Tiga siswa kelas dua yang mengikuti ekskul futsal ini kerap kali berjulukan Shin, Tae, dan Yong. Julukan yang diberikan para fans cewek mereka tahun lalu, saat mewakili pertandingan futsal antar sekolah.

Shin untuk si kidal pencetak gol terbanyak. Kapten futsal yang dipercaya membawa kemenangan di setiap pertandingan.

Tae, untuk si rambut kriting pemilik skil-skil hebat dalam mengolah bola, dan menghalau serangan lawan.

Yong, untuk remaja setinggi pembangkit listrik, dengan penyelamatan-penyelamatan berani. Yang tak jarang aksinya membuat gemuruh gedung menahan napas karenanya.

Kekompakan ketiganya, dianggap sebagai tombak keberhasilan tim futsal Tunas Muda.

"Emang cakep. Cewe dingin kayanya speknya beda." Pria berjulukan Yong membuka percakapan.

"Do'i udah punya gandengan, Yong." Shin menjawab usai berdecak kesal.

"Emang mereka kira lagi maen drama Galih dan Ratna, Shin?" Tae ikut bermuka malas melihat Mira yang baru saja lewat.

"Tae, gue denger, adeknya Albi sekolah di sini. Lo berdua udah hapal wajahnya yang mana?" Tae dan Yong kompak menggeleng menjawab pertanyaan Shin.

"Gue cuman denger nama panggilannya, doang. Nama aslinya gak ngerti." Yong menjawab usai tinggikan alis.

"Kalo itu mah, gue juga udah tahu. Sapa yang gak kenal Togo? Gue kepret juga lo." Shin mengangkat lengan setinggi kepala Yong, yang membuat Yong tertawa.

"Kita kerjain aja si cewe kulkas yang barusan lewat. Lo berdua setuju?" Tae menyikut pelan lengan Shin dengan senyuman dan sepasang alis yang dia tinggikan.

"Lo mau nyari masalah ama anak baru? Kalo sampe kita ketahuan Zac, abis lo di tangannya. Apalagi tu cewe udah punya gandengan." Shin sedikit berwajah serius.

"Lo berdua ikut gue, gak?" Tae segera berdiri.

"Kemana?" Yong spontan bertanya.

"Nyari tahu kelas tu cewek. Nyari tahu alamat rumahnya, nomor telpon, ato apa, kek." Tae segera melangkah lebih dulu.

"Gimana kalo kita taruhan? Diantara kita bertiga, yang bisa deketin do'i duluan, dia pemenangnya." Yong mulai berwajah nakal.

"Gue gak ikut. Lo berdua aja. Gue udah punya cewe, dan gak mau tambah ribet kalo ikutan lo berdua." Shin ikut berdiri, tapi dia enggan mengikuti kedua sahabatnya itu.

"Dasar laki takut sama cewe lo, Shin. Eh, taruhannya apa, nih, Yong?"

"Motor," cepat Yong menjawab Tae.

"Beneran, lo? Anjir, gue gas lah, kalo taruhannya motor modivan lo." Tae merangkul bahu Yong, dan kompak melangkah pergi meninggalkan Shin.

Dua pria kelas dua ini segera berjalan cepat mengikuti langkah Mira. Sedang yang satunya segera menyusul dua kawannya setelah membalas pesan singkat dari kekasihnya terlebih dahulu.

Ketiga remaja pria ini tetiba saja berhenti di ujung koridor. Setelah Tae yang tetiba saja berhenti, diikuti Yong yang menoleh bertanya pada Tae, dan Shin yang menubruk tubuh keduanya dari belakang.

"Mata kalo jalan dipake," spontan Tae memandang kesal Shin yang semula asik dalam dunianya sendiri untuk berbalas pesan.

"Emang lo kira mata gue bongkar-pasang kaya motor modivan?" Shin berkerut alis. "Lagian, rem lo mendadak, Tai," tambah Shin.

"Ngapain lo? Liat hantu? Kunti bogel? Kemasan saset? Abang Genderuwo? Abang Pocong? Atau ...."

"Stop, Yong," spontan Tae membuat Yong langsung diam. "Lo berdua tadi liat jaket yang dipake tu cewe gak?"

"Kayanya jaket biasa. Gak ada logo Garuda putihnya," jawab Yong dengan mata mencoba mengingat.

"Napa? Lo takut kalo do'i masi sodaranya lima pilar Garuda putih? Asli, lo berdua salah langkah kalo buat taruhan tu cewe." Shin tertawa mengejek.

"Sapa? Seinget gue Albi cuman punya satu adek namanya Togo. Zac anak tunggal. Cobalt kembarannya Kezo. Mereka gak punya sodara cewe, Pig." Yong menatap Shin serius.

"Sepupu?" Shin kembali tertawa.

"Gue kepret juga lo, Shin." Tae mengangkat lengan dan Shin terus tertawa. "Lama-lama gak jadi taruhan kita jadinya kalo dengerin ocehannya Pig." Tae kembali berjalan mendahului.

Tetiba saja dari arah jam dua, mereka melihat pria dari arah tempat parkir motor. Berjalan sendirian mengenakan hoodie hitam berlogo Garuda Putih.

Remaja itu berjalan cepat, sebelum berbelok ke arah koridor tempat kekasih Mira masih berjalan menuju kelasnya.

Pria berekspresi tegas itu, tak pernah terlihat akrab dengan orang lain. Apalagi menyapa lebih dulu, atau bahkan merangkul bahu lebih dulu.

Tapi apa yang dilihat oleh mata kepala Shin, Tae, dan Yong, membuat ketiganya segera hentikan langkahnya kompak. Saat Pria ber-hoodie hitam itu tetiba saja lebih dulu merangkul bahu kekasih Mira.

"Do'i siapa sebenernya?" Tae bermuka panik.

"Kapan lo make jaket lo?" tanya pria ber-hoodie hitam itu pada kekasih Mira.

"Lusa kayanya. Kezo, gimana keadaan lo? Tangan lo?"

"Sejak kapan seorang Togo jadi perhatian kaya gini ke gue? Lo takut gue hari ini gak bantuin lo?"

"Sejak kapan lo suka bercanda ke gue?" Kekasih Mira itu memukul lengan lawan bicaranya, tanpa canggung.

Hal ini, membuat Shin, Tae dan Yong kompak berbalik badan. Saling tatap sejenak sebelum berjalan.

"Dia Togo, adeknya Albi." Tae angkat bicara.

"Dan satu-satunya orang yang bisa bersikap biasa sama Kezo. Gosip tentang mereka, ternyata bener. Cuman Togo partner ajaibnya Kezo." Yong menatap lurus dua sahabatnya.

"Dan do'i, pacarnya cewe yang mau lo berdua jadiin taruhan." Shin berwajah serius.

Shin tertawa melihat wajah Yong dan Tae yang langsung bercampur antara panik dan kesal sebelum kembali berjalan dengan dengusan.

***

Throw a diceWhere stories live. Discover now