[ 04 ]

15 3 0
                                    

Suara langkah kaki terdengar semakin mendekat. Aku memejamkan mata, berharap jika aku tertidur ia menunda amarahnya.

"EL"

Dia berteriak memanggil nama adik perempuan ku satu-satunya. Adik ku yang saat itu sudah terbaring di samping ku, bangun dari tidurnya dan berlari menghadap suara yang memanggil nya.

PLAK

Suara tamparan keras terdengar dari luar kamar. Aku masih berusaha diam, memeluk tubuhku pada lantai yang hanya beralaskan tikar itu.

"BUKAN EL, TAPI KAK RHANIA"

Aku tak tau apa yang mereka bicarakan, suaranya terlalu keras sampai akhirnya aku mendengar El menyebut namaku.

'celaka, mungkin selanjutnya aku'

Aku berharap ia tak masuk ke kamar, aku berharap saat ia melihatku tertidur ia mengurungkan niatnya untuk marah. Tapi ternyata harapan ku sia-sia.

"Ukh!"

Sebuah tendangan mendarat di kepala bagian belakang ku. Jika aku tidak sadar dan menahan diri, mungkin aku sudah menabrak dinding yang ada di hadapanku. Aku memegangi kepala bagian belakang ku, berharap bisa melindunginya. Tapi dia menarik rambut bagian belakang ku yang membuatku harus membuka mata melihat wajahnya.

"Kau punya hak apa untuk meminta uang yang saya cari sendiri? Sudah berapa kali saya katakan, itu milik saya"

Suara bisikan yang tepat ditelinga itu membuatku merinding.

'bukan kah itu kewajibannya?'

"DENGAR?"

dia mengencangkan cengkraman nya pada rambutku. Membuat kepalaku menengadah tepat ke hadapan wajahnya. Aku masih diam, tapi lagi-lagi dia mengencangkan cengkraman nya seolah memaksaku bersuara. Sial, seperti nya jika aku tetap tak bersuara dia akan terus menarik rambutku hingga benar-benar tercabut dari akarnya.

"DENGAR?"

sekali lagi ia berteriak, dengan pasrah aku mengangguk.

"Dengar pa"

Rhania membuka matanya. Sesaat ia termangu menatap langit-langit kamar. Ia bahkan tak ingat itu kejadian apa, ia juga tak ingat kapan itu terjadi, tapi kenapa kejadian mengerikan seperti itu bisa datang dalam mimpinya. Ia mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

''Astaghfirullah''

Rhania bangkit dari tidurnya. Ia berjalan keluar kamar untuk mengambil segelas air mineral untuk di minumnya. Tapi ia mengurungkan niatnya ketika ia melihat lampu kamar Sindi masih menyala. Jam sudah menunjukkan pukul 01.48 wib, tapi Sindi sepertinya masih belum tertidur. Rhania membelokkan langkahnya ke kamar Sindi. Dengan hati-hati ia sedikit membuka pintu, memastikan apakah Sindi sudah benar-benar tidur atau belum.

"Ya Allah Rha"

Sindi memegangi dadanya. Kaget akan kehadiran Rhania yang tiba-tiba saja sudah berdiri setengah badan di balik pintu. Rambutnya yang panjang, terurai ke depan menutupi sebagian wajahnya.

"Kenapa?" Tanya Sindi masih memegangi dadanya

"Mimpi buruk"

"Mau masuk?" Tawar Sindi

Rhania mengangguk, kemudian melangkah masuk ke dalam kamar dan berbaring di samping Sindi yang saat itu sedang sibuk dengan laptop nya.

"Ngerjain apa?" Tanya Rhania.

White Roses : melt your heart [ Tanvir Series ]Место, где живут истории. Откройте их для себя