamu ada tugas nggak hari ini?"

"Emm.... Nggak ada."

Ryo mengacak pelan rambut Nara jelas itu membuat sang empuk kesal. Nara sudah lelah merapikan rambutnya.

"Kok di berantakin sih rambut aku." Nara menatap kesal Ryo.

Sedangkan Ryo yang mendapatkan tatapan itu bukannya takut dia malah merasa gemas dengan Nara. Ingin Ryo makan rasanya.

"Kenapa hm? Kamu nggak suka?"

"Jelas nggak suka lah aku udah ngerapiin dari tadi pagi masa di berantakin."

Entah pikiran jail dari mana Ryo itu melangkah maju dan membuat Nara otomatis melangkah mundur hingga dia tak dapat melangkah lagi.

Nara itu semakin was-was saat melihat wajah Ryo yang semakin mendekat. Apakah Ryo akan?

Ryo terkekeh pelan dan kembali mundur. Dia tak bisa manahan tawa saat melihat wajah memerah Nara. Sungguh Nara seperti udang rebus saat ini.

Nara yang sadar bahwa dia di kerjain oleh Ryo itu memukul keras lengan Ryo.

"Sakit ken." Ryo mengusap ngusap lengannya, walaupun Nara cewe namun pukulannya tetap saja sakit.

"Siapa suruh ngeselin." Nara pergi meninggalkan Ryo begitu saja.

"Ken, jangan ngambek lah kan cuma bercanda sayang, Kenn."

Ryo yang gagal menahan Nara itu menghembuskan nafas panjang. Dia harus memikirkan cara gimana agar Nara tak marah lagi dengan nya.

Huft padahal niat Ryo hanya untuk bercanda eh malah marah beneran tuh anak. Jadi bikin bingung kan sekarang.

"Nasib punya cewe bayi nggak bisa diajak bercanda." gumam Ryo yang menyusul Nara.

I'm not him Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora